[XXII] Sebuah Pernyataan

62 2 0
                                    

>>>

Aku kecewa karena pikiranku sendiri, kamu bahkan tidak mengatakan apapun. Aku yang salah karena terlalu berharap.

>>>

Minggu pagi, entah kenapa Sindy tidak ingin kemana-mana. Dia lebih memilih menarik selimutnya dan tidur kembali. Rintik hujan masih terdengar diluar kamar Sindy, pada saat seperti ini tidur adalah alternatif yang paling benar, terlebih lagi kemarin ia melihat sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat.

Seseorang mengetuk pintu kamar Sindy. "Arin, kamu belum bangun?"

"Bentar lagi pa."

"Papa mau pergi ke rumah bibimu. Kamu mau ikut engga?"

"Engga pa, Arin mau di rumah aja."

"Ya udah, Bi Rasih ada di dapur. Kalau kamu butuh apa-apa panggil dia aja ya, sayang."

"Iya pa."

Suganda kembali menutup pintu, dia pergi ke rumah Aini dengan mobilnya. Jika hari minggu papanya memang sering ke rumah bibinya, sekedar membantu pekerjaan rumah atau hanya menemani bibinya yang sendirian di rumah.

Pesan chat terus bermunculan dilayar ponsel Sindy, dia begitu malas untuk membukanya.
Terlebih lagi banyak pesan beruntun dari Rendy.

Kak Ren
pagi

Kak Ren
lgi apa?

Kak Ren
sin?

Kak Ren
belum bangun ya?

Kak Ren
?

Kak Ren
marah ya?

Kak Ren
maaf

Kak Ren
bls, plis

Kak Ren
gk baik cuekin orng

Kak Ren
sindy?

Sindy
knp?

Kak Ren
marah?

Sindy
gk

Kak Ren
bnran?

Sindy
iya

Kak Ren
srius?

Read

Kak Ren
maaf

Sindy
knpa minta mf?

Kak Ren
kmren gk jdi pergi

Sindy
iya, gk ppa

Read

___

Sindy menatap layar ponselnya dalam diam. Lucu sekali, bahkan Sindy bukan siapa-siapanya, tapi kenapa dia sangat kecewa dan marah.

SINARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang