"Cara terbaik untuk menghibur diri sendiri adalah dengan tersenyum."
.
.
.Bersabar? Itulah yang dilakukan mereka saat ini, mereka tetap tawakal dan berdoa kepada Tuhan.
Sudah satu tahun lebih, mereka disini. Meskipun tidak ada perubahan tapi mereka yakin suatu saat tuhan akan menjawab doa mereka.
Namun, kehidupan mereka tidak pernah kembali seperti semula setelah kejadian itu. Aurel sudah mendapatkan balasan nya, dia di keluarkan dari sekolah. Dia juga sudah menyesal apa yang sudah dia perbuat, dia sudah di buatkan oleh cinta. Semua sahabat dan temannya menjadi lebih pendiam, tidak seceria dulu.
"Manda, sayang. Bangun ya, apa gak capek tidur terus? Apa Manda gak rindu sama Bunda?" Mengecup kening Manda berharap apa yang dia katakan di dengar oleh putrinya.
Namun, hanya tangisan sang Bunda memenuhi ruangan. Suaranya menguat, menyatu dengan suara gemuruh hujan di luar sana.
Apa dia menyesal sekarang? Pastinya iya, dia sangat menyesal. Kenapa di saat dia menemui putrinya, tapi kondisi Manda seperti ini.
"Manda ingin bertemu sama bunda bukan, bunda di sini sayang. Kita akan kumpul bersama lagi ya, bunda gak akan biarin kamu sendiri lagi," lirihnya memandang putrinya yang terpejam, seperti putri tidur.
"Nanti bunda yang buatin sarapan buat kamu, bunda juga akan ngantar kamu ke sekolah, kita masak bareng, makan bareng, tidur bareng. Itu kan yang kamu inginkan?"
"Ma-maafkan bunda....Ma-maaf baru se-sekarang nemuin kamu. Ka-kamu gak mau hapus....a-air mata bunda?" Bisiknya mencium lama kening Manda.
Suasana rumah sakit saat ini sangat tegang, mereka menunggu kabar dari dokter.
Afrel tak berhenti meninju tembok, amarahnya tidak bisa ia tahan. Kalau saja Angga yang melarangnya, dia pasti akan membunuh Aurel saat ini juga.
"Lo gini, juga gak ada gunanya?" Celetuk Varo, meskipun dia marah tapi dia masih menggunakan akal sehatnya.
Afrell terdiam, pandangannya kosong ke depan.
"Bangsat.""Kak, gimana keadaan Manda?" tanya Sifa melihat Angga mendekati mereka.
Angga yang baru saja keluar dari ruangan dokter hanya bisa terdiam. Pikirannya kosong, dia tidak mampu mengucapkan apa-apa lagi.
Melihat Angga seperti itu, membuat mereka merasa was-was. Dengan cepat, Siska menarik Angga duduk dan memberinya air minum.
"Minum, tenangnya diri!"
Angga langsung meneguk air tersebut hingga tandas, menormalkan deru nafasnya yang tak beraturan.
"Sekarang cerita apa yang di katakan dokter?"
Angga menatap mereka, menundukkan kepalanya sejenak. Kemudian kepalanya mendongak dengan tatapan tajam. "Gue akan ke luar negeri."
Mereka menyapa Angga dengan tatapan yang berbeda, "Kita nanyain keadaan Manda bukan nanyain Lo mau kemana!"
Angga menatap datar kearah Afrel, "Iya, Ga. Lo juga mau kemana keluar negeri, mau liburan?"
Angga tak menjawab membuat mereka semakin emosi, Afrel saja hampir memukul Angga jika saja tak di tahan oleh Reyhan.
Bruk....
Mereka mengalihkan pandangan, mereka terkejut melihat siska yang terjatuh ke lantai.
"Sis, Lo kenapa?" Sifa khawatir melihat Siska yang terduduk lemas, tidak seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afma
Roman pour AdolescentsManda Aurellia, gadis cantik yang menginginkan kebahagiaan, kasih sayang dan pelukan penenang dari papanya setelah kepergian bundanya yang membuatnya sangat terpuruk. Namun, harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan. Bukan kebahagiaan yang ia dapat...