Sebelum kalian lanjut baca aku kasih tau seperti yang udah aku bilang sebelumnya kalau cerita ini kembali ke judul semula. Semoga kalian bisa menikmati dan mencintai cerita ini, salam sayang💕
***
Hujan tiba-tiba turun ditengah perbincangan Salma dan Rony. Langit seperti ikut bersedih dan menangis untuk mereka.
"Masuk dulu, di luar lebih dingin kalo hujan," kata Rony membawa Salma untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Ayo," lanjut Rony yang sudah siap dengan jaket di atas kepalanya sebagai payung. Ia meminta Salma untuk ikut bersamanya agar gadis itu tidak basah saat menuju teras rumah miliknya.
Tanpa kata Salma mengikuti instruksi laki-laki itu. Kini Salma berada di bawah jaket milik Rony. Jarak mereka saat ini sangat dekat bahkan bisa dikatakan tidak ada jarak antara keduanya.
Salma dapat melihat wajah tampan Rony meskipun di bawah rembulan seperti saat ini. Lengan Rony menggeser Salma agar lebih mendekat tidak ingin Salma terkena hujan.
"Hitungan ketiga kita lari," Salma mengangguk sebagai jawaban.
"Satu, dua, tiga!" Rony membawa Salma berlari menuju teras rumah miliknya.
"Hahaha, hujannya kurang ajar banget tiba-tiba deres pas kita di tengah," ujar Salma mengibas air pada kerudung miliknya.
Rony tersenyum melihat tawa Salma. Ia seperti merasakan sesuatu yang telah lama hilang saat melihat tawa gadis itu.
"Masuk dulu, gua bikinin teh." Perkataan Rony membuat Salma sedikit terkejut, karena ternyata laki-laki ini bisa manis juga.
"Tapi-"
"Tenang aja, di rumah ada pembantu sama kakak ipar gua juga. Jadi lu nggak perlu khawatir," potong Rony yang mengerti kekhawatiran Salma.
Kini Salma sudah berada di ruang tamu rumah Rony. Laki-laki itu meminta dirinya untuk menunggu di sana sebentar. Salma kira di dalam lebih baik, tapi justru suasana rumah ini terasa lebih dingin daripada udara di luar. Seperti tidak ada kehidupan dalam rumah ini.
Salma memperhatikan sekitar, tidak ada hal yang menarik dari rumah ini. Bahkan interiornya terlihat hambar, tidak ada warna yang menghiasi. Pun Salma dapat merasakan tidak ada kehangatan keluarga yang terasa seperti rumah pada umumnya.
"Ini, diminum dulu." Rony datang membawa secangkir teh untuk Salma.
"Bikinan lu sendiri?" tanya Salma memandang minumannya.
"Nggak gua kasih racun, minum aja." Salma tertawa mendengar jawaban Rony.
"Nai mana?" tanya Salma menyadari ketidakhadiran Nai sedari tadi.
"Jam segini lagi nemenin mamanya, meskipun nggak akan ada obrolan diantara mereka."
"Lu hebat banget Ron," ujar Salma menatap Rony dengan tulus.
"Lu bisa bikin Nai jadi anak yang baik, pinter, peduli, kuat dan hebat." Rony memperhatikan Salma.
"Meskipun gua tau, lu sendiri lagi nggak baik-baik aja."
"Apapun yang terjadi, kebahagiaan Nai adalah prioritas gua saat ini."
"Nai pasti bangga punya om kayak lu, Ron."
"Semoga aja ya Sal. Semoga cara gua buat bikin dia bahagia nggak jadi sumber kecewa buat dia."
Salma mengerti arah pembicaraan Rony. Jika nanti Nai sudah mengerti dengan apa yang terjadi, maka ia akan mengetahui semuanya. Jika papa Nai tidak kembali, maka kebohongan Rony akan menjadi
boomerang untuk dirinya sendiri."Ontyy!" teriak gadis kecil yang berlari menuju Salma. Nai langsung memeluk Salma dengan erat.
"Nainai, jangan lari-lari nanti kamu jatoh," ujar Salma membalas pelukan gadis kecil itu .
"Hehehe, maaf onty," balas Nai dengan dua tangan di depan dada.
"Duh gemes banget sih, iya aku maafin kok." Rony tersenyum melihat interaksi Salma dan Nai.
Ada sisi keibuan yang dapat Rony lihat dari interaksi Salma saat bersama Nai. Lucu, satu kata yang saat ini terlintas di otak Rony.
"Makasih ya onty kue unicorn nya, Nai suukaa banget."
Mendengar ucapan Nai, Salma menatap Rony. Kemudian Rony mengangguk seperti sedang meyakinkan Salma.
"Iya, sama-sama sayang," balas Salma lembut.
"Kok onty kayak nggak kenal aku pas di taman?" Pertanyaan Nai membuat Salma terdiam. Ia kembali menatap Rony meminta bantuan.
"Kan waktu itu onty nya masih menjalankan misi rahasia. Jadi, kamu belum boleh tau." Kali ini Rony yang membantu Salma untuk menjawab.
"Ooh gitu," balas Nai mengangguk paham.
Nai terlihat sibuk berbincang dengan Salma, sementara Rony hanya menjadi pendengar obrolan dua perempuan lintas generasi di depannya. Seulas senyum tak hentinya tercipta dari bibir Rony melihat Nai yang begitu antusias menceritakan setiap hal yang terjadi pada Salma.
Selama ini Rony hanya melihat Nai bercerita kepada sang mama dengan mata sendu. Gadis kecil itu bercerita tanpa mendapatkan respon seperti saat bersama Salma sekarang ini.
"Onty, kenapa kalau orang dewasa menyebut cowok sama cewek yang berduaan itu pacaran?" pertanyaan Nai membuat Salma dan Rony kaget sekaligus bingung.
Keduanya tampak bingung harus menggunakan cara apa untuk menjelaskan pada Nai. Mereka harus bijak dalam memilih kalimat yang akan disampaikan. Agar Nai mudah memahami dan tidak salah mengartikan.
"Tidak semua yang berduaan itu pacaran, Nai," jawab Salma ragu, takut-takut jawabannya salah.
"Ada juga yang hanya berteman," lanjut Salma.
"Uncle sama onty teman atau pacar?" Pertanyaan Nai membuat keduanya menunduk. Entah apa yang terjadi, bukankah seharusnya mereka bisa menjawab dengan gamblang kalau mereka adalah teman.
"Kita teman Nai," jawab Salma.
"I-iya kita teman," sambung Rony membenarkan. Sementara si empunya pertanyaan hanya mengangguk.
"Jadi pacaran itu apa?" Anak ini rasa ingin tahunya terlalu tinggi. Membuat Rony dan Salma kuwalahan untuk menjawab. Lagian darimana anak sekecil ini tau tentang pacaran.
"Kalau udah besar uncle kasih tau. Anak kecil nggak boleh ngomong pacar-pacaran. Ngerti?"
"Ngerti uncle," jawab Nai. Anak itu tidak pernah membantah ucapan dan perintah unclenya.
***
Benar-benar chemistry dan semesta adalah kolaborasi yang indah dalam menghadirkan mereka 🥺💕💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terbaik | END
Teen FictionKita selalu berkata biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Hingga tanpa sadar perjalanan itu menemukan satu titik yang sama. Mempertemukan kita yang tidak pernah saling sapa, mendekatkan kita hingga tidak ada jarak. Semua tentang mu menjad...