Stephanie
Aku langsung menghampiri Alba begitu sampai di Bali. Dia baru selesai mandi sore dan sedang bermain bersama Daisy. Senyum lebarnya yang menyambutku membuatku semakin yakin dengan keputusan yang kubuat.
"Aku mau mandi dulu." Daisy mendorong kursi rodanya dan keluar dari kamar Alba.
"Thank you," bisikku.
Aku menciumi Alba, yang disambut dengan tawanya. Semua beban yang menggayuti hatiku, hilang tak bersisa. Untuk pertama kalinya, aku bisa bernapas lega.
"Hai." Carlos memelukku. Aku refleks bersandar di dadanya. Dengan diriku berada di pelukannya, dan Alba di gendonganku, hidupku sempurna. "Everything's okay?"
Aku mengangguk. Carlos bertanya perihal hasil rapat, tapi aku belum siap untuk bercerita. Perasaan yang menggebu-gebu membuatku kesulitan memilah apa yang seharusnya kusampaikan. Carlos tidak mendesak. Dia manusia dengan hati paling luas yang pernah kukenal, dan Carlos memberiku waktu sampai aku siap.
Sekarang, aku ingin menghabiskan waktu untuk menikmati ketenangan ini lebih lama sebelum mengambil keputusan penting akan langkah selanjutnya.
"Aku selalu suka wanginya Alba habis mandi. Rasanya menenangkan," bisikku.
"Just like you," balas Carlos. Dia mencium puncak kepalaku. "Mau jalan-jalan ke pantai? Bareng Alba."
Aku tidak punya alasan untuk menolak. Di depannya, aku mengangguk antusias. Carlos mengambil stroller dan tas berisi kebutuhan Alba sebelum menggandeng tanganku menuju mobil. Dia membawaku ke pantai yang berada tidak begitu jauh dari villa.
***
"Ba..." Carlos membuat ekspresi lucu yang mengundang tawa Alba. Begitu juga denganku. Bukan hanya Alba yang tertawa kegirangan karena menghabiskan waktu bersama Carlos, aku juga merasakan hal yang sama.
Carlos mengerucutkan hidung dan membelalakkan mata, membuat tawa Alba semakin menjadi-jadi. Dia tidak peduli meski terlihat jelek, selama bisa membuat Alba tertawa puas.
Aku memeluk lutut. Mataku tidak bisa lepas dari Carlos. Deburan ombak dan matahari sore menjadi latar belakang yang sempurna. Carlos dan Alba, dua orang paling penting di hidupku.
"Jihane menawarkan posisi di restorannya, di Bali." Carlos berkata tanpa menatapku. Dia masih asyik bercanda dengan Alba.
"Seharusnya sejak dulu dia memilihmu," tukasku.
"Menurutmu bagaimana?" Carlos melirikku.
Aku tidak menyangka akan mendapat pertanyaan itu. Ini kesempatan yang ditunggu sejak lama. Carlos berusaha keras untuk mendapatkan kesempatan ini. Aku akan melawan apa pun yang menghalanginya.
It's time for him to shine.
"Kita bisa pindah ke Bali," balasku.
"Kamu yakin? Gimana dengan pekerjaanmu?" Carlos menatapku penuh tanda tanya.
Sebaris senyum terkembang di wajahku. "Enggak ada lagi yang mengikatku untuk tetap tinggal di Jakarta. Lagipula, enggak lama lagi aku akan menjadi pengangguran."
Carlos refleks memutar tubuhnya hingga berhadapan denganku. Ekspresi kagetnya membuatku sontak tertawa. Matanya membola, membuatku khawatir bola mata itu akan meloncat keluar.
"Aku putuskan berhenti bekerja. Kamu benar, perusahaan itu tidak pernah membuatku bahagia," balasku.
"Perusahaan itu milikmu."
Aku menggeleng. "Kakekku yang mendirikannya, lalu dilanjut oleh Papa. Aku memaksakan diri berada di sana, dan aku menyesal sudah menomorduakan hidupku demi ambisi." Aku bersandar di pundaknya. Tanganku terulur untuk menyentuh pipi Alba. "Aku ingin move on, Carlos. Meski itu berarti aku harus kehilangan semuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Darling
Roman d'amourSetelah sepuluh tahun menikah tanpa cinta akibat dijodohkan, Stephanie memutuskan untuk bercerai. Tak ada waktu untuk masalah hati, karena posisi sebagai CEO Kawilarang Group menyita semua waktu. Untuk merayakan kebebasannya, Stephanie menghabiskan...