"Dunia begitu sempit, takdir kita seperti saling mengait satu sama lain, padahal dulu kita bukan siapa-siapa."
_Glory Marseille Osmond_
Selama perjalanan menuju tempat tujuan pikiran Glory selalu mengarah pada ucapan Dini tadi. Entah kenapa Dini berucap seolah tau sesuatu tentang Ail, padahal mereka tidak saling mengenal satu sama lain, atau memang saling mengenal tanpa sepengetahuan Glory, tapi itu tidak mungkin.
Dari dalam taksi matanya sibuk menatap padatnya jalanan yang di penuhi oleh kendaraan beroda empat ataupun beroda dua, sementara pikirannya sibuk dengan masalah yang di alaminya.
Ail menatap Glory yang duduk di sampingnya, ia merasa kasihan saat melihat Glory yang tidak bersemangat sama sekali.
"Glo," ucap Ail, namun sang empu tidak menoleh. Bukan di sengaja, Glory memang tidak mendengar karena terlalu sibuk dengan kapal pecah yang ada di dalam kepalanya.
"Glory," ucap Ail lagi, kali ini ia menyenggol lengan cewek itu.
"Semangat dong!" ucap Ail memberikan semangat untuk Glory.
Glory terkekeh lalu mengangguk. "Ini udah semangat kok," ucapannya.
"Lo itu nggak boleh sedih terus tau, gue jadi kesepian banget rasanya." Glory diam sembari menatap Ail. "Gue kangen sama Glory yang cerewet, bukan yang pendiam kayak sekarang!"
Glory tersenyum mendengar penuturan Ail, Dini salah menilai Ail, itu yang ada di pikiran Glory. Jika Ail benar-benar jahat mana mungkin ia memberikan semangat untuknya, selalu ada di saat Glory sedih maupun senang. Mereka bukan hanya sahabat, tapi sudah seperti anak kembar tapi beda rumah, beda orang tua, dan beda bulan lahir.
Glory yang tadinya menyimpan sedikit keraguan untuk Ail langsung segera menepis jauh-jauh pikiran buruk itu. Bagaimana bisa ia percaya dengan Dini, dirinya sangat jahat.
"Ail," ucap Glory. "Makasih ya, udah mau jadi sahabat gue," lanjut Glory di sertai senyumnya.
"Kok makasih sih, nggak perlu tau. Kita itu sahabat, sudah sepantasnya gue selalu hibur lo," ucap Ail membuat Glory terkekeh.
Lima menit mereka habiskan dalam perjalanan, saat selesai membayar taksi Ail mengajak Glory untuk masuk ke dalam sebuah Mal.
"Kok kita ke sini, ngapain?" tanya Glory.
"Udah ikut aja," ucap Ail dengan terus membawa langkahnya untuk masuk lebih dalam ke Mall itu.
"Kita ke sini itu buat senang-senang, belanja, makan, main," jelas Ail. "Biar lo happy lagi, nggak murung mulu." Ail menghentikan langkahnya begitu pun dengan Glory.
"Sampe segitunya, gue cuman butuh waktu buat terima apa yang menimpa gue sekarang."
"Glo, sekali-kali juga harus perlu luangkan waktu buat belanja atau nggak main, kapan lagi coba. Ini aja tadi gue minta izinnya susah," ucap Ail panjang lebar.
"Tapi kita pulangnya jangan malam ya." Ail langsung menoleh menatap Glory.
"Kok gitu sih," ucap Ail murung.
"Kak Bara suruh gue pulang cepat," ucap Glory menjelaskan.
"Yaaah, gue dapatin waktu kayak gini mustahil tau, Glo. Masa kita pulangnya jam enam sih, nggak puas."
Glory menghela nafas panjang. "Ya udah deh, kita pulang jam tujuh aja. Gimana?"
Ail tampak berfikir, ia lalu menatap layar hp nya untuk melihat jam. Waktu baru menunjukkan pukul 16.35, masih banyak waktu untuk mereka habiskan dengan bersenang-senang bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (not) okay
Teen FictionMengubah diri itu perlu, walaupun terkesan jahat di mata orang lain