"Jangan sendirian, biarkan kita berjalan beriringan"***
Ruangan bernuansa putih nan menenangkan sekarang menjadi dingin dan terasa mencekam. Hal itu disebabkan oleh dua orang yang sedari tadi tampak diam dan sepertinya sedang terlibat perang dingin.
"Lu berdua kenapa sih?" tanya Paul tidak tahan melihat tingkah Rony dan Salma.
"Tanya temen lu tuh," jawab Salma mengangkat dagunya menunjuk ke arah Rony.
"Kenapa sih Ron?"
"Gua nggak setuju sama rencana Salma, jadi dia marah," Rony menatap Salma yang masih memalingkan wajahnya.
"Emang rencana kak Salma apa?" kini Nabila membuka suara.
"Dia mau nyelinap ke kantor buat nyari info lewat data perusahaan. Masalahnya dia minta gua buat jaga di luar."
"Apa salahnya sih Ron. Lu tinggal jaga di luar buat mastiin nggak ada orang yang liat kita. Gua yg masuk buat ambil berkasnya."
"Nggak mungkin gua biarin lu masuk sendirian," ujar Rony dengan tegas. Semua yang ada di sana jadi terdiam menatap ke arah Rony.
"Lu cewek," lanjut Rony menurunkan nada bicaranya.
Salma tidak lagi membalas ucapan Rony. Rony kembali melihat Salma, tampaknya gadis itu masih keras kepala ingin menjalankan aksinya.
"Sekarang gua tanya, lu udah tau dimana pastinya berkas itu disimpan?" tanya Paul mencoba mencari jalan tengah.
"Gua tau," jawab Salma cepat.
"Kalau gitu gua ikut bantu deh nanti."
"Aku juga!" Seru Nabila dengan cepat menimpali ucapan Paul.
"Nggak usah Nabila," balas Paul tidak mengizinkan Nabila.
"Paul benar, kamu nggak usah ikut Nab." Raut wajah Nabila berubah sedih.
"Kan aku juga mau bantu kak Salma," kata Nabila dengan air mata yang sudah berlinang. Sedikit lagi bulir bening itu berhasil lolos dari pelupuk mata Nabila.
"Yaudah deh, kamu boleh ikut. Tapi jangan jauh-jauh, harus sama aku terus selama di sana."
"Anjir lu, kenapa main izinin aja sih. Perasaan kakaknya Nabila gua dah," Salma tidak habis pikir dengan jalan pikiran bule lalu-lalang ini.
"Gua nggak bisa liat dia sedih Mak. Tenang, nanti gua yang jagain."
"Modus njir." Rony hanya bisa menyimak keributan di depannya. Sementara Nabila sudah tenang dengan senyum merekah.
"Emang iya, masalah buat lu. Mau gua modusin juga lu?"
"Ih, ogah gua mah," jawab Salma merasa geli.
"Ekhem," deheman Rony menghentikan perdebatan keduanya.
"Oh iya, maaf Ron. Ini anak emang berisik banget, suka ngajak ribut." Salma menginjak kaki Paul sebagai balasan.
"Gila! serasa diinjak gajah gua," teriak Paul kesakitan.
"Udah kak udah, kasian Paul."
"Pusing gua sama orang bucin."
"Jadi gimana?" tanya Rony tidak ingin lagi mendengar kelanjutan perdebatan yang tidak kunjung usai ini.
"Kita jalanin rencana Salma aja Ron. Lu sama Salma masuk, gua sama Nabila yang jaga."
"Kan gua udah duga dia mod-"
"Oke, kayak gitu lebih aman," potong Rony membuat Salma kesal. Sebuah boombastice side eyes dihadiahi Salma pada laki-laki di depannya itu.
"Sorry," ujar Rony menyadari hal yang dilakukan barusan adalah tindakan yang salah.
"Gua harus potong, supaya perdebatannya nggak jadi lebih panjang lagi."
"Siapa juga yang berdebat." Mood Salma benar-benar tidak bersahabat kali ini.
"Kalau gitu gua pamit dulu."
"Kok buru-buru sih kak."
"Mau jemput Nai," balas Rony singkat kemudian beranjak pergi.
"Nai pacarnya kak Rony?" tanya Nabila pada Paul.
"Nai keponakannya yang kemaren Nabila cantik," jawab Paul dengan kesabaran setebal harapan orang tua.
"Orang kayak Rony mah nggak punya pacar. Boro-boro ada yang mau, keburu gedeg kali tuh cewek sama modelan kayak dia."
"Iya, sama kayak lu. Cocok itu," ujar Paul mencibir.
"Paul anjing." Satu pukulan mendarat di pundak kokoh milik Paul.
"Kak mulutnya," omel Nabila membuat Salma mengurungkan niatnya yang masih ingin mengeluarkan kata-kata mutiara untuk Paul. Sudah lama rasanya Salma tidak war dengan bule lalu-lalang itu.
"Hehehe, iya Nab maap ya." Paul hanya bisa menahan tawa melihat Salma tidak bisa berkutik. Nabila dan Salma itu ibarat mobil, Salma adalah gas dan Nabila adalah rem.
"Jadi ngejalanin rencananya kapan?" tanya Paul kembali ke dalam mode serius.
"Lusa," balas Salma singkat.
"Assalamualaikum, adik Syarla yang paling cantik manis dan rajin menabung datang."
"Waalaikumsalam," jawab ketiganya serentak.
"Wah bau-bau bawa makanan nih," ujar Salma langsung bersemangat melihat dua kantong kresek yang dibawa Syarla.
"Oh tentu dong, ini ada martabak sama nasi goreng legendaris abang komplek buat kak Salma dan Nabila."
"Wah, makasih ya Syarluv," balas Nabila berbinar.
"Makasih Cala, sayang deh."
"Buat gua nggak ada?" tanya Paul melihat hanya ada 3 bungkus nasi goreng di sana.
"Yah, aku nggak tau kalau kak Paul ada di sini." Gadis itu benar-benar tidak tau jika Paul juga sedang bersama mereka.
"Yaudah, kak Paul makan martabak aja ya."
"Nggak boleh, ini punya gua," kata Salma dengan cepat membawa sekotak martabak ke dalam pelukannya.
"Pelit lu, awas ntar kuburannya sempit." Salma tidak menghiraukan Paul.
"Makan sama aku aja kak." Perkataan Nabila membuat Paul tersenyum senang dan menatap Salma penuh kemenangan.
"Makasih ya Nabila. Makasih juga buat Salma, gua jadi makan satu berdua sama Nabila."
"Dasar nggak modal. Gimana mau jadian, beli nasi goreng sebungkus aja nggak sanggup." Perkataan Salma membuat Syarla terbahak.
"Bule termiskin di dunia," lanjut Salma.
"Sal, anjir lu."
Syarla dan Nabila hanya bisa tertawa melihat tingkah Salma dan Paul. Mereka seperti abang adek yang saling usil dan kerjaannya cuma berantem mulu. Sering berantem tapi saling sayang juga, sebagai saudara.
***
Noted:
Jangan rusak rencana mereka dengan komentar egois dan ekspektasi yang tidak bernalar.
❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terbaik | END
Teen FictionKita selalu berkata biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Hingga tanpa sadar perjalanan itu menemukan satu titik yang sama. Mempertemukan kita yang tidak pernah saling sapa, mendekatkan kita hingga tidak ada jarak. Semua tentang mu menjad...