52

25 1 0
                                    

"Mas, kamu gak bisa gini dong. Itu mobil kesayangan aku, gak bisa seenaknya kamu jual gitu aja!"

Suaminya mengeram marah frustasi, istrinya itu sungguh keras kepala. "Tapi, tinggal itu lagi yang bisa kita jual. Kamu tolong ngertiin aku, kita gak bisa selamanya di kejar koruptor terus menerus," alisnya menukik marah menatap berang istrinya.

"Masalah hutang itu urusan mas, aku gak mau tau. Itu juga salah kamu tidak becus ngurus perusahaan hingga perusahaan kita bangkrut," ucapnya.

Plak.....

Wajah Santi tertoleh, memegangi pipinya yang baru saja di tampar oleh suaminya. "Ini bukan salah saya saja, tapi juga kamu."

"Kenapa aku yang disahkan, ini jelas-jelas kamu yang salah. Kalau saja kamu benar-benar ngurus perusahaan itu gak mungkin kita seperti ini," membalas menampar David.

"Seandainya kamu tidak boros dan berfoya-foya sama teman kamu itu, kita bisa membayar hutang!"

"Kamu sudah tau aku seperti apa sebelum kita menikah, seharusnya kamu mengerti mau aku apa?"

"Tapi, San. Kondisi kita sekarang berbeda dengan yang dulu," ucapnya.

David dan Santi saling menatap, hawa panas masih menyelimuti ruang tamu. Mereka terdiam sejenak, menormalkan kembali emosi mereka. Suasana menjadi tegang, mereka tak ada yang ingin mengalah.

Raya yang baru saja pulang dari rumah sinta, lagi dan lagi dia harus menyaksikan pertengkaran antara kedua orang tuanya. Kakinya terhenti berada di ambang pintu, ketika mendengar suara pecahan.

Kapan ini akan berakhir, sungguh dia tak kuat melihat keluarga nya seperti ini.

Apa ini adalah karma baginya karena telah menyakiti Manda.

Sekarang dia tidak menginginkan kasih sayang papa maupun mamanya, dia sudah muak.

Muak dengan keluarganya, muak dengan semuanya.

Brak.....

Vas itu terlempar tak jauh dari hadapannya, badannya bergetar hebat,  matanya menatap kosong kearah kedua orang tuanya yang masih melanjutkan adu mulutnya.

"TERSERAH APA YANG AKAN KAMU LAKUKAN UNTUK MEMBAYAR HUTANG, TAPI AKU TIDAK MENGIZINKAN MU MENJUAL MOBIL ITU!"

"DENGAN ATAU TANPA IZIN KAMU AKU AKAN TETAP MENJUALNYA," jawabnya tak kalah keras dari Santi.

"kalau kamu sampai berani menjualnya, aku gak akan segan-segan mengirim kamu surat cerai!" Ucapnya sebelum membanting pintu kamar yang ada di lantai dua.

David mendudukkan dirinya di sofa, memijit kepalanya yang terasa sakit. Kenapa semuanya berantakan? Kenapa semuanya jadi seperti ini?

Tanpa sadar nama mantan istrinya terngiang di kepalanya, mengingat kenangan indah dulu ketiak istrinya masih hidup.

Memikirkan itu membuat bibirnya terangkat ke atas, senyuman tulus yang lama tak ia perlihatkan pada orang lain.

"Elsie, aku merindukanmu."

Kebersamaan nya degan Elsie dan putri kecilnya terus berputar di kepalanya seperti kaset rusak. Tiba-tiba matanya yang semula terpejam langsung terbuka, ingatannya kembali pada saat dia menyiksa putrinya sendiri.

Air matanya tak berhenti menetes, dia tidak percaya kalau dia menyakiti putri kandungnya sendiri. Putri yang selalu ia jaga, putri yang membuatnya merasakan bahagia akan kehadirannya.

Begitu banyak kesalahannya, hingga membuat dia tak bisa berpikir jernih. Dia telah menyakiti istrinya dan dia juga menyakiti putrinya.

Memukul dadanya yang terasa sesak, dia melihat cahaya Elsie, istrinya menatapnya marah.

AfmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang