>>>
Bukan dia yang mengucapkan omong kosong, hanya saja kamu tidak ingin mempercayainya.
>>>
Sindy membawa beberapa buku tulis milik teman sekelasnya, dia diminta untuk mengumpulkan semua PR ke ruang guru. Karena bukunya menumpuk, Sindy kesulitan untuk berjalan dan melihat ke depan. Namun, sebuah tangan muncul dan merebut semua buku yang Sindy bawa. Cowok itu tersenyum melihat Sindy yang sedikit terkejut.
"Selamat pagi." Sapa Devka dengan ramah.
"Dev, siniin bukunya."
"Biar aku aja yang bawa. Ayo." Devka berjalan lebih dulu, Sindy terpaksa mengikuti dari belakang. Walau bagaimanapun, tugasnya adalah memastikan semua buku itu terkumpul dimeja wali kelasnya.
"Yang mana meja nya?"
"Itu disana." Tunjuk Sindy pada meja diujung ruangan.
"Makasih ya."
"Hm." Devka mengangguk sambil mengelus puncak kepala Sindy pelan.
Setelah menyimpan bukunya diruang guru, Devka berjalan beriringan dengan Sindy menuju kelas.
"Kamu gak nunggu aku jemput karena piket pagi?" Tanya Devka, pasalnya mereka berdua memang sering berangkat sekolah bersama. Tapi tadi pagi, Sindy berangkat lebih awal untuk beberapa alasan.
"Iya."
"Kata Raffa, kemarin kamu cari aku ke basecame?"
"Iya."
"Kenapa? Ada masalah?"
"Gak papa."
"Beneran?"
"Hm."
"Aku kemarin langsung pulang ke rumah. Maaf ya gak ngabarin kamu, hape aku lowbatt. Karena cape, habis itu aku langsung tidur."
"Iya gak papa kok."
"Kamu gak marah kan?"
"Engga."
"Aku ada salah lain sama kamu?"
"Gak ada."
Devka beralih menghadang jalan Sindy, sekarang mereka berdua berhadapan satu sama lain.
"Kalo gak ada kenapa aku ngerasa kamu menghindar dari aku?"
"Itu cuma perasaan kamu aja."
"Liat, kamu bahkan gak natap mata aku sama sekali dari tadi kita bicara."
Kini Sindy beralih menatap mata Devka. Memang benar, sejak tadi Sindy berbicara dan terus melihat kedepan.
"Maaf."
"Kamu kenapa?"
"Gak papa kok, aku cuma kecapean aja."