"Tidak ada badai yang tak berlalu, bertahanlah hingga waktu itu datang"
***
"Powl mau kemana?" tanya Nabila yang melihat Paul terburu-buru dengan raut wajah khawatir.
"Nyusulin Rony," balas Paul mempercepat langkahnya.
"Kak Rony kenapa kak?" tanya Nabila pada Salma yang baru saja datang.
"Nggak tau," jawab Salma berlalu pergi ke kamarnya.
Nabila segera menyusul Salma. Rasa penasarannya masih belum terbayarkan. Ia akan mencoba berbicara pada kakak sepupunya itu kali ini. Meskipun ia bisa mengetahuinya dari Paul yang telah lebih dulu berbincang dengan Salma, tetap saja Nabila ingin mendengar semuanya secara langsung.
"Kak Salma," panggil Nabila pada Salma yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut basah miliknya.
"Lapar?" tanya Salma yang dibalas gelengan oleh Nabila.
"Ada apa sih kak?" tanya Nabila menggigit bibir bawahnya merasa sedikit takut.
Salma menatap Nabila dalam diam untuk beberapa detik, kemudian menghela napas dan beranjak duduk di samping gadis itu. Akhirnya Salma menjelaskan semua yang terjadi pada Nabila.
"Kak, aku cuma mau bilang kalau yang salah itu Raka. Abangnya dan kak Rony itu dua orang berbeda kak," tutur Nabila tidak ingin kakaknya berada dalam pemikiran yang salah.
"Beli martabak depan komplek yuk, Nab. Mumpung waktu Maghrib masih lama." Nabila memutar bola matanya malas, dia sudah bisa menebak Salma akan mengalihkan topik pembicaraan.
"Jangan ngehindar terus kak," ujar Nabila mengekori Salma dari belakang.
Sementara Salma hanya diam hingga mengeluarkan motornya dan meminta Nabila untuk naik. Di atas motor tetap saja tidak ada obrolan antara keduanya.
Salma yang memilih diam dan Nabila yang tidak ingin membuka obrolan kembali karena mengetahui kakaknya itu sedang tidak ingin diganggu. Nabila membiarkan Salma bergelut dengan pikirannya sendiri.
***
"Ron, Rony!" teriak Paul memasuki rumah Rony. Rumah dengan keadaan yang selalu sama, sepi.Tidak ada jawaban dari Rony. Rumah itu seperti tidak berpenghuni. Paul beranjak ke ruang keluarga, betapa terkejutnya laki-laki itu saat menemukan beberapa koper yang berjejer di lantai. Bukan, itu bukan koper kosong melainkan koper yang sudah terisi dengan baju-baju yang tentunya milik Rony dan Nai.
"Apa rencana lu, Ron?" racau Paul sembari menuju lantai atas dengan langkah tergesa-gesa.
"Nai," panggil Paul yang hanya menemukan gadis kecil itu di kamar Rony.
"Uncle mana?" tanya Paul berjongkok menangkup kedua pipi Nai yang masih dibasahi air mata.
"Di dalam, daritadi belum keluar," jawab Nai menunjuk ke arah kamar mandi dengan nada ketakutan.
"Oke, sekarang Nai tunggu di kamar Nai ya," pinta Paul yang tentu saja diikuti oleh anak baik itu.
Setelah memastikan Nai kembali ke kamarnya, Paul segera kembali menuju kamar mandi Rony.
"Ron, buka pintunya!" teriak Paul mulai cemas dengan berbagai pikiran buruk dalam kepalanya.
"RONY!" teriak Paul semakin kencang, namun tetap tidak ada jawaban dari Rony.
Brakk! Tidak bisa bersabar lebih lama lagi, Paul memilih untuk mendobrak pintu di depannya.
"Si anjing!" umpat Paul melihat Rony yang sudah terkapar kedinginan dengan darah di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terbaik | END
Teen FictionKita selalu berkata biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Hingga tanpa sadar perjalanan itu menemukan satu titik yang sama. Mempertemukan kita yang tidak pernah saling sapa, mendekatkan kita hingga tidak ada jarak. Semua tentang mu menjad...