"Lu siap kan, Ron?" tanya Novia pada laki-laki di sebelahnya yang kini menatap lurus pintu ruangan yang tertutup di depan mereka.
"Siap banget malah, Nop."
Novia mengangguk paham, kemudian bergerak mengetuk pintu itu dan melangkah masuk. Seperti biasa, mereka akan disambut laki-laki paruh baya yang sedang duduk di kursi kebesarannya.
"Saya tidak panggil kalian ke sini," kata laki-laki itu dengan kasar.
"Kami datang untuk pergi," kata Rony melempar surat pengunduran diri mereka.
"Terimakasih untuk tawaran anda sebelumnya. Saya sama sekali tidak tertarik, dan saya mengundurkan diri."
"Apa kamu tidak akan menyesal?"
"Untuk apa saya menyesal? Saya tidak akan bekerja untuk orang licik seperti anda."
"Sadarlah pak Rengga," ujar Novia menambahkan.
"Kami permisi," ucap keduanya masih menyisakan sikap sopan mereka untuk yang lebih tua.
Raut kekesalan tampak jelas di wajah pak Rengga. Laki-laki itu segera mengambil ponsel miliknya dan menelpon seseorang.
"Awasi dua orang yang ada di foto itu," perintah Rengga pada orang diseberang sana.
"Kalian pikir saya tidak tau siapa kalian, bocah ingusan yang amatir."
***
"Gimana guys?" tanya Paul pada Salma dan Rony.
"Laporan udah masuk, butuh waktu buat di proses. Pengacara kita lagi usaha biar cepet dan bisa dibawa ke persidangan."
"Kak Salma udah kasih tau paman?" tanya Nabila.
"Udah Nab, bunda sama ayah juga."
"Novia lu aman kan?"
"Aman, tenang aja. Gua cuma mau bilang kita harus tetep hati-hati."
"Gua yakin, pak Rengga nggak mungkin tinggal diam."
"Iya Nop, gua setuju sama lu."
"Cepat atau lambat mereka akan tau kita punya bukti."
"Pria itu akan lakuin apapun buat hilangin bukti itu," sambung Rony.
Salma jadi gelisah mendengar ucapan Novia. Ia jadi berpikir kembali, apakah ini memang langkah yang tepat untuk menyelesaikan ini semua. Salma jadi takut ini akan menjadi masalah baru dan membuat mereka dalam bahaya.
"Tenang, ada kita di sini," kata Rony lembut menggenggam jemari Salma, menyadari ada ketakutan pada gadisnya itu.
"Jangan ragu Sal, tinggal selangkah lagi."
"Bener kak Salma, aku yakin kita akan menang."
"Ucapan Nabila nggak pernah salah, Sal,", celetuk Paul.
"Pilihan dia juga nggak pernah salah, contohnya gua," sambungan Paul mencoba mencairkan suasana.
"Paul goblok," umpat Salma kelepasan.
"Elu ya, emang nggak ada sopannya sama abang sendiri."
"Dih, sejak kapan gua saudaraan sama bule lalu lalang kek lu."
"Jangan gitu, ntar gua tinggal kangen."
"Ron, tolong dong teman kamu yang satu ini lempar aja ke palung mariana."
"Powl udahan isengin cewek gua."
"Wah parah, lebih milih pacar dari pada sahabat lu Ron."
"Oh jadi kamu lebih milih kak Rony daripada aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terbaik | END
Teen FictionKita selalu berkata biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Hingga tanpa sadar perjalanan itu menemukan satu titik yang sama. Mempertemukan kita yang tidak pernah saling sapa, mendekatkan kita hingga tidak ada jarak. Semua tentang mu menjad...