Bab 51 : Pasar Malam.

235K 11.8K 233
                                    

Tersenyum geli, Rayyan tak mengalihkan tatapannya dari sang istri yang sedang merajuk, terlebih melihat tatapan mata Ayra yang seolah ingin menerkamnya saat ini juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tersenyum geli, Rayyan tak mengalihkan tatapannya dari sang istri yang sedang merajuk, terlebih melihat tatapan mata Ayra yang seolah ingin menerkamnya saat ini juga.

Perkara menertawakan Ayra adalah sesuatu yang salah dan Rayyan menyadari itu. Tapi, ia juga tak bisa menahan rasa gemas melihat Ayra dengan bibir yang terus mengerucut kesal, ada rasa yang menggelitik hati Rayyan untuk terus menggoda istrinya itu.

"Bibirnya, Ay. Kalau minta cium bilang aja ke Mas, sini. Jangan dimajuin begitu."

Ayra yang tengah membereskan baju-baju yang akan ia bawa pulang seketika menatap Rayyan sesaat kemudian membuang wajahnya kembali ke arah lain.

Rayyan kembali tertawa, lucu sekali istrinya itu. Karena tak mau membuat Ayra semakin kesal, Rayyan berusaha beranjak dari tempatnya menuju sofa di mana Ayra berada.

Meski terasa sedikit pusing, Rayyan berusaha kuat untuk beranjak. Tak mau terlihat lemah karena ia tidak mau jadwal kepulangannya dibatalkan. Ia sudah sangat bosan berada di dalam ruangan dengan aroma khas yang membuatnya tak nyaman.

Ayra melotot melihat Rayyan yang memaksakan diri untuk turun dari bed berawatan. Segera, ia menghampiri sang suami dengan cepat.

"Mas ngapain?" tanya Ayra begitu khawatir melihat Rayyan yang sempat memegang kepalanya beberapa saat lalu.

Rayyan tersenyum, ia merengkuh pinggang Ayra dari samping hingga membuat sang istri menabrak dada bidangnya.

"Jangan marah, Mas bercanda, Sayang," ujar Rayyan dengan nada suara lembut.

Ayra mengangguk pelan. Sebenarnya ia hanya sedikit kesal. Namun, dalam hati tidak memberatkan jika ada yang mengatakan dirinya bertambah berat badan, karena memang seperti itulah faktanya sekarang.

"Aku nggak marah, Mas. Mas kenapa? Kepalanya masih sakit? Kalau masih kita tunda dulu, lagipula kata dokter Mas masih harus sering check up nanti."

Rayyan mengurai pelukan, lalu membelai lembut pipi Ayra dengan diakhiri cubitan kecil.

"Mas nggak papa, Bawel. Mas udah sembuh."

"Beneran?" tanya Ayra memastikan.

"InsyaAllah, doakan Mas selalu, ya?"

Cup! Ayra mencium bibir Rayyan.
"Pasti. Doaku selalu menyertaimu, Mas."

***

Setelah dokter mengizinkan untuk rawat jalan, kini Rayyan berada di sebuah rumah yang tak lain adalah rumah Haikal, tepatnya malam ini Rayyan berada di kamar Ayra sewaktu masih gadis.

Mengedarkan pandangannya sesaat, Rayyan cukup takjub melihat kamar Ayra yang menurutnya lebih besar dari kamar miliknya. Tatapannya mencari sesuatu yang tak kunjung ia dapatkan di dalam sana.

KIBLAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang