Garis 59: Maaf, Dia Harus Ingkar Janji

4.3K 271 64
                                    

"Udah aman, Ron," ujar Novia setelah menelpon seseorang di sebrang sana.

"Thanks Nop, gua harus berangkat sekarang. Gua udah janji sama Salma."

"Jangan buru-buru, Ron. Sidangnya juga belum selesai."

"Siap Nop, lu nggak mau ikut gua ke sana?"

"Ah iya, tapi gua bareng Mark."

"Yaudah, ayo berangkat."

Novia berangkat bersama Mark, sementara Rony dengan mobilnya sendiri. Meski ingin cepat sampai, Rony tetap menjaga laju mobilnya. Karena Rony tau, Salma akan marah jika dia kebut-kebutan.

Di balik stir Rony terus mengembangkan senyumnya. Laki-laki itu membayangkan rencana yang sudah ia susun untuk hari ini. Hari yang ia siapkan dengan penuh pertimbangan.

Rony mengambil kotak beludru di atas dashboard mobil. Memperhatikannya dengan tersenyum. Menggenggam dengan erat kotak itu, seolah hal berharga yang tak ingin ia lepas.

"Lembaran baru akan segera kita mulai," monolog Rony dengan senyum merekah.

Hingga suara bising dari arah belakang membuat Rony kaget. Kotak itu terlepas dari tangannya hingga jatuh ke lantai mobil. Bertepatan dengan suara gaduh yang semakin keras.

TIN!!!!!! BRUKH!!!!

Suara klakson yang diakhiri suara dentuman benda keras menggema. Membuat para pengendara yang berada di depan dan belakang berhenti untuk melihat apa yang terjadi.

"RONY!" teriak Novia saat melihat mobil Rony.

Sebuah truk besar menabrak mobil hitam itu dengan keras hingga terguling.

***

Derap langkah tergesa Salma memenuhi koridor rumah sakit . Gadis dengan pikiran dan perasaan tak karuan itu tengah menuju ruangan yang dimaksud Novia.

"Sal, lu harus tenang," ujar Paul mengikuti langkah Salma yang begitu cepat.

"Gimana gua bisa tenang Powl, sementara gua belum tau keadaan Rony gimana."

"Novia udah bilang dia baik-baik aja."

"Hati gua belum yakin, sampai gua liat sendiri."

"Awas!" seru Paul menarik tubuh Salma yang hampir tertabrak brangkar.

"Jangan celakain diri lu sendiri."

Salma tetap tidak menghiraukan ucapan Paul. Gadis itu justru kembali mempercepat langkahnya meninggalkan Paul, Nabila dan Syarla yang sedari tadi mengikuti dirinya.

Hingga Salma sampai di depan ruangan yang dimaksud Novia. Salma segera masuk, ia sudah tidak dapat menahan diri untuk memastikan keadaan Rony. Satu hal yang pasti, Salma ingin segera memastikan bahwa Rony baik-baik saja.

"Ron-" ucapan Salma berhenti tepat saat ia membuka pintu.

Tubuh Salma membeku, dadanya terasa sesak dengan tatapan nanar memperhatikan sekitar. Ruangan yang ia masuki tengah dipenuhi isak tangis dan air mata. Hingga matanya tertuju pada seseorang yang kini terbaring pucat dengan mata tertutup di ujung sana.

"Rony jangan tinggalin mama, hiksss."

"Ma, kita harus ikhlasin Rony, hikss."

"Pa tolong bangunin Rony, hiks."

Suara-suara itu semakin membuat Salma seperti dihantam batu besar. Kakinya melemas membuat Salma hampir terduduk di lantai jika Paul tidak segera memegangi gadis itu.

"Onty!" teriak seorang anak kecil dengan air mata yang menetes dalam raut kebingungan.

"Onty tolong bilang sama mereka kalau uncle nggak pergi. Kenapa mereka bilang uncle pergi, jangan tinggalin mereka. Uncle cuma lagi sakit dan sekarang harus tidur dan istirahat. Iya kan onty?" racau gadis kecil itu menggoyangkan tubuh Salma yang tertunduk lemas.

Titik Terbaik | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang