"Sal, kenapa?" tanya Rony menyadari Salma yang kini tengah menangis di kursi belakang.
"Gua mau pulang, Ron." Hanya itu yang Salma ucapkan, tidak ada jawaban untuk pertanyaan laki-laki itu.
Rony tidak memungkiri jika ia khawatir, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tidak bisa memaksa Salma untuk menceritakan apa yang terjadi. Yang Rony tau, Salma sempat berbicara dengan seorang laki-laki di depan sana. Tapi Rony tidak kenal dengan sosok itu dan apakah dia penyebab Salma menangis.
"Om tadi nakal, aunty jadi nangis. Nai nggak suka," ujar Nai memeluk Salma dari samping dengan cemberut.
"Nggak, onty nggak nangis sayang," balas Salma dengan cepat mengusap air matanya.
"Orang dewasa suka bohong." Salma tersenyum getir mendengar ucapan Nai.
"Siapa Sal?" tanya Rony mengerti bahwa laki-laki tadi adalah penyebab Salma menangis.
"Darrel," jawab Salma singkat membuat Rony merasa dejavu. Ia benar, Darrel adalah orang yang tempo hari juga menjadi bahan pembicaraan mereka saat bersama Nabila dan Paul.
"Gua langsung ke rumah aja, Ron. Capek banget soalnya hari ini banyak kejutan," sambung Salma cukup lelah untuk berbagai kejadian hari ini yang berhasil mengurus energi dan emosinya.
Membiarkan Salma kembali diam dengan emosi dan pikiran yang entah seperti apa menjadi pilihan Rony untuk menghabiskan sisa perjalanan ini. Tepat saat mobil hitam itu berhenti, Salma kembali membuka suara.
"Onty pulang dulu ya, maaf hari ini onty nggak bisa main sama Nai," pamit Salma.
"Iya gapapa onty. Onty istirahat ya, jangan nangis lagi," balas gadis kecil itu mengusap pipi Salma lembut.
"Siap bos kecil."
"Ron, thanks ya udah antar jemput gua hari ini."
"Sama-sama, Sal. Kalau butuh apa-apa jangan sungkan hubungin gua." Salma hanya mengangkat jempolnya sebagai jawaban.
Setelah mobil Rony terlihat menjauh meninggalkan pekarangan rumah milik Nabila, Salma segera masuk. Gadis itu berlari menuju kamar dengan tangis tak tertahan. Akhirnya pertahanan Salma benar-benar runtuh, tangisnya pecah dengan emosi tak terbendung.
"Kenapa harus datang lagi, hiksss," tangis Salma meremas bantal di depannya.
"Gue udah berusaha lupain semua hal tentang lo. Gue udah lupain semua kisah indah bahkan hal menyakitkan yang lo lakuin. Tapi kenapa tiba-tiba datang lagi."
Rasa sakit itu kembali muncul, persis saat dua tahun lalu dimana untuk pertama kalinya Salma merasakan sakitnya dikhianati. Laki-laki yang selalu Salma banggakan, yang Salma harap dapat menjadi lelakinya, justru menghancurkan Salma sedalam ini.
Rasa sayang dan perhatian serta perlakuan lembut laki-laki itu hilang seketika. Bahkan saat Salma mengalami titik terendah dalam hidupnya laki-laki itu justru pergi, tidak memberikan tempat bersandar bagi Salma.
"Kenapa harus ketemu lo lagi! Brengsek!" teriak Salma sebagai bentuk luapan emosinya.
"Gue capek harus ingat tentang lo lagi, gue capek harus berusaha sembuh lagi. Ini semua karena lo, Darrel."
Salma menangis sejadi-jadinya meluapkan segala emosi yang selama ini ia pendam. Menyuarakan rasa sakit yang selama ini ia rasakan dengan teriakan dan tangisan. Setelah dua tahun, Salma kembali menangisi laki-laki tidak tau diri itu.
Cukup lama menangis, ada rasa lelah yang menghampiri Salma. Ternyata benar, menangis itu melelahkan, tapi dapat menjadi obat karena setelahnya akan tertidur dan melupakan sejenak masalah yang menyerang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terbaik | END
Teen FictionKita selalu berkata biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Hingga tanpa sadar perjalanan itu menemukan satu titik yang sama. Mempertemukan kita yang tidak pernah saling sapa, mendekatkan kita hingga tidak ada jarak. Semua tentang mu menjad...