"Apa disini tempatnya, Her ?" Tanya Edward ketika mereka sampai di sebuah gudang tua yang berada di ujung desa. Gudang ini letaknya memang di ujung desa dan hampir masuk kedalam hutan.
"Sepertinya benar, google maps nya berhenti di sini, ini juga persis dengan ciri ciri yang disebutkan oleb Calvin." Jawab Atmaja, kemudian mereka berdua turun dan melihat lihat kondisi gudang terbengkalai itu.
"Di sini tercium aroma busuk " Ujar Edward, ia kemudian berjalan ke arah belakang dan mencari dimana sumber aroma yang mengusik indera penciumannya.
Edward berjalan ke arah belakang, ia mencoba terus mencari asal darimana datangnya aroma yang sangat tidak sedap ini, sedangkan Atmaja berjalan ke arah depan gudang untuk menyelisik bangunan yang hampir roboh termakan usia.
Sungguh, ia merasa terkejut saat melihat mobil yang sangat familiar yang ada di depannya. Mobil itu adalah milik Calvin, putra semata wayangnya. Ia mencoba untui mendekat, samar samar ia mendengar suara dua orang yang sedang berbicara. Ia mendekat perlahan dan mengambil sebuah pistol yang ia simpan di saku depan celananya. Suara itu semakin jelas, dan..
" CALVIN, ALKA.. " Teriak Atmaja ketika melihat putranya sedang menepuk nepuk pelan punggung sahabatnya itu.
"Pah..?" Teriak Calvin ketika melihat Ayahnya datang dengan pistol yang mengacung di kepalanya.
"Apa yang terjadi ?" Tanya Atmaja saat melihat kondisi wajah Alka yang sudah putih memucat dan masih muntah muntah di samping Calvin.
"Letakkan dulu pistolnya, Papah mau menembak anak Papah sendiri ?" Ujar Calvin sembari menunjuk pistol yang masih mengacung di hadapannya.
"Oh maaf, Papah lupa dengan ini." Atmaja menepuk jidatnya perlahan sembari menyimpan pistol itu disakunya.
"Papah sendirian ? Dimana Dokter Edward ?" Tanya Calvin, kepalanya celingukan kesana kemari seperti mencari seseorang.
"Dia sedang mengecek belakang gudang, katanya ia mencium aroma yang sangat busuk." Jawab Atmaja, ia mendekati putranya serta memeluknya dengan erat sambil mengelus kepala sang putra.
Atmaja sungguh khawatir, ia takut hal buruk menimpa putra semata wayangnya ini. Memang sedari kecil, Calvin sangat dekat dengan sang Ayah. Atmaja begitu menyayangi putranya, hingga ia menangis melihat kondisi sang putra yang kini terlihat melemas.
"Calvin tidak apa apa, Pah." Ucap Calvin di pelukan sang Ayah ( Alka sabar yaa nak, kamu pasti mengiri melihat Ayah anak berpelukan seperti ini)
"Lain kali jangan bandel lagi, Vin. Kamu memang sudah berusia dua puluh lima tahun, tapi bagi Papah kamu tetap anak anak yang masih berusia lima tahun." Ucap Atmaja sambil mengelus kepala sang putra.
"Pah, Alka " Sedetik kemudian ia baru teringat jika sahabatnya makin melemah kondisinya.
Alka bersender di dinding gudang sembari melihat pertunjukan yang sangat harmonis di depannya. Senyumnya begitu tulus melihat Atmaja yang memeluk Calvin dengan begitu erat, andai saja ia mendapat pelukan hangat seperti itu dari sang Ayah, pasti ia juga akan merasa sangat bahagia.
"Ka, kamu tidak apa apa, Nak ?" Tanya Atmaja yang mendekati sahabat Calvin yang sudah di anggap sebagai putra kandungnya sendiri.
"Tidak apa apa, Pah." Jawab Alka dengan sorot mata yang mulai meredup.
"Apa di sini ada rumah sakit terdekat ?" Tanya Atmaja yang di balas gelengan kepala oleh Calvin. Memang benar, jarak desa ini dan rumah sakit memang jauh, berjarak kurang lebih 15km.
"Apa tidak ada fasilitas kesehatan ? Apa desa ini letaknya benar benar pelosok hingga jauh dari rumah sakit ?" Tanya Atmaja yang semakin panik.
Belum sempat Calvin menjawab, Dokter Edward datang dengan kondisi muntah muntah dan melemas. Atensi mereka kemudiam beralih pada Dokter yang terduduk sambil mengibas ngibaskan tangannya ke wajah.
"Kenapa, Dokter ?" Tanya Calvin yang heran melihat kondisi sang Dokter seperti itu.
"Di belakang sana, banyak bangkai anjing yang sudah membusuk ." Jawab Dokter Edward sambil menunjuk ke arah belakang gudang.
"Iya, itu kandang anjing liar milik Bryan." Jawab Calvin enteng.
Dokter Edward hanya bisa geleng geleng kepala, ia tidak habis pikir dengan apa yang terjadi saat ini. Buluk kuduknya berdiri, badannya pun ikut menggigil. Entah ini karena udaranya atau karena ada hal lainnya juga, yang jelas ia tidak suka dengan tempat ini. Atensinya kemudian beralih pada seorang pemuda yang tengah bersenderan di dinding dengan raut wajah yang sudah putih memucat. Kemudian ia berjalan dan menghampiri pemuda itu, dan mencoba mendekatkan tangannya pada dahi sang pemuda ( Alka) .
"Badannya panas, sudah berapa lama ia seperti ini ?" Tanya Dokter Edward pada Calvin.
"Sudah satu jam dia seperti ini, apa Dokter bisa membantunya ?" Tanya Calvin dengan wajah yang panik.
"Bisa tolong ambilkan kotak medis saya di bagasi mobil ? Kebetulam saya membawa cairan infus juga." Ujar sang Dokter dan dengan cepat di angguki Calvin. Sebuah senyuman terukir di bibir Calvin, ia merasa lega karena ada bantuan medis untuk sang sahabat.
"Alka, jangan tidur" Ucap Dokter sambil terus mencoba untuk mengajak Alka berbicara. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya pasien jangan tidur dulu, karena akan berbahaya jika ia pinsan di tempat yang jauh dari fasilitas kesehatan.
"Mata Alka berat, Ayah." Ucap Alka dengan terbata bata.
"Ayah tahu, kamu boleh mencubit lengan Ayah, kamu boleh melakukan apapun pada Ayahmu ini asalkan Alka jangan memejamkan mata." Ujar Dokter Edward sembari terus mengelus wajah sang putra.
Sementara itu, Calvin berlarian ke arah mobil yang terletak di samping gudang tua ini. Senyumnya sumringah saat ia membuka bagasi dan menemukan banyak peralatan medis yang ada disana, ia kemudian mengambil kotak besar yang letaknya berada di paling pinggir.
"Untung saja Papah mengajak Dokter Edward." Monolog Calvin, namun saat ia beranjak untuk kembali, ia juga mencium aroma yang sangat busuk dari arah belakang gudang.
"Bryan, lo bener benes seorang psikopat." Ujar Calvin sambil menggeleng gelengkan kepalanya.
Ingin sekali rasanya ia menggeledah seluruh gudang ini, ia ingin tahu lebih dalam apa saja yang di sembunyikan oleh Bryan. Rasanya banyak sekali kejanggalan kejanggalan di sini, Calvin sungguh merasa tak mengenal Bryan sama sekali, sosok Bryan yang lugu seolah berbanding terbalik dengannya saat ini. Apa Bryan benar benar mengalami gangguan kejiwaan ?
Namun niat itu ia urungkan, mengingat kondisi Alka yang harus segera membutuhkan peralatan medis ini. Ia berlarian kembali ketempat sang sahabat yang masih tergeletak lemah.
"Benar kotak ini, Dokter ?" Tanya Calvin sambil menyerahkan kotak besar berwarna hitam pekat itu pada Dokter Edward. Sejenak Ia melirik ke arah Alka yang tengah memandangnya dengan senyuman tulus.
"Lo harus bertahan, Ka." Ucap Calvin dan di angguki lemah oleh Alka.
"Di infus dulu ya, Ka ?" Ucap Dokter Edward yang sedang mengeluarkan jarum suntik serta cairan infus di dalam kotak itu.
"Ada yang bisa saya bantu, Dokter ?" Ucap Calvin menawarkan diri.
"Ambil tabung oksigen kecil itu, dan berikan pada Alka." Titah Dokter Edward yang langasung di turuti Calvin.
"Keringat Alka semakin deras, apa sebaiknya kita pergi dari sini terlebih dahulu, Pah ?" Tanya Calvin dan mendapat anggukan kepala oleh sang Ayah.
"Calvin, kamu masih punya hutang penjelasan pada Papah." Ujar Atmaja yang membuat Calvin nyengir kuda, bukannya meledek Ayahnya, tapi memang itu cara Calvin untuk mengekspresikan diri saat ia akan di introgasi Ayahnya.
"Nanti Calvin akan jelaskan semuanya, Pah." Ucap Calvin dengan menjulurkan tangannya membentuk simbol maaf dan mencoba untuk menenangkan amarah dari sang Ayah.

KAMU SEDANG MEMBACA
SKY OF LOVE
FanfictionKisah Cinta yang di iringi banyak sekali Air mata mungkin akan cocok untuk di deskripsikan dalam lembaran kisah cinta ini.