21. The Bomb

7.1K 640 11
                                    

Stephanie

Semalam, Carlos memelukku saat tidur. Aku membiarkannya, karena tubuhku menginginkan pelukan tersebut. Aku membutuhkan pelukan itu.

Pagi ini, aku mendapati diriku sepenuhnya berada di dalam pelukannya. Punggungku bersandar di dadanya. Lengannya memeluk tubuhku dengan sangat erat, sedang lengan kirinya menjadi bantal untukku. Aku bisa merasakan embusan napanya kepalaku.

Aku membiarkan tubuhku bergelung kian dalam di pelukannya. Dalam diam, aku menunggu datangnya serbuan mual. Kedamaian ini hanya akan berlangsung sementara, sehingga aku sengaja menikmatinya sedikit lebih lama.

Napasnya begitu teratur, membuat tubuhku ikut merasa santai. Aku terus menunggu dengan antisipasi. Biasanya, tak lama setelah bangun, gejolak mual akan menguasai.

Tak peduli berapa lama aku menunggu, mual itu tak kunjung datang. Pagi ini aku mendapat sebuah keajaiban.

"Pagi." Suara serak Carlos menyapa pendengaranku.

Dia beringsut dan mempererat pelukannya. Aku merasa geli ketika Carlos menyurukkan kepalanya di leherku. Seketika tubuhku langsung bereaksi. Tanpa sengaja, aku menekan bokongku dan disambut oleh tonjolan penisnya yang terasa keras.

"Pagi," balasku. Gairah yang menguasai membuatku sengaja menggesekkan bokong di penisnya.

Carlos menggeram. Suaranya terdengar berat dan seksi, dan hanya membangkitkan gairahku.

"So naughty," kekehnya. Carlos sengaja menangkup payudaraku dan meremasnya.

Sekarang giliranku yang melenguh penuh kenikmatan. Aku membalas dengan menggesekkan bokongku, membuat Carlos semakin liar meremas payudaraku.

Ini tidak seharusnya terjadi. Yang seharusnya kulakukan adalah mengajak Carlos bicara empat mata dan memberitahu soal kehamilan. Bukannya terbakar gairah seperti ini.

Tidak biasa-biasanya aku menghindari masalah. Selama ini, tidak peduli seberat dan semenantang apa pun masalah yang ada, aku akan menghadapinya dengan kepala tegak. Aku siap menanggung risiko.

Kali ini berbeda. Aku justru menghindar.

Risiko terbesar adalah Carlos menolak kehadiran anak ini. Dia akan meninggalkanku. Aku memang sudah bisa menerima jika dia memutuskan seperti itu, tapi aku belum siap kehilangan dirinya secepat ini. Itulah yang membuatku menyerah pada gairah pagi ini dan membiarkan tubuhku merasakan kehangatan tubuh Carlos.

Mungkin untuk yang terakhir kalinya.

Carlos menyelipkan tangannya ke balik gaun tidurku. Tangannya yang kasar menggelitik kulit telanjangku.

"You're so pretty in the morning," bisiknya.

Aku menolehkan wajah, dan Carlos langsung mengerti. Dia membungkamku ke dalam ciumannya.

A very soft kiss.

Ciuman yang memabukkan. Untuk sejenak, aku bisa mengenyahkan pikiran akan janin di kandunganku dan menikmati ciuman serta sentuhan Carlos.

Eranganku tertahan oleh ciumannya saat tangannya dengan liar menguasai payudaraku. Remasan demi remasan yang diberikannya membuatku semakin terbakar gairah.

"Aku mau kamu," bisiknya.

"Yes, please."

Carlos tidak melepas pelukannya. Tangannya dengan cekatan menarik turun bokser hingga kejantanannya yang keras menyentuh bokongku. Aku mengulurkan tangan ke balik punggung untuk menyentuhnya. Napasku memburu saat menggenggamnya di dalam genggamanku.

Yes, DarlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang