60

22 1 0
                                    

"Papa kenapa?"

David menolehkan kepalanya menatap putrinya, Raya. Kemudian dia menepuk kursi di sampingnya, Raya mendekat karena mengerti maksud papanya.

"Raya cariin Papa, ternyata ada disini. Aku udah siapin makan buat papa," ucap Raya.

"Udara disini segar, ya?"

"Iya, Papa benar. Entah kapan terakhir kali aku pergi ke taman seperti ini," ujar Raya menghirup udara segar pagi hari.

"Mama kamu udah pulang?"

Itu saja, hanya itu, dan tetap itulah pertanyaan papanya ketika mengobrol dengannya. Setelah pertengkaran waktu itu, mamanya pergi entah kemana. Di telpon, nomornya gak pernah aktif. Dia juga sudah berusaha mencari keberadaan mamanya, tapi dia tidak menemukannya.

Dia kadang bosan mendengar pertanyaan itu, sampai berapa kali pun papanya bertanya, jawabannya tetap sama, dia tidak tau dan tidak ingin tahu. Dia sudah muak dengan semuanya, dia hanya ingin hidup damai tanpa banyak drama.

"Udah deh pa, jangan bahas itu lagi. Raya muak," ucap Raya.

"Kamu tau pohon itu," ujar David menunjuk pohon Yanga ada di taman rumahnya. Tanpa menanggapi apa yang Raya ucapkan.

Raya mengangguk, "Raya bisa melihatnya, ada apa Pa?"

"Pohon itu seperti keluarga, ranting dan daun adalah anggota keluarganya. Mereka berbeda jenis, tetapi mereka tetap bersatu dalam akar yang sama. Mereka saling menyokong satu sama lain seperti ranting-ranting yang berkembang di semua arah, tetapi tetap kuat berpegangan pada akar yang kokoh. Dan ketika angin badai datang, mereka bersama-sama menahan goncangan, sama seperti pohon yang tetap tegar meskipun badai datang menerpa."

Raya diam, dia tidak sepenuhnya paham apa yang di ucapkan oleh papanya. "Maksud papa?"

"Akar itu di ibaratkan kepala keluarga, yang menjadi panutan. Orang yang menjadi panutan harus kuat seperti akar agar bisa melindungi keluarganya. Namun, papa gagal menjadi kepala keluarga. Papa bukan lah orang yang kuat, sehingga keluarga papa berantakan."

Raya sedih mendengar ucapan papanya, dia sekarang tau apa yang sebenarnya yang ingin papanya katakan.

Apa papa nya menyesal sekarang? Menyesal apa yang telah ia lakukan.

Apa ia menyesal karena meninggalkan keluarga nya?

Apa papanya menyesal mempunyai anak sepertinya, karena kehadiran dialah yang mengharuskan papanya bertahan bersama mama?

Raya tidak tau, apa yang di sesali oleh papanya, terlalu banyak kesalahan.

"Apa papa menyalahkan aku, karena kehadiran Raya membuat keluarga papa dulu berantakan?"

David tak berkutik mendengar pertanyaan putrinya, dalam hatinya ia ingin sekali menjawab 'iya'. Namun, ini sadar ini sama sekali bukan salah Raya. Ini adalah kesalahannya sendiri, kebodohannya sendiri. Mana mungkin dia menyalahkan anak yang tidak bersalah.

Dia sudah menciptakan lobang penderitaan untuk dirinya sendiri, dan dia akan menerimanya jika harus terjebak di dalamnya.

"Pa, jawab Raya! Apa papa menyesal mempunyai putri seperti Raya? Setelah apa yang mama lakukan, apa papa akan membenci Raya?"

"Papa tidak pernah membenci kamu maupun Mama kamu, tapi Papa membenci diri papa sendiri. Papa merasa menjadi suami yang jahat, menjadi Papa yang buruk untuk putrinya. Papa membenci semua hal yang ada dalam diri Papa."

"Raya tahu apa yang papa rasakan, Raya juga sama seperti papa. Menyakiti orang yang tak bersalah, menghakimi orang yang tak tau apa-apa, dan merebut semua yang seharusnya bukan milik ku."

AfmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang