Tiga puluh.

4.9K 364 56
                                    


Adel POV

Setelah pertengkarannya dengan Zee di garasi rumahnya, Adel pergi mengendarai mobilnya dengan laju kecepatan yang tidak bisa diartikan lagi. Entah kenapa saat ini ia tak bisa meluapkan rasa sedihnya membuatnya tambah sakit. pikirannya kacau, dadanya sakit, tenggorokannya tercekat, matanya panas. Ia menyalahkan dirinya berkali kali. Bertanya kenapa semua ini terjadi?

Bingung ingin pergi kemana, nggak mungkin ia pulang kerumah dalam kondisi seperti ini, nggak mungkin juga ke basecamp karena ia tidak ingin mengundang pertanyaan bagi Deshara's. Ia tetap ingin melindungi nama baik kekasihnya itu.

Ia tau kemana tujuannya saat ini, ia melajukan mobilnya cepat untuk segera kesana. Tak perlu waktu lama, ia sampai disana. Tempat yang selalu memberikan kehangatan baginya.

Melangkah turun dari mobilnya, berat langkahnya. Perlahan berjalan meskipun dengan rasa sesak namun menikmati angin yang menerobos dirinya, mendudukan dirinya di tepi itu, memandang tenangnya air dan melemaskan seluruh badannya seakan akan mempersilahkan Alam untuk menguatkannya.

Danau, selalu menjadi tempat terbaik untuknya. Selalu menjadi saksi semua perasaannya. Safe Place baginya.

Menggoyang goyangkan kaki, menoleh ke kanan ke kiri dan bertanya

"Aku kurang apa ya Danau?" tanya nya nada lirih. Pertahanannya pun retak, air mata yang sudah ia tahan kini akhirnya terjatuh juga. Bahunya melemas lalu memeluk kedua lututnya dan ia menangis. Tangisan dengan nafas panjang, serasa tercekat dan berat. Tak perduli sekitar, ia hanya ingin mengeluarkan rasa sakitnya.

"Hal yang aku takutin ternyata semuanya terjadi, apakah hubungan pertemanan itu lebih dari teman?"

"Kenapa Shelia selalu merebutnya dari ku? Kenapa ia selalu berhasil merebutnya?"

Terputar semua memori antara Zee dan Adel. Betapa dekatnya dulu persahabat mereka, Zee dan aku yang selalu pulang pergi bareng, nginep bareng, jalan jalan setiap weekend, kemana mana selalu bareng, selalu bawain barang barang miliku, memberi berbagai macam hadiah kecil agar aku tidak sedih dan Zee yang nggak pernah absen memujiku setiap hari membuat hari harinya lebih indah dan bermakna. Tiba tiba datang murid pindahan dari sekolah lain.

Flashback On

"Anak anak, kita kedatangan teman baru. Silahkan memperkenalkan diri" ucap Bu Kinal.

"Hallo semuanya, namaku Ganesha Ashelia. Kalian bisa panggil aku Ashel. Salam kenal semuanya" ucap Ashel.

"Ashel kamu silahkan duduk di..." ucap Kinal mencari tempat.

"Ah Zee silahkan angkat tangan kamu" ucap Kinal.

"Duduk didepannya ya" ucap Kinal pada Ashel dan diangguki olehnya.

Zee yang merupakan seorang Ekstrovert tidaklah sulit baginya untuk mengenal satu sama lain. Aku yang seorang Introvert cukup kesulitan, namun karena adanya Zee semua terasa lebih mudah.

Zee meminta Ashel untuk menjadi sahabatnya dan sahabatku, Ashel pun menyetujuinya begitupun dengan aku. Aku tidak masalah sama sekali karena menurutku Ashel memang orang yang sangat mudah berbaur, memiliki banyak cerita lucu yang menghiburku setiap hari.

Tak terasa persahabat kita sudah berjalan lebih dari 3 Bulan, namun semua berawal dari sini. Ketika Zee memintaku untuk bertukar duduk pada Ashel, ia pun menukarkan waktuku untuk berdua dengan Ashel. Zee tidak pernah lagi punya waktu buat aku, ketika aku memintanya untuk menemaniku pasti ada saja alesannya. Meskipun Zee tidak terang terangan bilang padaku kalau dia suka sama Ashel, tetapi aku sudah bisa merasakannya kalau dia suka pada Ashel lebih dari seorang teman.

Love Hate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang