"Aku akan berjuang mendapatkan kepercayaan mu, sama seperti kamu berjuang mendapatkan kepercayaan mu dulu."
_Hugo Damian Adhitama_
Glory berdiri dengan mata menatap di lantai bawah, di sana sudah ada beberapa karyawan dari tokoh butik yang berdiri di samping Maria sembari memegang gaun pengantin. Broto dan Maria akan segera melangkah menuju pernikahan, mereka menyiapkan berbagai macam persiapan. Sepertinya acara akan berlangsung di rumah itu.
Tidak berselang lama, ia melihat Hugo masuk sembari memegang jaket di tangannya. Cowok itu hanya menoleh sekilas pada Maria lalu kembali melanjutkan langkahnya untuk menuju kamarnya. Tapi, baru dua anak tangga ia berpijak, netranya sudah melihat Glory yang berdiri sembari menatap Maria di atas sana.
Hugo terus membawa kakinya hingga ia berhenti di samping Glory.
"Lo nggak rela nyokap lo nikah lagi?" tanya Hugo membuat Glory menoleh.
"Kenapa lo berfikir seperti itu?"
"Gue bisa baca dari raut wajah lo," ucap Hugo membuat Glory diam.
Lenggang sejenak sebelum akhirnya Glory menghela nafas. "Lo sendiri? Lo rela kalau bokap lo nikah lagi?"
"Sejujurnya nggak, gue kasian sama nyokap gue yang harus terpaksa melepaskan suaminya untuk sahabatnya sendiri," ucap Hugo, Glory mengerutkan kening mencoba memahami ucapan Hugo.
"Maksud lo?"
"Lo nggak tau apa-apa soal hubungan nyokap lo sama nyokap gue?" Glory menggeleng pelan, ia diam sembari mengamati wajah Hugo menunggu jawaban dari cowok itu.
"Nyokap lo sama nyokap gue dulu sahabat," jelas Hugo singkat.
"Nggak usah ngaco," ucap Glory sembari mengalihkan pandangannya.
"Nyokap gue yang cerita soal itu, nyokap gue berakhir di rumah sakit jiwa karena tau wanita yang merebut suaminya adalah sahabatnya sendiri." Glory diam mematung di tempatnya, apa Maria sekejam itu?
"Gue berencana untuk menentang pernikahan mereka, tapi, mungkin dengan pernikahan ini akan bisa membebaskan Mama dari kejamnya Papa, jadi gue tetap membiarkan pernikahan ini terjadi," ucap Hugo sembari menatap Maria yang tersenyum di sana.
Kini Glory paham kenapa saat bertemu dengan Hanin waktu itu, wanita itu seperti sangat membencinya, itu karena wajahnya yang mirip dengan Maria mengingatkan Hanin pada perselingkuhan suaminya dengan Maria.
Karma itu ternyata memang benar ada, Ail yang mengkhianatinya mungkin itu pembalasan Tuhan karena ibunya sudah mengkhianati sahabatnya sendiri. Tapi kenapa harus Glory? Rasanya begitu berat memikirkan itu, ia jadi malu sendiri dengan apa yang di lakukan ibunya.
Glory pergi dari sana dengan perasaan kalut, cewek itu ingin menenangkan pikirannya yang begitu berisik. Hugo menatap punggung Glory yang perlahan-lahan mulai menghilang dari balik pintu.
"Gue akan membiarkan pernikahan itu terjadi tapi nggak akan membiarkan mereka untuk tinggal di sini, di rumah Mama. Dan lo Glory, dengan pernikahan orang tua kita ini, kita bisa dekat kembali. Gue akan buat lo jadi milik gue lagi, gue nggak perduli kalau lo itu adek tiri gue sekarang."
++++++
Siswa yang duduk di bangku paling depan mengofor soal serta lembar jawabannya ke belakang. Hari ini guru yang duduk di bangku kebesarannya dengan wajah sangar nya itu memberikan ulangan mendadak pada siswa siswi di kelas itu.
Glory memegang kepalanya melihat soal matematika yang ia dapat, semalam cewek itu tidak sempat untuk belajar karena memikirkan ucapan Hugo. Berulang kali Glory mengeluarkan umpatan dari mulutnya setiap kali membaca soal di lembar soalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (not) okay
Teen FictionMengubah diri itu perlu, walaupun terkesan jahat di mata orang lain