Epilog: Paper Rings

12.2K 758 37
                                        

Stephanie

"Fani, ini Dita."

Di hadapanku berdiri perempuan yang begitu mirip dengan Daisy. Bedanya dia memiliki rambut pendek sepundak. Aku mengira akan berhadapan dengan perempuan kurus, wajah cekung, dan tidak ada semangat hidup. Dita membuatku merasa bersalah karena sudah berpikir sejauh itu.

Beruntung Dita berani melawan mimpi buruknya dan keluar dari belenggu obat-obatan.

"Dita, ini Fani."

Tanpa diduga, Dita meraupku ke dalam pelukannya. Satu persamaannya dengan Carlos, sama-sama mengutarakan isi hati lewat pelukan.

Dulu aku merasa risih setiap kali dipeluk. Terlebih oleh orang asing. Meski Dita adiknya Carlos, tetap saja dia orang asing karena aku belum pernah bertemu dengannya. Anehnya, rasa risih itu tidak ada.

Sebaliknya, aku membalas pelukan Dita.

"Thank you."

Dita tidak seharusnya berterima kasih kepadaku, tapi aku tidak mengelak.

"Dita."

Pelukan itu terlepas ketika Daisy memanggilnya. Senyum terkembang di wajah Dita saat beranjak untuk memeluk adiknya. Mereka berbicara satu sama lain, tidak ingin ada yang mengalah.

"Dulu, mereka dekat banget. Syukurlah sekarang mereka bisa seperti dulu lagi," bisik Carlos.

Ini awal bagi Dita. Perjalanannya masih panjang.

"Oh ya, tadi Max ke sini. Dia marah-marah karena kamu keburu pergi."

Carlos memutar bola mata. "Sudah dibilang dia enggak boleh ikut."

Persahabatan Carlos dan Max juga sesuatu yang baru untukku. Belakangan aku tahu bahwa Max menyukai Dita. Dia selalu membujuk Carlos agar diberitahu di mana Dita, tapi Carlos mengunci mulutnya rapat-rapat.

Max satu-satunya orang yang tahu awal mula hubunganku dan Carlos. Awalnya dia ragu, tidak yakin hubungan yang diawali oleh kebutuhan transaksional berubah menjadi cinta yang sebenarnya. Max punya alasan kuat untuk ragu, tapi aku tidak peduli. Aku tidak perlu membuktikan kepadanya, atau kepada siapa pun.

Meskipun tak ada satu pun orang yang mengerti, bukan masalah. Cukup aku dan Carlos saja, karena perasaan ini milik kami berdua.

"Bli, mana Alba?" tanya Dita.

Aku menatap Carlos dan Dita berganti-gantian, sedikit pun tidak menyangka Carlos akan bercerita tentang Alba.

Seolah tahu namanya dipanggil, Alba menangis. Dita mendahuluiku menuju kamar Alba, tapi dia berhenti di pintu. Aku sempat melihat ragu di matanya ketika berada di dekat Alba.

Alba selalu menangis setiap bangun tidur, tapi hanya sementara. Itu caranya memberitahu orangtuanya bahwa dia sudah bangun. Aku menggendong Alba dan membawanya mendekati Dita. Mata Alba yang bulat menatap Dita dengan penuh penasaran.

Alba termasuk pemilih. Tidak mudah bagi orang lain untuk bisa dekat dengannya. Sejak kecil saja, anakku sudah punya perisai. Dia melindungi dirinya sendiri. Jika ada yang membuatnya tidak nyaman, Alba akan menangis. Itu yang terjadi setiap kali dia berada di dekat Tommy.

Namun Alba tersenyum lebar saat melihat Dita. Ini pertemuan pertama mereka, tapi Alba menerima Dita.

"Say hi to Aunty Dita."

Alba belum bisa bicara, hanya gumaman yang keluar dari mulutnya. Awalnya Dita tampak ragu, tapi setelah diyakinkan, akhirnya dia berani menggendong Alba.

Ketika mengetahui soal Alba, aku membayangkan akan menghabiskan hidupku sendiri. Alba tidak akan mengenal siapa-siapa selain ibunya. Aku harus mengarang cerita jika Alba sudah dewasa dan mulai bertanya soal ayahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 09, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Yes, DarlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang