Stephanie
Semua yang kulakukan selalu salah. Tidak ada satu pun pekerjaanku yang benar. Hampir saja aku menandatangani dokumen yang tidak seharusnya kusetujui, beruntung aku masih sempat memeriksanya sebelum membuat kekacauan lebih lanjut.
Keadaan tidak berpihak padaku. Terlebih saat di kantor. Aku memang tidak pernah nyaman selama berada di kantor, tapi beberapa waktu belakangan, tekanan yang ada semakin besar.
Aku teringat peringatan Mama bahwa Om Richard tengah membangun kekuatan untuk melengserkanku. Rumor yang beredar tidak masuk akal. Tuduhan melakukan illegal trading dengan membocorkan informasi internal kepada investor agar bisa membeli saham dengan harga murah—tentu saja itu tidak benar. Aku memang pemegang saham mayoritas, tapi sebagian karena saham yang dijual Stevie. Semuanya sah. Tidak ada yang ilegal. Lagipula itu sudah lama berlalu. Aku tidak mengerti mengapa malah dipermasalahkan sekarang.
Aku baru sampai di kantor. Pagi ini, Alba kembali rewel. Aku terpaksa membawanya sehingga terlambat. Baru kali ini aku datang terlambat, tapi seolah aku baru saja melakukan kesalahan besar.
Kedatanganku disambut oleh tamu yang tidak kusangka-sangka.
"Auditor?" tanyaku.
Pria di hadapanku membenarkan letak kacamatanya. "Saya ditunjuk oleh Pak Richard untuk mengaudit perusahaan."
Rasanya ingin mengumpat, tapi aku memasang senyum profesional di hadapan pria tersebut. Ini pasti langkah selanjutnya untuk menyingkirkanku. Tidak ada yang salah, seharusnya tidak ada yang harus kutakutkan. Mau seribu auditor pun aku tak takut karena tidak ada yang kusembunyikan.
Namun kehadiran auditor bisa menimbulkan bisik-bisik negatif. Apalagi pusat pemeriksanaan tertuju kepadaku. Apa pun kebenarannya tidak lagi penting, sebab orang telanjur percaya aku melakukan kesalahan besar dan patut dicurigai.
"Terima kasih sudah mau repot-repot datang ke sini. Saya tidak akan menghalangi pemeriksaan. Semua dokumen yang dibutuhkan akan saya siapkan," ujarku, berusaha terdengar profesional.
Pria bernama Mario tersebut menjabarkan proses yang akan berlangsung. Ini bukan hal pertama untukku. Dulu Papa selalu main kucing-kucingan dengan tim auditor karena banyak yang disembunyikan. Papa bahkan bekerjasama agar auditor memberikan laporan palsu.
Seharusnya dia fokus memeriksa Tommy dan Om Richard. Juga pengikut mereka. Aku yakin ada banyak kejanggalan yang mereka lakukan.
"Saya dan tim akan melakukan audit sebaik mungkin." Mata Mario melirik ke arah box bayi, tempat Alba tengah tertidur. "Bayimu?"
Aku menegakkan tubuh dan melangkah agar menghalangi pandangan Mario dari Alba. Tidak ada yang salah, tapi aku langsung defensif. Aku tidak suka ada yang ikut campur urusanku dan Alba.
"Ya," sahutku singkat.
Mario tersenyum. Entah apa yang sudah dia dengar dari Om Richard dan Tommy. Dari gelagatnya, aku yakin Mario tahu soal Alba.
"Saya pamit dulu," ujarnya.
Mataku tidak bisa lepas dari punggungnya sampai dia menghilang ke balik pintu. Saat tinggal sendiri, aku menggeram tertahan. Rasanya ingin menjerit, tapi aku tidak bisa melakukannya karena bisa membangunkan Alba.
Saat akan menuju meja kerja, mataku tertumbuk pada Alba. Lagi, pertanyaan Carlos terngiang di telingaku.
Apa ini yang aku inginkan? Kehidupan seperti apa yang ingin kuberikan kepada Alba?
Dentuman di kepalaku semakin hebat, saling berpadu satu sama lain.
***
Sudah tengah malam, tapi Alba masih menangis. Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Aku bahkan sudah menggendongnya dan membawanya jalan-jalan keliling kamar, seperti yang biasa dilakukan Carlos, tapi tangisnya belum juga reda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Darling
RomanceSetelah sepuluh tahun menikah tanpa cinta akibat dijodohkan, Stephanie memutuskan untuk bercerai. Tak ada waktu untuk masalah hati, karena posisi sebagai CEO Kawilarang Group menyita semua waktu. Untuk merayakan kebebasannya, Stephanie menghabiskan...
