Happy reading guyss!❤️
"Kak Salma," panggil Nabila pada gadis yang sedari tadi menatap kosong keluar jendela. Kini hanya ada mereka berdua setelah Paul memilih untuk pulang.
"Iya Nab," balas Salma mengerjapkan matanya.
"Tadi malam kak Salma nangis lagi ya," tanya Nabila tidak dapat menahan rasa penasarannya.
Sementara Salma hanya tersenyum penuh arti. Senyum itu justru terlihat getir, siapa saja akan paham bahwa dibalik senyuman itu ada kesedihan.
"Apa paman maksa kak Salma untuk menetap di sana lagi?" lanjut Nabila memastikan.
"Iya," jawab Salma singkat. Gadis itu menunduk memainkan kuku pada jemarinya.
"Kak Salma jawab apa?" tanya Nabila hati-hati.
"Masih dengan jawaban yang sama," jawab Salma dengan suara pelan.
"Aku kasih tau ayah sama bunda aja, biar mereka yang ngomong kak."
"Jangan, nanti malah muncul masalah baru lagi." Salma tidak ingin masalah nya ini akan menimbulkan masalah baru bagi orangtua Nabila.
"Bunda kan adik kesayangan paman. Kalau bunda yang ngomong pasti paman dengar deh kak."
"Nggak usah nab, gua bisa urus semuanya kok. Tenang aja ya." Nabila segera menghambur ke dalam pelukan Salma. Baginya Salma sudah seperti saudara kandungnya sendiri.
"Pokoknya aku senang kalau kak Salma tinggal di rumah bareng aku terus." Salma hanya mengangguk dan mengusap sudut matanya yang sudah basah.
Hari sudah sore, dua gadis dengan hijab hitam nan manis itu tampak sedang membereskan toko milik Nabila. Mereka akan segera tutup dan kembali ke rumah. Sudah menjadi rutinitas toko ini hanya buka sampai jam 5.
"Nab, lu pulang duluan aja ya."
"Kak Sal mau kemana?" tanya Nabila sambil mengunci toko miliknya.
"Ada urusan bentar," jawab Salma.
"Gapapa kan?" lanjut Salma memastikan adik kecilnya ini aman pulang sendiri.
"Gapapa kak," jawab Nabila tersenyum dan memberikan jari jempolnya pertanda aman.
Keduanya berpisah di depan toko. Nabila memilih arah jalan pulang, sementara Salma memilih arah lain.
Entah kemana tujuan gadis itu sekarang. Ia hanya mengikuti langkah kaki yang membawanya. Hingga tanpa ia sadari ia sudah berjalan cukup jauh. Suara adzan terdengar, gadis itu memilih shalat Maghrib terlebih dahulu.
Saat keluar dari mushalla, Salma baru sadar jika pemandangan di sekitar mushalla ini indah. Ada sungai di depannya dan beberapa meter dari sana terdapat jembatan dengan lampu hias. Salma menuju jembatan itu dengan niat mencari suasana yang menyenangkan.
"Itu orang beneran kan ya?" tanya Salma pada dirinya sendiri.
Salma menghentikan langkahnya menatap ke arah tengah jembatan dengan seksama. Mata Salma menangkap sosok laki-laki dengan kemeja hitam. Sosok itu berdiri diatas jembatan dengan posisi persis seperti orang yang ingin terjun ke sungai di depannya. Laki-laki itu juga memejamkan mata membuat Salma semakin gelisah.
"Jangan sampai dia lompat," dengan sekuat tenaga Salma berlari ke tengah jembatan.
Bugh! Salma berhasil menarik laki-laki itu dan jatuh ke lantai jembatan bersamanya.
"Shit!" teriak laki-laki itu.
"Lu siapa sih, main tarik-"
"Rony!" teriak Salma mengenali laki-laki yang baru saja ia tolong.
"Elu!" seru Rony tak kalah kaget melihat keberadaan Salma.
"Ngapain mau bunuh diri sih Ron."
"Siapa yang mau bunuh diri sih," ujar Rony berdiri dan berusaha membersihkan belakang celana jeans miliknya.
"Itu tadi lu mau lompat kan."
"Tadi siang sok akrab, sekarang sok tau. Aneh," Rony menatap Salma dari atas sampai bawah.
"Elu yang aneh," balas Salma tidak terima.
"Ngapain coba malem-malem sendirian di jembatan berdiri kayak tadi. Siapapun yang liat lu pasti punya pikiran yang sama kayak gua."
"Sekarang masih Maghrib. Lu harusnya shalat, bukan malah main di sini," perkataan Rony membuat Salma menyipitkan matanya.
"Tau apa tentang shalat, lu kan Kristen."
"Tau darimana?" tanya Rony.
"Lu pakai kalung salib Ron kalau lu lupa." Salma tertawa puas menyadari kepikunan seorang Rony.
Rony tidak menggubris ucapan Salma. Ia memilih menepi dan duduk di sudut jembatan dengan kaki menggantung. Entah bisikan dari mana, Salma mengambil tempat untuk duduk di samping Rony. Cukup lama mereka berada dalam diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Pulang, udah malam," ujar Rony membuka suara.
"Mau cari ketenangan dulu," balas Salma tak menatap Rony.
"Setenang apapun tempatnya, kalau pikiran lu yg ramai nggak akan membantu."
"Kok lu kayak paham banget," balas Salma kini menatap Rony.
"Karena itu yang gua rasain," ujar Rony balas menatap Salma. Keduanya seperti tenggelam dalam tatapan yang hanya berlangsung beberapa detik itu.
"Musuh yang susah ditaklukkan itu memang pikiran sendiri Ron," lanjut Salma memilih menatap ke arah sungai kembali.
"Sal," panggilan Rony membuat Salma terkesiap.
"Kok lu tau nama gua?" tanya Salma merusak suasana haru yang tercipta sebelumnya.
"Di toko tadi siang," oh Salma ingat saat dia memberikan contoh kalimat yang benar di toko tadi adalah alasan kenapa Rony tau nama dirinya.
"Sok akrab lu," balas Salma membalaskan dendamnya.
"Lo yang ngasih tau sendiri," kata terakhir yang Rony ucapkan sebelum akhirnya ia memilih pergi meninggalkan Salma.
"Bodo amat!" teriak Salma menatap punggung tegap yang sudah berjalan menjauh.
"Eh ini apa?" Salma mengambil selembar kertas putih di depannya. Saat dibalik ternyata itu adalah sebuah foto.
"Apa punya Rony ya?" ujar Salma menatap foto itu dengan seksama. Tergambar jelas di sana ada seorang perempuan dan anak kecil yang sepertinya adalah ibu dan anak.
"Anak bini nya kali ya. Duh, merasa berdosa gua udah berduaan sama laki orang," lanjut Salma bergedik ngeri.
"Jangan-jangan dia ada masalah sama istrinya, trus mau cerai. Makanya di kayak banyak beban banget." Salma seperti sedang menimang-nimang sesuatu.
"Ih ngapain banget gua mikirin cowok nyebelin itu."
***
❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terbaik | END
Teen FictionKita selalu berkata biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Hingga tanpa sadar perjalanan itu menemukan satu titik yang sama. Mempertemukan kita yang tidak pernah saling sapa, mendekatkan kita hingga tidak ada jarak. Semua tentang mu menjad...