Jihane menangkup kedua sisi wajahku dan memaksaku menatapnya. Matanya menelitiku. Tindakan Jihane seringkali di luar dugaan, termasuk malam ini. Dia datang ke kantorku dengan alasan kangen. Biasanya aku bertemu dengannya seminggu sekali, terutama di akhir pekan. Namun, sebulan belakangan aku selalu beralasan setiap kali Jihane mengajak bertemu. Aku memilih menghabiskan waktu bersama Carlos ketimbang pergi atau berbelanja dengan Jihane.
Aku pikir hubungan dengan Carlos hanya berlangsung sementara. Namun, dia selalu kembali ke rumahku setiap akhir pekan. Tanpa sadar, aku menunggu-nunggu kehadirannya.
Carlos tidak hanya sebatas partner seks. Dia menjelma menjadi teman, seseorang yang tidak pernah mengeluh setiap kali mendengarkan ceritaku, dan juga mendengarkanku tanpa menghakimi. Meski berawal dari seks, akhirnya aku menemukan sosok seorang teman. Bukan berarti aku menolak seks yang diberikannya. Aku masih menginginkan orgasme hebat yang hanya bisa diberikan oleh Carlos.
"What?" tanyaku.
Jihane tersenyum lebar. "You get laid."
Aku berusaha melepaskan diri sebelum Jihane melihat wajahku bersemu merah karena tebakannya benar. Selama ini, tidak ada rahasia antara aku dan Jihane. Namun entah mengapa aku ingin menyimpan Carlos untukku saja.
"Bener, kan?" desaknya. Aku berusaha menghindar, tapi Jihane terus mendekatiku. Dia tidak akan melepaskanku sampai mendapatkan jawaban yang dia inginkan. "Sama siapa?"
"Lo ngomong apaan, sih?" elakku.
Jihane mendecakkan lidah. "Sama gue ini pakai bohong segala." Jihane menahan senyum sambil menaik turunkan alisnya. "Jadi, ini alasan lo selalu nge-ditch gue tiap weekend?"
Aku mengibaskan tangan dan meninggalkannya. Namun, belum sempat membuka laptop, Jihane kembali menghampiriku. Dia memutar kursi hingga aku berhadapan dengannya. Tangannya kembali menangkup wajahku sehingga tidak mungkin menghindar lagi.
"Benar tebakan gue. Lo glowing begini pasti ada sebabnya."
"Perawatan," jawabku asal.
Jihane mendecakkan lidah. "Gue bisa bedain mana glowing karena perawatan atau mana glowing karena orgasme."
Aku tersedak, membuat Jihane malah terbahak.
"This is the kind of glowing when someone showers your face with his cum." Jihane tergelak.
Aku melepaskan diri. "Ngaco lo. Gue lagi sibuk, Jihane."
"Sibuk, ya? Makanya enggak ada waktu buat gue? Sibuk sama siapa, sih?" Jihane menyenggol lenganku.
Aku berusaha menahan tawa, tidak ingin membuat Jihane semakin menggodaku. Aku bisa mengutarakan kebenaran di depannya dan memberitahu bahwa wajah glowing ini karena orgasme yang diberikan Carlos. Jihane pasti akan mendesakku untuk bercerita soal Carlos.
Jihane memang tidak pernah menghakimi. Malah, dia yang paling getol menyuruhku untuk membuka diri, bahkan sebelum aku resmi bercerai dari Erick. Dia bisa menerima fakta soal Carlos. Namun, ada bagian dari dalam diriku yang ingin merahasiakannya.
Cukup aku saja yang tahu soal Carlos dan perjanjian di antara kami. Ini akan menjadi rahasia yang akan kupegang selamanya.
"I see, dia pasti spesial banget. Makanya lo enggak mau ngasih tahu gue." Jihane akhirnya melepaskanku. "You know what? I'm happy for you."
Aku tersenyum karena aku percaya pada perkataannya.
"Sekarang mungkin belum saatnya, tapi kalau sudah tepat, gue yakin lo bakal cerita. In the meantime, I really really happy for you. Harusnya dari dulu dong lo begini," ujar Jihane.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Darling
RomansaSetelah sepuluh tahun menikah tanpa cinta akibat dijodohkan, Stephanie memutuskan untuk bercerai. Tak ada waktu untuk masalah hati, karena posisi sebagai CEO Kawilarang Group menyita semua waktu. Untuk merayakan kebebasannya, Stephanie menghabiskan...