"Ron, lu kenapa. Jawab gua!" teriak Salma tidak tahan melihat tingkah Rony.
"Mama masuk rumah sakit," jawab Rony bergegas memasukan baju miliknya dan Nai ke dalam koper.
"Gua anter lu, Ron. Nggak baik nyetir dalam kondisi kayak gini."
"Kalau gitu gua ikut," sambung Salma.
"Kalau kak Salma ikut aku juga."
"Ayo buruan!" Rony sama sekali tidak menolak keinginan mereka.
***
Butuh perjalanan sekitar tiga jam untuk mereka sampai di sana. Disepanjang perjalanan, Salma berusaha menenangkan Rony bahwa mamanya pasti baik-baik saja.Saat sampai di rumah sakit tempat sang mama dirawat, Rony segera mencari kamar milik sang mama. Ketakutan dan kekhawatiran jelas terpancar dari laki-laki itu.
"Mama," ujar Rony saat memasuki ruangan beraroma obat itu.
"Raka," balas perempuan paruh baya yang tengah terbaring di atas brangkar.
"Ini Rony, ma. Bukan Raka."
"Ah, mama kira Raka. Pah, mama mau istirahat." Perempuan paruh baya itu segera merebahkan dirinya dan memejamkan mata.
Rony menghela napas, ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Rumah itu masih dingin dan beku. Namun rasa khawatirnya tetap membawanya sampai ke sini. Memastikan mamanya dalam kondisi baik.
"Kita bicara di luar, Nak."
Rony mengikuti sang papa meski hatinya masih enggan untuk keluar. Di luar Salma, Nabila dan Paul masih setia menunggu. Tidak lupa Nai yang berada dalam pelukan Salma.
"Om," sapa Paul segera berdiri menyalami papa Rony, diikuti dengan Salma dan Nabila.
"Kenalin ini Salma sama Nabila, Pa. Teman Rony dan Paul."
"Salma, om" "Nabila, om"
"Ah iya, terimakasih sudah datang ke sini."
"Sama-sama om," balas Salma dan Nabila kompak.
"Cucu papa, sini sayang." Nai menolak, ia justru memeluk Salma erat tidak ingin beralih.
"Nai masih marah sama kakek?" gadis kecil itu hanya diam.
"Duduk dulu Pa," ujar Rony.
"Ron," panggil sang papa terlihat serius .
"Papa minta maaf," lanjutnya. Rony hanya menunduk diam.
"Tidak seharusnya papa biarkan kamu sendirian menyelesaikan ini semua. Papa terlalu mengikuti keinginan mama mu. Kami terlalu larut dalam kesedihan atas hilangnya abang mu. Sampai papa lupa kalau masih ada kamu dan Nai."
"Papa tau, banyak hal yang udah Rony lewatin. Bahkan, Rony hampir aja mati pa. Selama ini Rony nggak tau harus marah kemana. Nggak tau harus mengeluh ke siapa, nggak tau harus berdiskusi sama siapa. Nggak tau harus pulang kemana."
"Rony benar-benar sendirian, pa."
"Papa minta maaf," lirih laki-laki paruh baya itu segera memeluk Rony.
"Rony harap mama juga kayak papa."
"Pelan-pelan, mama akan sadar, Nak."
"Nai sini, peluk kakek," ujar Rony.
"Kakek udah nggak jahat? Udah mau main sama Nai? Nggak minta Nai untuk pergi lagi?"
Mendengar pertanyaan dari bibir mungil Nai membuat hati laki-laki paruh baya itu teriris. Menyadari betapa jahatnya dia pada gadis kecil yang merupakan cucunya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terbaik | END
Teen FictionKita selalu berkata biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Hingga tanpa sadar perjalanan itu menemukan satu titik yang sama. Mempertemukan kita yang tidak pernah saling sapa, mendekatkan kita hingga tidak ada jarak. Semua tentang mu menjad...