Carlos
Mencium Stephanie adalah candu. Seharusnya aku tidak melakukan ini, tapi aku malah mendapati diriku tidak bisa berhenti mencium Stephanie.
Ada banyak hal yang kulanggar. Seharusnya aku menolak permintaan Stephanie. Berkali-kali aku menolak tawaran Max karena memutuskan berhenti bekerja sebagai pria panggilan, tapi permohonan di mata Stephanie membuatku luluh. Begitu saja, aku menerima permintaannya. Tidak ada perlawanan. Stephanie sudah mencengkeramku dalam genggamannya.
Aku bahkan menciumnya, setelah selama ini menolak setiap perempuan yang ingin menciumku. Aku tidak bisa menahan diri, bibirnya begitu menggoda, meminta untuk dicium. Begitu aku menciumnya, aku tidak bisa lepas.
Seharusnya aku segera meminta bayaran dan angkat kaki dari rumahnya. Tugasku sudah selesai. Stephanie sudah mendapatkan apa yang dia inginkan. Namun, aku masih berada di tempat tidurnya, memeluknya sementara bibirku tak henti menciumnya.
Stephanie sudah menggenggamku di dalam kuasanya. Dia begitu kuat, tidak ada kekuatan untuk melepaskan diri.
Manis bibirnya membiatku enggan melepaskan diri. Sebaliknya, aku semakin menenggelamkannya ke dalam pelukanku. Bibirku terus menjelajah bibirnya, mengisapnya dengan penuh nafsu.
Stephanie begitu cantik. Tubuhnya sangat menggairahkan. Entah apa yang terjadi padanya, tidak seharusnya dia disia-siakan seperti ini. Aku rela bersujud di kakinya, menciumi setiap jejak langkahnya, agar bisa terus memujanya.
She's so fucking perfect.
Erangan pelan keluar dari bibirnya saat aku menangkup payudaranya. Buah dadanya membuatku gila. Setiap jengkal tubuhnya seakan meminta agar aku memuaskannya. Dia membuatku tidak bisa puas. Aku baru saja menumpahkan hasratku, untuk kesekian kalinya, dan sekarang aku mendapati tanganku kembali menggerayangi tubuhnya.
"Yes, Carlos..."
Rintihannya terdengar begitu merdu, membuatku semakin terpacu.
"Sentuh aku, Fani," bisikku.
Stephanie menangkup penisku. God damn it, sentuhannya bisa membuatku selesai detik ini juga. Penisku langsung mengeras akibat sentuhannya, berharap Stephanie kembali mengizinkanku untuk mereguk kenikmatan tubuhnya.
"Oh my God..." desisnya saat aku menyentuh kewanitaannya.
"Yes?" Godaku.
Stephanie tertawa kecil. Dia berada sangat dekat denganku, berbaring menyamping agar menghadap ke arahku. Bibirnya hanya berjarak sangat tipis dariku. Sementara aku sibuk mengusap klitorisnya, Stephanie melambungkanku dengan mengusap penisku.
"It feels good. Maksudku, sentuhanmu."
"Fani..." Aku menggeram. "Your pussy is begging me to touch you. Siapa pun yang pernah menyentuhmu di sini, aku jamin sudah kehilangan akal sehat."
"Termasuk kamu?"
Aku menatap ke kedalaman matanya. Dia tidak perlu bertanya. Buktinya aku masih berada di sini, menggaulinya di saat seharusnya aku angkat kaki.
"Yes, I am."
Sejenak ada raut sedih di wajahnya. Emosiku membuncah. Aku membenci kesedihan itu. Perempuan seperti Stephanie seharusnya berbahagia. Bukannya bersedih.
"Mungkin, cuma kamu yang merasa begitu."
Terkutuklah semua orang yang pernah menyia-nyiakannya. Jika saja keadaanku tidak seperti ini, aku akan mencintai perempuan ini dengan segenap perasaan yang kumiliki.
"Aku enggak tahu kenapa kamu malah bertemu laki-laki bodoh yang menyia-nyiakanmu. Believe me. You make every man will drop to his knee in front of you."
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Darling
RomansaSetelah sepuluh tahun menikah tanpa cinta akibat dijodohkan, Stephanie memutuskan untuk bercerai. Tak ada waktu untuk masalah hati, karena posisi sebagai CEO Kawilarang Group menyita semua waktu. Untuk merayakan kebebasannya, Stephanie menghabiskan...