Bab #75 ( Kegilaan Bryan )

332 16 8
                                    

Krieeett.
Suara pintu terbuka, menampilkan sosok Bryan dengan wajah dan baju penuh noda darah. Alka dan Calvin yang melihatnya pun hanya dapat diam mematung, mulut mereka seakan terbungkam untuk sekedar mengucapkan sebuah kalimat.

"Kenapa diam ?" Tanya Bryan yang menyadari jika kedua sahabatnya memandangnya dengan tatapan penuh arti tanpa sepatah kalimat.

"Bagaimana di dalam sana ?" Tanya Calvin, kepalanya celingukan kesamping kanan dan kiri Bryan secara bergantian. Ia ingin melihat kondisi di dalam seperti apa, Namun Calvin sendiri tidak memiliki keberanian untuk melakukannya.

"Jangan masuk." Ujar Bryan dengan kalimat singkat namun penuh larangan

"Kenapa ?' Selidik Alka sembari memicingkan mata.

"Terutama buat lo, jangan masuk kedalam." Larang Bryan. Bryan sadar jika Alka masih merasakan traumanya , itu sebabnya ia melarang sahabatnya untuk masuk kedalam.

Calvin dan Alka hanya dapat saling pandang, mengapa aura Bryan seakan berubah, seperti bukan Bryan. Aura hitam ini mencekat, hingga membuat mereka berdua merinding. Apalagi saat ini kondisi di luar sedang hujan, menambah kesan kian mistis di gudang tua yang letaknya sedikit kedalam hutan.Bryan melangkah masuk kedalam sebuah ruangan kecil yang sedari tadi terkunci rapat. Ruangan itu terlihat remang remang karena hanya di sinari bola lampu kecil.

"Seperti adegan di film film, tapi ini terlihat lebih nyata, Ka." Bisik Calvin, buluk kuduknya sudah berdiri tegak, keringat dingin mulai bercucuran ( Lah jadi genre horror )

"Lo tau ? Gue kok makin ngeri ya sama Bryan." Ucap Alka yang juga merasakan hawa negatif.

"Pulang aja, ayok."Ajak Calvin, namun di sambuti gelengan kepala oleh Alka.

"Kita lihat dulu apa yang akan di lakukan Bryan, gue takut dia bakal memutilasi Arnold. Lo gak lihat itu wajahnya penuh cipratan darah. Lo engga penasaran apa yang ada di dalam sana ?" Ucap Alka sembaru menunjuk pintu ruang bawah tanah.

"Mau nyoba masuk ? Kita lihat apa yang terjadi dalam sana." Ajak Calvin dan di angguki Alka.

Namun sebelum Calvin dan Alka berhasil melangkahkan kaki mereka ke dalam ruangan, pintu ruang kecil yang di masuki Bryan tadi terbuka. Menampilkan sosok Bryan yang menggenggam sebuah raket listrik pengusir nyamuk di tangan kanannya sembari menyeringai lebar. Bryan menatap raket itu dengan tatapan penuh arti, kemudian atensinya beralih pada dua sahabatnya yang masih berdiri mematung di depan pintu masuk ruang bawah tanah.

"Gue gak bertanggung jawab kalau lo sampe kenapa napa, Alka. Lebih baik lo duduk manis di sana dan jangan pernah mencampuri urusan gue." Ucap Bryan sambil menunjuk kursi kayu yang berada di sudut ruang.

"Itu buat apa ?" Tanya Calvin yang heran dengan raket listrik yang di pegang Bryan, tidak mungkin jika Bryan menggunakan raket nyamuk itu untuk mengusir nyamuk di ruang bawah tanah itu. ( Aku juga heran, kenapa manusia satu ini mainannya banyak banget.)

"Gue cuma mau bermain dan alat ini (raket nyamuk ) yang gue gunakan buat seneng seneng." Ujar Bryan dengan seringainya.

Tanpa basa basi, Bryan berjalan ke arah Calvin juga Alka. Ia lantas membisikan sesuatu ke telinga mereka berdua.

"Lo gila, Bryan " Pekik Calvin saat Bryan selesai membisikan sebuah kalimat sensitif ke telinga sahabatnya.

"Diam, dan nikmati permainannya. Kalian lebih baik duduk damai disana." Tunjuk Bryan pada kursi tadi. Setelahnya ia kembali ke dalam ruangan bawah tanah itu.

"Vin, lebih baik kita pergi dari sini. Rasanya gue pengen muntah, perut gue mual dan kepala gue pusing." Ajak Alka, padahal ia sendiri yang sejak tadi melarang agar tak meninggalkan Bryan sendirian bersama Arnold dan Erick.

" Ka, apa lebih baik kalau kita hubungi Papah saja ? Gue ngerasa ini sudah di luar jalur kita." Tawar Calvin yang lantas mendapat anggukan dengan cepat dari Alka.

"Hubungi saja, gue udah gak tahan lagi."

SEMENTARA ITU, DI SISI ATMAJA DAN EDWARD SAAT INI.

"Gimana, kamu sudah mendapat petunjuk ?" Tanya Edward di sela sela ia menyetir.

"Dari gps, ini mengarah ke pinggiran hutan." Ucap Atmaja sembari mengecek gps nya.

"Aku semakin khawatir dengan kondisi disana." Ujar Edward sambil terus fokus pada jalanan yang sedikit licin karena hujan

"Bukan hanya kamu, tapi aku juga."

Saat mereka tengah fokus pada jalan, ponsel Atmaja berbunyi. Itu adalah Calvin, putra semata wayangnya yang sedari tadi ia khawatirkan.

Atmaja : Anak nakal, dimana kalian sekarang ?

Calvin : Pah, lekas kemari. Bryan mulai gila.

Atmaja :Pelan pelan, suaranya tidak kedengaran dan putus putus. Kalian ada dimana sekarang ?

Calvin : Apa Arthur memberikan alamatnya ? Calvin yakin, Arthur memberikan alamatnya pada Papah, kan ?

Atmaja :Alamatnya tidak dapat terbaca google maps.

Calvin : Calvin juga tidak mengenali tempat ini, yang Calvin ingat, ini terletak di pinggiran desa, letaknya sedikit masuk ke pelosok hutan.

Atmaja : Papah dan Austin segera sampai ke lokasi.

Calvin : Papah bersama Dokter Edward ? Kebetulan, Alka saat ini tengah mengalami mual dan muntah. Kondisi psikisnya sedang tidak baik baik saja.

Atmaja : Papah akan segera kesana. ( sambungan ponsel di matikan.)

"Kenapa, Her ?" Tanya Edward sesaat setelah panggilan itu berakhir.

"Kita harus segera sampai, di sana kondisinya sangat memburuk. Psikis Alka terguncang kembali." Jawab Atmaja dengan wajah yang sudah panik.

*****

"Alka, lo harus bertahan sebentar." Ucap Calvin, dengan telaten ia menepuk nepuk pelan punggung Alka untuk memberikan ketenangan.

Gejala trauma yang di miliki Alka memang cukup mengkhawatirkan, apalagi saat ini mereka jauh dari medis. Meskipun Alka seorang Dokter, pada kondisi seperti ini ia juga membutuhkan penanganan dari orang lain. Mungkin ia bisa menentralisir gejalanya , namun tidak jika kondisinya sudah mulai memburuk.

"Vin, kepala gue sakit." Ucap Alka, sejak tadi ia mencoba untuk memijat pelan pelipisnya.

"Kita keluar dari hutan ini sekarang juga, ya ?"Ajak Calvin, dengan pelan ia mengangkat tubuh Alka dan memapahnya berjalan keluar dari hutan ini. Mobil memang sengaja mereka tinggal di gedung yang sebelumny karena akses jalan di hutan ini sulit dan tidak bisa di lalui mobil.

"Hutan ini aman, tidak ada binatant buasnya karena tidak masuk pada cagar alam." Tutur Calvin mencoba untuk menjelaskan.

"Bryan gimana ?" Tanya Alka, ia masih sedikit khawatir akan kondisi kejiwaan sahabatnya .

"Jangan pikirkan apapun, kepala lo akan semakin sakit, yang penting kita keluar dulu dari sini. Urusan Bryan, nanti kita pikirkan kembali setelah kita bertemu Papah dan Dokter Edward."

"Kegilaan Bryan semakin di luar nalar, gue tau selama ini dia menyimpan banyak sekali luka yang membuatnya marah besar. tapi gue juga gak kepikiran saat dia akan melakukan hal gila yang ia bisikan pada kita tadi." Ucap Alka dengan kondisinya yang semakin melemah.

"Gue gak bisa berkata apa apa lagi, jadi lebih baik gue diam daripada gue mengeluarkan pendapat yang salah."

SKY OF LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang