[XII] Hyperthymestic Syndrome

107 2 0
                                    

>>>

Mengingatmu hanya butuh beberapa detik, sedangkan melupakanmu tidak pernah aku pikirkan.

>>>

Kamis, 06.35 AM
di Kelas 11 IPA 1

"Ren?"

"Hmm."

"Lo belum nembak Sindy?"

"Mati dong."

"Gue serius Rendy."

Rendy menatap Yena sekilas, lalu melanjutkan kegiatannya. Membaca buku Biologi.
"Kepo!" ucapnya kemudian.

"Gak gercep banget sih lo, kaya siput."

"Kok jadi lo yang nyolot sih Yen."

Yena yang tiba-tiba saja mendudukkan dirinya disamping Rendy, membuat Rendy tidak bisa fokus dengan bacaannya.

"Ck. Ditikung temen baru tau rasa lo."

Yena yang masih berkicau dengan muka ditekuk membuat Rendy menghela nafas panjang.

"Maksud lo apa sih Yen ngomongin itu?"

"Gue tanya. Kenapa lo belum nembak Sindy?"

Rendy menghela nafas kasar sebelum menjawab pertanyaan Yena. "Pas gue tanya di chat, kenapa dia gak punya pacar, dia ngejawab gak mau pacaran dulu."

Yena terkejut mendengar penuturan dari Rendy, ingin rasanya mengumpat pada cowok didekatnya ini.

"Cuma gara-gara itu lo belum nembak dia?"

"Ya engga lah, waktunya suka gak pas."

"Kalo tiba-tiba dia jadian sama orang lain, gimana?"

"Gue percaya kok sama dia." ucap Rendy dengan yakin.

Tanpa sadar Yena tersenyum kecil. "Lo tau kenapa Sindy gak mau pacaran?"

"Engga."

"Dia lagi nyari seseorang, tujuan dia sekolah disini itu buat nemuin orang itu."

"Terus?"

"Seseorang yang Sindy cari udah ketemu. Dia minta tolong gue buat deketin dia sama orang itu."

Rendy menaikkan salah satu alisnya. Sejak pertemuannya dengan Sindy di Taman Pelangi, Rendy mulai menyukai Sindy. Tapi dia tidak tahu harus melakukan apa. Karena setiap melihat mata Sindy, atau berada dalam jarak yang dekat dengannya membuat jantung Rendy berdetak tak karuan.
Semacam ada kupu-kupu terbang disekujur tubuhnya.

"Terus lo nurut?" Rendy bertanya dengan nada kesal.

"Ya kan, dia sahabat gue." jawab Yena sekena-nya.

"Cukup buat Sindy dekat sama gue. Jangan sama orang itu!"

"Tapi---"

"Lo juga sahabat gue Yen."

"Aaahhh, lo ngebuat gue dilema."

"Orang itu, yang lo maksud siapa?" tanya Rendy penasaran.

"Devka."

Jawaban yang Yena ucapkan sontak membuat Rendy melebarkan matanya. Tidak percaya dengan apa yang di dengarnya, kemudian Rendy bertanya lagi untuk memastikan.

"Maksud lo dia?"
Tunjuk Rendy kepada seseorang yang baru memasuki kelas dengan kedua temannya.

"Iya, dia."

SINARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang