Carlos
Dalam beberapa hari, hidupku berubah.
Ketika Dita setuju masuk rehabilitasi, aku menghabiskan beberapa hari mengurus kebutuhan Dita selama direhab. Dita menunjukkan perkembangan berarti selama dirawat di rumah sakit. Aku kembali berharap kepadanya, semoga ini kali terakhir Dita bersinggungan dengan obat-obatan tersebut. Kejadian ini juga membuka kesempatan untuk bicara dari hati ke hati dengan Dita. Rasanya seperti menyambut pulang adikku yang sudah lama pergi.
Rencana semula, aku akan kembali ke Jakarta untuk memperjuangkan Stephanie dan Alba begitu urusan Dita selesai. Aku berharap Stephanie mau memberikan kesempatan untukku.
Semuanya berubah. Aku tidak menyangka akan mendapati Stephanie di klub Max. Aku ke sana karena Vira, salah satu klienku, terus menerus menghubungi. Aku menemuinya untuk menegaskan bahwa apa pun bujukannya, aku tidak akan pernah kembali kepadanya.
Sekalipun Stephanie menolak, aku tidak akan kembali ke kegelapan.
Dita-lah yang membuatku berani menatap masa depan. Ketika Dita dengan mantap memasuki panti rehabilitasi, aku memberanikan diri untuk menatap masa depan. Akan selalu ada Stephanie dan Alba di hidupku, apa pun yang terjadi.
Berada di pelukan Stephanie membuat semua beban terangkat. Pun ketika aku memeluk Alba. Hidupku berubah menjadi jauh lebih baik dalam seketika.
Namun, hidup belum berpihak kepadaku. Telepon Daisy, juga nada panik saat dia menghubungiku, melemparku kembali ke realita.
Bajingan satu itu sudah kelewatan. Bisa-bisanya dia berniat menjual Daisy demi melunasi utang judi. Aku tidak habis pikir, apa yang ada di otaknya? Aku tidak segan-segan membunuhnya jika dia berani menyentuh Daisy.
"Bli..." Daisy melambai dari arah kolam. Selama beberapa hari, dia tinggal bersamaku di villa. Jihane sudah kembali ke Jakarta, sedangkan Stephanie masih berada di sini.
Aku menghampiri Daisy dan ikut duduk di sampingnya. "Better?"
Daisy tersenyum lebar. "Never been better. Alba lucu banget."
Stephanie bersikeras meminta Daisy tinggal di sini. Dia melihat sendiri betapa hancurnya keluargaku. Hatiku tersentuh melihat Stephanie menerima Daisy dengan tangan terbuka. Dia menghubungi pengacara, yang beberapa hari terakhir berhubungan denganku demi menentukan status Daisy. Di mata hukum, dia masih anak-anak yang seharusnya tinggal bersama orangtua. Namun, aku diyakinkan bahwa Daisy bisa keluar dari rumah jika terbukti keadaan di rumah tidak baik untuknya.
Daisy langsung akrab dengan Alba. Selain aku dan Stephanie, Alba tidak rewel jika bersama Daisy.
"Kak Fani masih meeting?" tanyanya.
Aku menatap ke lantai dua. Stephanie berada di ruang kerja, menghadapi koleganya di Jakarta. Setiap kali Stephanie membahas soal pekerjaannya, aku merasakan beban yang dipikulnya. Stephanie masih mengingkari keinginan hati. Menjadi CEO di perusahaan yang tidak bisa menerimanya dengan tangan terbuka bukan hal yang sehat untuknya. Namun, aku tidak bisa bertindak lebih jauh. Aku pernah melakukannya, dan mendesak Stephanie sama saja dengan mendorongnya menjauh. Jadi, yang bisa kulakukan hanyalah menjaganya dan siap menyambutnya jika dia terjatuh.
"Bli balik ke Jakarta?" tanya Daisy. Ada redup di matanya saat menatapku.
"Kamu senang tinggal di sini?" Aku balik bertanya.
Daisy mengangguk. "Kalau boleh milih, aku enggak mau pulang. Aku mau tinggal bareng Bli, di mana aja. Kalau Bli balik ke Jakarta, please bawa aku. Jangan tinggalin aku sendiri lagi."
Ucapan Daisy seperti pisau yang menusuk hatiku. Aku tidak akan pernah bisa mengenyahkan perasaan bersalah karena telah meninggalkannya dan terpaksa membuatnya menghadapi ayahnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Darling
RomanceSetelah sepuluh tahun menikah tanpa cinta akibat dijodohkan, Stephanie memutuskan untuk bercerai. Tak ada waktu untuk masalah hati, karena posisi sebagai CEO Kawilarang Group menyita semua waktu. Untuk merayakan kebebasannya, Stephanie menghabiskan...