Malam itu sekitar pukul 8 malam, keluarga Jevian tampak sedang berada di dalam ruang rawat Jevian. Keluarga yang berada di dalam ruang rawat Jevian di antaranya adalah kedua orang tuanya, opa, oma, tante Yuniar, om Satya, kak Jeffran dan Nathan. Mereka tampak sedang berkumpul di ruang rawat Jevian untuk menemani Jevian yang sedang dirawat di rumah sakit. Pekerjaan mereka sudah selesai, sehingga malam itu mereka bisa menemani Jevian yang sedang sakit di rumah sakit. Kini mereka berdiri mengelilingi brankar Jevian dengan menunjukkan raut wajah khawatir mereka melihat Jevian yang terus bergerak tak nyaman di atas brankarnya.
Hari sudah malam, tapi demam yang dialami Jevian masih belum juga turun. Bukannya turun, demamnya malah semakin naik. Hal itu tentu membuat semua keluarganya merasa sangat khawatir. Ia tampak terbaring di atas brankar dengan tubuhnya yang terus bergerak tak nyaman karena ia merasakan kondisi tubuhnya saat itu benar-benar sedang tidak karuan. Matanya terus berair dan terasa panas. Plester demam yang menempel di dahinya kini sudah diganti dengan yang baru.
"Jangan gerak-gerak terus, Jev! Tangan lo lagi diinfus itu!" ucap Nathan.
"Iya, dek. Nanti darahnya bisa naik kalo kamu terus-terusan banyak gerak kayak gitu! Tidur aja yang bener, dek. Ngga usah banyak gerak dulu," ucap Jeffran.
Jevian meneteskan air matanya membuat semua keluarganya tentu merasa sedih dan semakin khawatir.
"Adek pasti badannya ngga nyaman yah rasanya?" tanya Yuniar sambil mengelus pipi Jevian yang terasa sangat panas.
"Mau pulang..," ucap Jevian dengan suara parau.
"Pulang gimana? Kondisi adek aja masih kayak gini?! Panasnya udah lebih dari 40 derajat!" ucap Jeffran pada Jevian.
"Kak.. mukanya makin pucet. Tadi siang ngga gini banget pucetnya, kak. Emangnya ngga pa-pa? Aku takut Jevian kenapa-napa," ucap Nathan pada Jeffran. Ia begitu khawatir saat melihat Jevian kondisi Jevian saat itu. Memang wajah Jevian saat itu terlihat sangat pucat. Bibirnya juga terlihat biru dan kering.
"Hipertemia," gumam Davian.
"Apa itu, pa?! Apa itu bahaya?!" ucap Nathan pada Davian.
"Hipertemia itu kenaikan suhu tubuh diatas kisaran normal. Ini bisa terjadi saat tubuh tidak memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan suhu," ucap Davian.
"Mau pulang..," ucap Jevian lagi dengan suara yang masih terdengar parau.
"Sayang, sabar dulu sebentar, ya? Adek masih sakit. Nanti kalo udah sembuh, adek boleh pulang, ya?" ucap Tirany sambil mengelus tangan kanan Jevian yang terbebas infus.
"Hiks.. mau pulang..," ucap Jevian sambil menangis.
"Jangan nangis, dek! Nanti sesek lagi!" ucap opa khawatir.
"Tapi mau pulang, opa.. aku ngga mau tidur di sini lagi..," ucap Jevian sambil menangis.
"Adek sabar dulu, sayang.. nanti kalo sakitnya udah sembuh pasti boleh pulang, kok. Adek nanti bisa istirahat di rumah lagi, ya? Sekarang adek tidur di sini dulu sampe sakitnya sembuh," ucap oma.
Mendengar jawaban itu, Jevian semakin mengeluarkan air matanya. Ia benar-benar tidak betah berada di rumah sakit. Ia ingin sekali pulang.
"Adek kalo dibilangin jangan nangis kenapa malah makin nangis sih, dek? Kakak kan udah bilang, jangan nangis! Nanti kalo sesek lagi kayak tadi siang gimana?! Adek kenapa sih ngga mau nurut? Kalo belum dibolehin pulang ya udah, adek ngga boleh maksa minta pulang terus, dong! Namanya orang masih sakit gimana mau dibolehin pulang?! Adek harus ikut aturan dokternya, dong! Kakak, opa, oma, papa, mama, tante Yuniar, om Satya, semuanya itu dokter. Dokternya adek di sini! Jadi adek ngga usah maksa minta pulang terus! Kita ngga ada yang ngizinin adek pulang sekarang! Mendingan adek tidur, istirahat, ngga usah mikir apa-apa lagi! Ngerti?!" ucap Jeffran pada Jevian.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Family My Doctor || JENO × JAEMIN✓
Teen FictionDILARANG PLAGIAT!!! ❌ [SUDAH TAMAT!!!]✓ "Capek gue punya keluarga profesinya dokter semua! Mana gue jadi anak bungsu, penyakitan lagi!" ~Jevian.