[XIV] Pesan Beruntun

72 2 0
                                    

>>>

Kamu seperti pelangi, walaupun sesaat tapi aku menyukainya.

>>>

Motor Devka melaju dengan kencang di jalanan beraspal, Sindy hanya bisa berpegangan pada ransel Devka agar tidak terjatuh. Sialnya lagi, Sindy tidak begitu menyukai menaiki motor ninja. Tinggi dan membuat Sindy tidak nyaman.

Devka melajukan motor ninja berwarna merahnya ke Komplek Pelita, mengikuti arahan Sindy.
Mereka berhenti didepan sebuah rumah minimalis dengan gerbang hitam.

"Turun!" ucap Devka setelah dia mematikan mesin motornya.

Sempat bingung beberapa detik bagaimana caranya turun, akhirnya Sindy turun dari motor tersebut dengan susah payah.

"Mampir dulu yuk, Kak!" ajak Sindy.

"Engga." jawab Devka ketus.

"Please???" Sindy memohon sambil memegang lengan baju Devka. Devka memutar bola matanya dengan malas. Mau tidak mau Devka turun dari motor dan melepas helm-nya kemudian mengikuti Sindy dari belakang.

"Duduk dulu Kak. Aku ambilin minum ya." ucap Sindy setelah mereka berada di ruang tamu.

Devka hanya menggangguk lalu mendudukkan dirinya di sopa panjang berwarna hitam. Dia tidak merasa canggung, karena situasi seperti ini sering dia alami.

Sindy kembali keruang tamu dengan membawa dua minuman, lalu mendudukkan dirinya disamping Devka.

"Jangan pulang dulu ya Kak. Papaku pasti seneng ketemu Kakak."

"Hah?" Devka terkejut, ini baru pertama kalinya dia kerumah Sindy. Tetapi cewek didepannya sudah mau mengenalkan Devka kepada orangtuanya. Devka menelan salivanya dengan susah payah.

"Kalau hari kamis Papaku pulang sore, sebentar lagi datang kok. Jangan pulang dulu ya Kak. Aku ganti baju dulu sebentar."

Setelah Sindy mengucapkan itu, dia bergegas ke kamarnya dilantai atas, meninggalkan Devka dengan keterkejutannya.

"Cewek gila. Ngapain gue harus ketemu bokap lo." -batin Devka.

Beberapa menit kemudian, Sindy masih belum keluar kamarnya. Devka yang bosan dengan keadaan hanya memainkan ponselnya dan berkirim pesan dengan seseorang.

Pintu depan terbuka dan menampakkan sesosok pria paruh baya dengan setelan jas yang sudah lusuh.

Melihat itu, Devka langsung berdiri dan membungkuk sopan.
"Selamat sore om." ucap Devka.

"Eh, ada tamu. Teman Arin ya?" tanya Suganda.

Devka sempat bingung dengan nama panggilan Sindy ketika dirumah.
"Iya om." lanjutnya.

"Panggil saja om Suga."

Devka mengangguk, kemudian dia mendengar langkah kaki yang mulai mendekat. Sindy sudah berganti pakaian, dan langsung mendekati keberadaan Papanya.

"Papa udah pulang." Sindy mencium punggung tangan Papanya.
"Kenalin pa, ini Kak Devka."

Lalu Devka mencium punggung tangan Suga dengan sopan. "Devka om."

SINARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang