Part 19 -Devil

26.7K 929 1
                                    

Note :

Jika kamu suka cerita ini, tolong berikan vote dan komentarnya.

Don't be silent readers. I hate that.
.
.
.

Goerge berlari mendekat kearah Jack yang saat ini memasukan tangannya kedalam kedua saku celananya. Pria itu menyadari kehadiran Jack dengan cepat kala kakinya mendengar ketukan sepatu milik Jack.

"Mati?"

"Tidak tuan, kami melakukan sesuai perintah. Tidak sampai membuatnya mati"

Jack berjalan memasuki ruangan sempit dipaling ujung lorong ruang bawah tanah itu. Disana terlihat seorang pria terikat dalam posisi duduk dengan kedua tangannya terikat seperti pasung diatas meja.

Sepuluh jari pria itu sudah terlepas dan tergeletak diatas meja itu. Jack tersenyum puas. Mateo. Seluruh luka yang didapatkannya sekarang akibat ulah Jack. Tusukkan belati pada penis Mateo pun tidak diobati dan hanya dicabut dengan kasar.

Jack tidak melepaskan pria itu dengan mudah. Tentu ia harus memberinya pelajaran. Mateo nampak menempelkan kepalanya ke meja dan menangis kesakitan.

Saat suara derap langkah terdengar mendekat, yang ada dipikirannya adalah para pria bertato yang menyiksanya.

"Kenapa kamu tidak langsung membunuhku saja!!" Teriak pria itu putus asa. Semalaman penuh bawahan Jack menyiksanya. Memotong jari-jarinya dan mengulitinya dihadapannya.

"Membunuhmu? Bukankah itu membosankan jika dilakukan secara langsung heh?"

Jack mendekat, pria itu menjambak rambut tawananya hingga pria itu mendongak menatapnya. Wajah penuh dengan air mata dan ada bekas cipratan darah dibeberapa bagian wajahnya membuat Jack tersenyum senang.

"Bajingan. Aku bersumpah akan membalasmu sialan! Gadismu itu akan mati!"

"Apa kamu berniat membunuhnya suatu saat nanti? Yang pasti saat kamu berani menyentuh gadisku. Aku akan menjadi malaikat mautmu hahahaha." tawa psikopatik yang Jack keluarkan membuat Mateo bergidik ngeri. Ia salah sangka jika sudah berpikir Jack sebodoh itu untuk datang menemuinya hanya dengan 10 bodyguard saja semalam.

"lepaskan aku atau segera saja bunuh aku. Ini menyakitkan!"

"Look? Bahkan kamu sekarang menginginkan kematianmu sebelum memikirkan rencana menyentuh gadisku?! Hahaha" Jack semakin tertawa bengis, kemudian tangannya secara cepat menjambak rambut Mateo.

"Kamu sudah terlalu banyak bermain-main. Tunggu kematian menjemputmu disini. Tetapi itu tidak akan datang dengan mudah."

Jack menghantamkan kepala pria itu keatas meja hingga menimbulkan suara yang nyaring. Berkali-kali pria itu melakukannya hingga darah merembes keluar dari dahi tawananya.

"Arghh hentikann arghhhh"

Jack menghentikan kegiatannya setelah dirasa cukup saat ia sudah tak mendengar rintihan tawanannya. Pria itu jatuh pingsan dengan darah yang cukup banyak didahinya. Jack yang melihatnya hanya berdecih sinis. Ia keluar dari ruangan itu diikuti Goerge yang sedari tadi menemaninya.

Sepanjang lorong ada beberapa penjara, orang-orang disana terlihat ketakutan melihat Jack. Ada dari mereka bahkan langsung berteriak meminta ampun seolah Jack akan menyiksanya.

Rasa trauma yang mendalam hadir dalam diri tawanan Jack. Jack benar-benar pria yang bengis dan tidak memiliki rasa iba sedikitpun pada orang lain yang mencoba melawannya.

"Biarkan dia mati kelaparan setelah ini."

"Siap tuan"

Goerge membuka gembok yang menghubungkan pintu itu dengan lapangan untuk singa Jack, Xans. Jack memberi sebuah kode yang sudah ia ajarkan pada Xans dimana setelah itu Xans keluar dari pintu itu dan mendekati Jack.

"Buat mereka gila Xans."

Singa itu berjalan dilorong, melalui banyak penjara. Xans mengaum keras bahkan berusaha meraih salah satu tawanan Jack yang ada didalam jeruji besi itu. Membuat nya langsung mundur dengan tertatih dan berteriak ketakutan.

Jack suka mendengar semua teriakan-teriakan itu. Jack pikir mereka semua pantas, diantara tawanan itu merupakan orang yang pernah berkhianat pada Jack, mencari masalah dengannya, dan masih banyak lagi kasus.

Jack mengambil baki berisi daging, meletakan potongan daging-daging itu disetiap pintu jeruji besi disana. Dari ujung ke ujung.

"Gerogoti ketenangan mereka Xans." Ucap Jack puas.

_____________________

Kemeja hitam Jack terlipat bagian tangannya dengan kancing atas yang sengaja tidak dikaitkan hingga memperlihatkan sedikit dada bidang pria itu. Hal itu membuat Jack terlihat sangat mempesona. Bahkan para maid pun beberapa kali terpergok sedang memandang Jack dengan memuja.

Jack tak ambil pusing, ia sudah sangat terbiasa dengan tatapan seperti itu. Tatapan lapar para wanita yang gila pada sentuhan pria. Jack memasuki kamarnya, dilihatnya Alana yang masih bergelung diatas kasur padahal sekarang sudah pukul 11 siang.

Jack mewajarkan hal itu dan tak berniat menganggu karena gadisnya baru bisa tidur pukul 5 dini hari setelah menghabiskan makannya tadi. Jack kemudian menuju ke rak buku yang ada di ujung kamarnya, rak buku yang terpajang rapih disebrang sofa kamar yang besar.

Jack mengambil salah satu buku dan menekan bagian dalam rak itu. Kemudian tanpa diduga rak tersebut terbuka seolah menjadi sebuah pintu yang didalamnya terdapat sebuah ruangan rahasia.

Sebenarnya itu bukan rahasia yang cukup penting, tetapi memang hanya Jack dan asistennya yang tau. Itu merupakan ruangan kerja Jack. Jack harus mengurus pekerjaannya yang kemarin ia tinggal. Meskipun Fabio sudah menghandle nya tetapi pria itu tetap saja tidak bisa tidak merecheck semuanya.

Fabio yang seharusnya setiap pagi sudah standby didepan kamar Jack untuk memberitahu jadwal kegiatan Jack pun beberapa hari belakangan ini Jack suruh melalui pesan saja.

Karena Jack pun sudah mengosongkan jadwal rapatnya untuk beberapa saat, dan jika memang tidak dapat ditunda Fabio yang akan menggantikannya atau bisa secara online.

Jack benar-benar memprioritaskan Alana saat ini. Setelah Alana sehat total, ia akan kembali kepada aktifitas nya yang super sibuk itu.

_______________________

-Indonesia-

"Mas, Alana kenapa tidak pernah mengangkat telfon dan video call dari kita ya? Apakah terjadi sesuatu padanya?" Tanya Rosie pada Jonathan. Kedua orang tua Alana yang memang sudah bersiap untuk tidur itu terlihat saling mencurahkan isi hati mereka.

Perasaan ibu tak pernah salah, pikir Rosie kuat saat merasakan kejanggalan ini. Alasan Alana sangat membuat Rosie tak terima karena selalu mengatakan sedang sibuk, sedang diluar, sedang ramai dsb. Jonathan pun setuju dengan ucapan istrinya.

"Kamu benar sayang, besok kita coba telepon. Besok pagi di London kan malam otomatis Alana sudah di hotelnya. Jika ia masih menolak untuk telepon kita jemput dia diinggris. Kita pastikan sendiri anak kita baik baik saja." Ucap Jonathan, ia sebenarnya sangat khawatir dengan Alana tetapi ia juga harus bersikap lebih dewasa untuk menenangkan istrinya.

"Iya mas, kalau begini aku jadi susah tidur memikirkan Alana. Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi padanya."

"Sudah sudah. Jangan berpikir macam-macam. Cukup doakan saja yang terbaik sayang."

Rosie pun mengangguk kemudian kedua orang tua Alana memejamkan matanya. Meskipun khawatir tidak pernah hilang dalam benak mereka tetapi mereka mencoba positif thinking. Mereka tak mau dengan pikirannya yang buruk justru bisa membuat Alana benar-benar dalam keadaan buruk.

.

.

.

Jack's Obsession Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang