Empat puluh Empat.

4.5K 385 14
                                    


Keesokan paginya,

Kali ini bukan Zee yang mencari Adel tapi Adel yang mencari keberadaan Zee.

"Dicariin, kirain kemana" ucap Adel membuka pintu balkon terlihat sang kekasih duduk di sana.

"Kenapa?" tanya dingin Zee melirik sekilas ke arah Adel.

"Gapapa, ko gak bangunin? oh iya gak bagus juga ngerokok pagi-pagi Zee" ucap Adel dan Zee hanya mengangguk. Ia tak memperdulikan Adel, ia mengisap rokok yang berada di sela jarinya.

"Sarapan yuk kebawah" ajak Adel.

"lo mandi aja dulu" ucap Zee tanpa melirik ke Adel.

"lo udah mandi ya?" tanya Adel.

"gausah mikirin gue" jawabnya.

"Lah lo kan pa-"

"Sana mandi" perintah Zee memotong pembicaraan Adel. Adel menurut, ia menutup pintu balkon dan pergi ke kamar mandi.

Saat ini Zee dibingungkan dengan banyak macam perasaan yang ada dihatinya, ia tak mau melukai perasaan Adel namun Zee mau gadisnya itu mengerti kalau dirinya harus punya batasan.

Adel pun sama seperti Zee, ia dibingungkan dengan perasaannya saat ini. Ntah kenapa rasanya menjadi canggung sekali, ia masih merasa bersalah.

Setelah Adel selesai mandi, Zee menerima ajakan Adel untuk sarapan bareng. Tetapi selama perjalanan sampai di tempat duduk ya mereka diem-dieman aja fokus memakan makanannya masing-masing.

"Zeedel!" teriak Olla. Mereka berdua yang merasa dipanggil pun mengalihkan pandangannya tertuju pada yang memanggil.

"Sini la, ra gabung" ajak Zee kepada kedua sahabatnya itu. Mereka bertiga pun asyik mengobrol, Adel yang melihat itu pun melempar tatap sebel kepada Zee.

"Kenapa jadi bawel?? Daritadi dingin banget sama gue" batin Adel.

Tak lama dari itu Adel pun berpamitan ke Ballroom untuk sekedar memantau.

"La, ra gue duluan ya" ucap Adel berdiri dari duduknya.

"Kemana? Buru buru amat" jawab Olla.

"Ballroom, mantau aja. Duluan ya" ucap Adel kemudian meninggalkan mereka.

"Gue ikut" saut Zee dingin. Zee pun menyusul Adel.

Sesampainya di Ballroom, Adel mengelilingi ruangan itu untuk memastikan semuanya dalam keadaan baik. Sementara Zee, ia duduk disalah satu bangku disana.

"Anak dakjjal! mata gue bisa silinder ngeliat lo mulu" sewot Jessi.

"Lah lo ngapain disini, jauh jauh lah sana sana" jawab Zee mengusir Jessi.

"Mang ini punya nenek moyang lo apa" ucap Jessi kemudian duduk disebelah Zee.

"Bilang aja emang lo gabisa jauh jauh dari gue jes, tiati suka sama gue" ucap Zee terkekeh.

"Najiis! kepedean lo jelek" ucap Jessi menoyor kepala Zee.

Kemudian mereka asyik dengan dunianya sendiri, Jessi melihat ke arah Zee yang sedang fokus melihat sesuatu. Ia mengikuti arah pandang mata Zee.

"Lagi? mang gak lo bilangin?" tanya Jessi apda Zee.

"Ngeyel, males bilanginnya" jawab Zee seadanya.

"Lagi perang dingin ya lo?" tanya Jessi, Zee mengangkat bahunya sebagai jawaban seolah tak tahu.

"Semalem aja gue ajak ngobrol dianya kaya gitu, belain Marsha terus. dikasih tau gak percaya, yaudah suka-suka dia dah" ucap Zee.

Love Hate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang