"Kamu yang selalu berusaha meyakinkan ku disetiap keraguan"
***
"Beneran ini alamatnya, Sal?" tanya Rony menghentikan mobilnya di sebuah rumah dengan pintu coklat nan eksotik itu.
"Benar sesuai alamatnya ini, Ron."
Keduanya turun dari mobil berniat mengetuk pintu rumah itu, agar mereka bisa bertemu dengan si pemilik rumah. Meski Salma sedikit ragu, karena rumah ini terlihat sepi dan seperti sudah lama ditinggal.
"Permisi!" teriak Salma berharap ada jawaban dari dalam.
"Coba sekali lagi, Sal."
"Permisi!" Teriak Salma kembali namun tetap tidak ada jawaban.
"Apa mereka lagi nggak di rumah ya?" tanya Salma.
"Cari siapa nak?" tanya seorang ibu-ibu yang tiba-tiba datang menghampiri mereka.
"Maaf buk, apa ibuk kenal orang ini?" tanya Rony memperlihatkan selembar foto pada wanita paruh baya itu.
"Oh, ini namanya Kania. Anak perempuan yang punya rumah ini."
"Jadi benar ini rumah Kania buk?"
"Iya, tapi keluarganya baru saja pindah beberapa bulan yang lalu. Untuk Kania sendiri sudah lama tidak terlihat, Nak."
Salma dan Rony saling tatap. Kemudian Rony mengangguk seperti meyakinkan Salma untuk tidak menyerah.
"Kalau boleh tau mereka pindah ke mana buk?" tanya Salma berharap mendapatkan jawaban yang ia inginkan.
"Ke kampung sebelah, dengar-dengar keluarganya lagi kesusahan. Jadi, mereka pindah ke rumah yang lebih kecil."
"Sebentar ya," ibu-ibu itu pergi masuk ke dalam rumahnya yang berada tidak jauh dari rumah Kania. Tidak butuh waktu lama, ibu-ibu itu kembali keluar dengan secarik kertas di tangannya.
"Ini alamatnya."
"Wah, terimakasih banyak buk," ucap Salma menunduk.
"Terimakasih buk," sambung Rony mengikuti Salma.
"Semoga kali ini ketemu ya, Ron," ujar Salma.
"Gua yakin ketemu, Sal," balas Rony membukakan pintu mobilnya untuk Salma.
***
Kini keduanya sudah berada di dalam mobil hitam milik Rony. Seperti biasanya, tidak banyak obrolan yang tercipta diantara keduanya. Meski sebenarnya Rony ingin sekali membuka obrolan dengan Salma.
"Eum, Sal," panggil Rony memberanikan diri.
"Iya Ron," balas Salma menatap ke arah Rony.
"Mau dengar musik?" Rony merutuki dirinya sendiri merasa pertanyaannya rada aneh.
"Boleh," jawab Salma singkat.
Tidak butuh waktu lama, alunan musik terdengar mengisi keheningan di antara mereka.
"Lu suka dewa 19?"
"Yah, my favorit, lu gimana?"
"Suka, dulu juga gua pernah bawain aku milikmu di acara lomba kampus," jawab Salma dengan cengiran khasnya.
"Serius? Itu lagu kesukaan gua." Salma mengangguk.
"Berarti lu bisa nyanyi, coba dong dikit."
"Dih, nggak mau gua. Malu, suara gua jelek Ron."
"Bohong, kalau jelek nggak mungkin bisa ikut lomba."
"Duh, ya pokoknya jangan deh, malu."
"Yaudah, kapan-kapan aja gua denger lu nyanyi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terbaik | END
Teen FictionKita selalu berkata biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Hingga tanpa sadar perjalanan itu menemukan satu titik yang sama. Mempertemukan kita yang tidak pernah saling sapa, mendekatkan kita hingga tidak ada jarak. Semua tentang mu menjad...