[XXV] Daya Ingat

99 2 0
                                    

>>>

Karena pada akhirnya, siapapun tidak akan pernah bisa melupakan penyesalannya.

>>>

Selasa pagi, walaupun dia tidak berangkat sekolah tapi di hari skorsingnya yang kedua ini ia mulai dengan bangun lebih awal seperti biasanya. Dia pergi ke dapur dan mendapati bi Rasih tengah menyiapkan sarapan. Saat papa nya bangun nanti Sindy akan menjelaskan semuanya, apa yang dia alami dan kenapa dia bisa diskors padahal dia tidak pernah melakukan kesalahan apapun sebelumnya. Setidaknya, Sindy masih punya tempat untuk bercerita tanpa ada rasa ragu untuk bisa dipercaya. Dia sangat beruntung masih memiliki keluarga yang ingin mendengarkannya.

"Bi? Papa belum bangun ya?" tanya Sindy, dia ingin membantu menyiapkan makanan.

Matanya sedikit sembab karena menangis kemarin malam. Bukan karena diperlakukan tidak adil ataupun mendapat hukuman skorsing, melainkan karena mengetahui kenyataan bahwa ada banyak orang yang membencinya. Mereka semua sangat baik dan ramah awalnya pada Sindy, tapi entah mengapa mereka mudah sekali terhasut gosip murahan yang belum tentu kebenarannya.
Tapi dia tidak ingin membuat siapapun khawatir. Sindy akan bersikap biasa saja.

"Tuan udah berangkat, Non." sahut bi Rasih, entah dia menyadari mata sembabnya atau tidak. Bi Rasih tampak tenang menyiapkan makanan.

"Udah berangkat? Kok pagi banget bi?"

"Iya, katanya ada meeting mendadak terus pulangnya juga malem." Bi Rasih meletakan satu buah piring, gelas, dan beberapa alat makan di atas meja. "Makanannya udah siap, Non. Silahkan dimakan." lanjutnya sopan.

"Terimakasih ya bi." Sindy menatap hampa makanan dihadapannya. Bi Rasih tersenyum sekilas lalu pergi membersihkan ruangan yang lain.

Sindy melamun, dia akan memberitahu papanya jika sempat.
Kemarin, Yena menceritakan semua hal tentang Iren. Dari awal sampai akhir Sindy masih bisa mengingat apa yang Yena ucapkan.

Kata Yena, Iren itu ... sahabat Rendy dari kecil, otomatis Yena juga dekat dengannya.

Kata Yena, Iren itu ... cantik, cerdas, ramah, suka menolong, lembut dan baik hati, definisi peri yang sesungguhnya.

Kata Yena, Iren itu ... pernah menyukai Rendy, tapi Rendy tidak menganggapnya lebih sebagai seorang teman.

Bagaimana mungkin Rendy tidak menyukai cewek sesempurna Iren?
Mustahil.

Dan apa katanya? Sahabat? Tidak ada kata sahabat antara laki-laki dan perempuan, bukankah begitu?

Kata Yena, Iren itu memiliki beberapa persamaan dengan Sindy.
Tapi Sindy menyangkal itu.

Sindy dan Iren sama-sama mendapat perlakuan tidak adil selama sekolah- Geng RYM penyebabnya-. Bedanya adalah ketika Iren disuruh untuk minta maaf dia tidak melakukannya, itulah sebabnya dia dikeluarkan dari sekolah. Sedangkan Sindy memilih meminta maaf dan tetap bersekolah walaupun diberi hukuman skorsing satu minggu.
Jelas sekali Sindy dan Iren itu berbeda.

Iren itu ibarat pemeran utama wanita yang baik hati, dan Sindy hanyalah figuran yang tidak berarti. Atau bisa saja Sindy menjadi antagonisnya disini.

Itu yang bisa Sindy simpulkan dari semua ucapan Yena.

Ponsel Sindy bergetar singkat, ada satu pesan masuk. Dia bergegas mengambil ponselnya dari saku celana, berharap satu pesan yang masuk ke ponselnya itu dari orang yang dia tunggu-tunggu kabarnya.

SINARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang