[XLVIII] Tindak Kekerasan

41 2 0
                                    

>>>

Seorang pembully tidak akan menyadari bahwa dirinya melakukan kesalahan.
Walaupun merugikan orang lain, mereka menutup mata pada perbuatan yang menurutnya menyenangkan.

>>>

"Sepertinya lo harus mundur."

"Maksud lo?"

Malika meneguk minumannya yang dia ambil didalam kulkas, saat ini Renata berada dirumahnya untuk belajar bersama.

"Yang sedang lo hadapi saat ini bukan hanya manusia, tapi hatinya."

"Lo suruh gue ngelepasin Rendy?" tanya Renata tidak terima.

"Iya, lo harus sadar diri. Rendy gak akan pernah suka sama lo."

"Kok lo jahat sih ngomongnya."

"Kalo gue gak ngomong gini lo gak bakal sadar."

Renata mengabaikan, membuka lagi buku yang sebelumnya dia baca. Bersikap seolah-olah tidak mendengarkan ucapan Malika barusan.

"Lo liat sendiri tadi siang, Rendy rela dipukul oleh Devka karena cowok yang lo suka itu gak bisa berhenti buat deketin Sindy. Usaha kita selama ini akan sia-sia, karena lo berhadapan dengan seseorang yang hatinya udah ke kunci buat satu orang." tegas Malika.

Renata hanya diam merenungi perkataan Malika, hatinya tiba-tiba saja sakit. Itu artinya dia tidak akan bisa bersama dengan orang yang dia sukai, padahal Rendy adalah satu-satunya cowok yang bisa merubahnya menjadi lebih baik.

"Terakhir kali kita berhasil ambil ponsel Rendy saat cowok itu gak sadar. Padahal Sindy udah jadian sama Devka, sekarang apa lagi yang lo harapkan?"

"Gue harap Rendy sadar akan kehadiran gue." Renata menunduk lesu.

"Lo harus ngelepasin dia, karena gue pikir Yurina juga udah bisa ngelepasin Devka."

***

Sindy benar-benar diantar pulang oleh Devka tadi sore, tubuhnya sudah terasa lebih baik. Sindy sudah bisa beraktivitas seperti biasa, karena hanya telapak tangannya yang terluka.

Sindy duduk dimeja belajarnya, mengulang pelajaran dan menghafal setiap kalimat didalam bukunya. Ponselnya yang berada diatas nakas berdering, Sindy berdiri untuk mengangkat panggilan itu.

"Halo?"

"Lagi apa?"

"Belajar."

"Maaf soal yang tadi, kamu gak marah kan?"

"Engga, tapi jangan diulang ya. Aku gak suka kamu berantem."

"Iya, sayang. Aku janji."

Sindy tersenyum tipis mendengarnya. Setelah berbincang cukup lama, sambungan terputus. Karena sebentar lagi ujian, mereka sibuk mempersiapkan materi yang mungkin saja keluar saat ujian.

Sindy mengambil buku di rak kecil yang berada di hadapannya, matanya terfokus pada jam pasir yang dia pajang di atas rak itu. Tiba-tiba Sindy teringat percakapannya dengan Yena saat di UKS tadi, dan mungkin saja percakapannya di dengar baik oleh Rendy karena cowok itu masih bersembunyi sampai Yena keluar. Sindy tidak tahu sejauh apa Rendy mendengar percakapannya, tapi setelah itu Rendy tidak mengucapkan apapun lagi dan langsung pergi. Sindy jadi merasa bersalah karena menuduh Rendy membuang seragamnya. Sindy juga merasa bersalah karena tidak bisa percaya pada cowok itu dari awal. Ingin sekali dia meminta maaf pada cowok itu, tapi sekarang Rendy sepertinya menghindar dan telah membencinya.

SINARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang