"berharap pada diri sendiri mungkin akan lebih baik daripada berharap pada orang lain."
_Glory Marseille Osmond_
Kata orang, penderitaan orang kaya tidak begitu buruk di bandingkan orang miskin, ya itu memang mungkin benar namun setiap orang akan merasakan hal yang berat jika ia juga berada di posisi yang benar-benar sulit walaupun ia kaya.
Glory yang seharusnya mendapatkan cinta dari sang ayah namun kenyataannya ia adalah anak yang tidak di harapkan ayahnya, ia selalu di salahkan dalam hal apapun. Dalam benak nya selalu berfikir apa kesalahannya, terus saja bertanya seperti itu.
Di khianati sahabat dan orang yang di cintainya membuatnya semakin membenci kehidupannya sendiri, apa lagi saat mengingat Dilan yang hampir, ralat, yang sudah melecehkannya itu membuat Glory ingin berhenti bernafas saat itu juga.
Bara menatap wajah lelah Glory yang sudah terlelap dalam tidurnya, setelah lelah menangis Glory langsung tidur. Menenangkan pikirannya dalam tidur mungkin itu lebih baik.
"Maafin gue, gue yang udah buat lo kayak gini. Maaf," ucap Bara sembari mengelus rambut Glory, ia menyesal karena tidak becus menjaga Glory. Jika saja tadi ia menjemput Glory ke sekolah mungkin hal seperti ini tidak akan terjadi.
Bara menghela nafas panjang, ia menarik selimut agar Glory tidak kedinginan. Setelah itu Bara keluar dari kamar Glory, membiarkan adiknya itu damai dalam mimpinya.
Bara turun kembali untuk menemui teman-temannya di lantai bawah.
"Bar, gimana?" tanya Arash pada Bara.
"Gue mau dia mati!" jawab Bara sembari mendudukan dirinya di sofa.
Johan langsung melirik Bara. "Kalau itu gue nggak mau ikutan, berabe kalau dia mati! Taruhannya kita di penjara!" ucap cowok itu.
"Dia udah lecehin adek gue! Hukuman yang pantas untuk dia hanya mati!" ucap Bara lantang.
"Gini gini, Bar, gue tau lo marah tapi nggak harus buat dia mati juga," lerai Arash.
"Kita cari cara lain untuk buat dia nyesal!" lanjut Arash lagi.
"Benar, Bar." Johan membenarkan.
"Terus, urusan Nick sama Rio gimana?" tanya Matt pada Bara.
"Gue udah buat keputusan untuk keluarkan mereka dari Scorpio," jawab Arash.
Bara menatap Matt. "Matt, thanks. Lo udah mau bantu gue," ucap Bara pada Matt.
"Iya, Glory sudah seperti adek gue juga! Lagian dari awal Dilan masuk ke Scorpio gue udah nggak suka sama dia," jelas Matt.
Jika saja tidak ada Matt mungkin nasib Glory akan lebih buruk lagi. Untungnya Matt yang mendengar rencana itu langsung memberitahukan Arash dan Bara, mereka bergerak cepat menunju hotel. Setibanya di sana mereka bertatapan langsung dengan Ail dan Hugo yang baru saja keluar dari hotel.
Aidan masuk ke dalam rumah itu dengan perasaan takut. Saat Bara membawa Glory pergi dari sana ia ikut serta dengan rombongan Scorpio. Ia menatap satu persatu wajah anggota Scorpio dan berhenti pada Bara.
"Bagaimana keadaan Glory?" tanya Aidan pada Bara.
"Dia baik-baik saja sekarang," jawab Bara.
"Ah, syukurlah. Sekalian gue izin pulang," ucapnya membuat Bara mengangguk.
"Terimakasih," ucap Bara pada Aidan.
Aidan mengangguk. "Sama-sama," ucap Aidan.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (not) okay
Teen FictionMengubah diri itu perlu, walaupun terkesan jahat di mata orang lain