56. Perihal Cinta

6.1K 762 44
                                        

Stephanie

Carlos membimbingku masuk ke dalam mobil, sebelum bergabung denganku di sana. Dia tidak menyalakan mobil, hanya berdiam di balik kemudi. Suasana begitu hening, sampai-sampai aku bisa mendengar desah napasnya dengan jelas.

"Siapa perempuan tadi?" tanyaku. Detik setelahnya, aku mengutuk kebodohanku. Aku tidak perlu tahu siapa perempuan tadi. Bukan itu tujuanku jauh-jauh datang mencarinya.

"She was my ex client."

Aku baru saja menggali kuburku sendiri. Aku memejamkan mata, tapi benakku malah memainkan bayangan tubuh Carlos bergelung di tempat tidur dengan perempuan lain.

"Kamu..."

"Dita butuh biaya untuk rehabilitasi." Carlos memotong ucapanku, bahkan sebelum aku menyerukan pertanyaan yang menggelitik hati. "Aku dipecat dari restoran karena pergi tanpa izin. Debt collector menghubungi karena utang ayah tiriku sudah jatuh tempo." Carlos tertawa miris. "Aku butuh uang, Fani."

Ada yang menggores hatiku. Nada getir di balik ucapannya membuatku tidak kuasa menahan air mata. Seharusnya aku melakukan sesuatu untuknya, tapi aku malah menyakitinya.

"Dia menghubungiku dan memintaku menemuinya. Itu alasannya ada di club, untuk bertemu denganku," lanjut Carlos.

Aku memejamkan mata dan menggeleng kencang, tidak ingin mendengarkan kelanjutan ucapannya. Pengakuannya tak ubah seperti pisau yang menusuk hatiku. Carlos pernah bilang, dia telah berhenti dari dunia malam. Dia berubah dan berjuang meraih mimpi demi membuktikan dirinya pantas sebagai ayah Alba. Namun aku malah menuduhnya serendah itu.

"Dia menawarkan uang banyak. Jumlahnya cukup untuk membiayai rehabilitasi Dita dan membayar utang. Aku hanya perlu menyetubuhinya." Carlos tertawa miris.

"I'm sorry," bisikku.

Carlos menghela napas panjang. "I rejected her."

Tiga kata itu seperti bom yang meledak di hadapanku. Aku refleks menghadap ke arahnya. Saat itulah kusadari bahwa sejak tadi Carlos menatapku. Dia tidak menutup-nutupi kesedihan. Rasanya seperti terlempar kembali ke beberapa waktu silam, karena malam ini aku bisa melihat luka di wajahnya.

Luka yang kutorehkan di sana.

"Aku butuh uang, tapi aku masih punya harga diri." Carlos menatapku dengan tatapan sendu. "Sekalipun bagimu aku mungkin udah enggak ada harganya."

Aku tidak lagi menahan air mata. Kubiarkan penyesalan tercetak jelas di wajahku. "I'm so sorry. Aku enggak punya pembelaan apa pun. Semua salahku. Enggak seharusnya aku berkata seperti itu."

"But you're right. Aku mencintaimu sehingga hidup dalam mimpi. Di sana, semuanya terasa indah. Namun kenyataannya?" Carlos memalingkan wajah dan menatap nanar ke hadapannya. "Aku tidak pantas untukmu dan Alba. Kamu punya banyak masalah dan aku hanya ancaman untukmu. Aku juga tidak mau Alba menderita karena memiliki ayah sepertiku."

Aku meraih tangannya. Carlos tidak membalas genggaman tanganku. Rasanya seperti sebuah penolakan.

"Kamu bukan ancaman. Kamu..." Aku menghela napas panjang berkali-kali. "Aku mencarimu untuk minta maaf. Aku begitu kalut, tapi itu tidak bisa jadi alasan di balik ucapanku waktu itu. Aku menyakitimu dan aku menyesal."

Ketika Carlos kembali menatapku, kepedihan masih terlihat di wajahnya. penyesalan semakin menumpuk di dalam hatiku.

"Kamu mungkin tidak bisa memaafkanku. Aku bisa terima." Hatiku menolak. Aku tidak bisa terima. Aku tidak tahu bagaimana caranya melanjutkan hidup tanpa Carlos di sisiku. Selama ini aku terbiasa sendiri, tapi aku tidak akan bisa kembali sendiri seperti sedia kala. Kehadiran Carlos mengubah semuanya, termasuk caraku memandang hidup. Karena dia, aku akhirnya merasakan seseorang yang menginginkan kehadiranku dengan tulus.

Yes, DarlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang