Garis 28: Demam Jantung

4.8K 341 26
                                    

"Jangan datang jika hanya akan menabur garam pada luka ku yang bahkan belum kering"

***

Setelah beberapa hari di rumah sakit akhirnya Rony sudah diizinkan untuk pulang. Selama Rony di rumah sakit Salma selalu menyempatkan diri mengunjungi Rony sebelum berangkat dan sepulang kantor. Sementara untuk menginap, Salma selalu gantian dengan Paul.

Untuk urusan Nai menjadi tanggung jawab Salma, Nabila dan Paul. Meski tetap saja Salma yang banyak mengambil andil, karena gadis kecil itu lebih dekat pada dirinya. Seperti saat tidur, Nai lebih sering didongengkan oleh Salma jika gadis itu tidak menginap di rumah sakit.

"Nai udah dijemput sama Paul, mereka udah jalan ke sini," jelas Salma yang sedang sibuk membereskan barang-barang milik Rony.

"Padahal nggak harus sampai bolos ngantor juga, Sal. Kan ada Nabila sama Paul," balas Rony yang tampak sudah jauh lebih baik, meski masih ada sedikit rasa lemas yang tersisa dan luka ditangannya yang masih harus dijaga.

"Gapapa, lagian di kantor juga nggak lagi banyak kerjaan."

"Thank's ya, Sal."

"Iya, sama-sama. Udah ah, bisa mabok ucapan terimakasih gua dari kemaren makasih mulu." Rony tertawa mendengar jawaban Salma yang selalu ajaib dan diluar prediksi Rony.

"Bisa sendiri nggak?" tanya Salma melihat Rony yang berusaha turun dari tempat tidurnya.

"Bisa, kan yang sakit tangan gua Sal, bukan kaki."

"Iya juga sih," balas Salma membenarkan ucapan Rony.

"Kalau ini jangan bilang bisa sendiri deh, sini gua bantu," ujar Salma melihat laki-laki itu tampak kesulitan saat mengenakan jaket ungu miliknya.

Salma mengambil alih jaket itu dari tangan Rony. Dengan hati-hati Salma memakaikan jaket itu kepada Rony tanpa membuat laki-laki itu kesakitan. Salma sampai harus berputar ke belakang Rony untuk memakaikan lengan baju satu lagi pada tangan Rony.

Tidak sampai di situ saja, Salma juga menarik resleting jaket itu agar Rony tidak perlu repot lagi. Sementara Rony hanya diam memperhatikan Salma dengan wajah seriusnya. Hal tersebut membuat sudut bibir Rony terangkat menampilkan senyum bulan sabit khas miliknya.

"Udah selesai," ujar Salma mendongakkan kepalanya membuat Rony dan Salma beradu pandang untuk beberapa detik. Sesaat kemudian Salma tersadar dan reflek membalikan badannya untuk bergegas menjauh.

"Aaa!" teriak Salma tiba-tiba saja kehilangan keseimbangan. Dengan cepat Rony menarik tangan Salma, agar gadis itu tidak jatuh ke lantai.

Bugh! Salma sudah memicingkan matanya pasrah akan mendarat dengan indah diatas keramik. Tapi itu bukan suara Salma yang jatuh ke lantai. Melainkan suara Salma yang menubruk dada bidang milik Rony.  Merasakan dirinya justru menubruk benda empuk, Salma membuka matanya.

Salma membelalak kaget, karena sekarang ia sedang berada dalam pelukan Rony, tepat menempel di dada bidang laki-laki itu. Salma mendongak menemukan Rony yang ternyata menatap ke arahnya. Kini benar-benar tidak ada jarak diantara keduanya.

Salma bisa melihat dengan jelas pahatan indah wajah milik Rony. Begitupun dengan Rony yang bisa melihat dengan jelas wajah menggemaskan Salma. Rony terpesona, tidak! bukan hanya Rony. Lebih tepatnya keduanya saling terpesona.

"Sorry," kata Salma segera menjauh dari Rony. Untuk sesaat rasa canggung dan salah tingkah menguasai keduanya.

"Gapapa, udah gua bilang selalu hati-hati Sal."

"Iya Rony," balas Salma dengan nada dibuat-buat yang justru terdengar menggemaskan.

"Kenapa? Tubrukan gua keras ya tadi?" tanya Salma khawatir saat melihat Rony memegangi dadanya. Khawatir laki-laki itu kesakitan akibat dirinya.

Titik Terbaik | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang