Carlos
Aku terbangun dan mendapati diriku berada di tempat tidur Stephanie. Bisa-bisanya aku ketiduran. Stephanie benar-benar menguras tenagaku. Dia membuatku terpacu untuk memuaskannya. Tubuhnya begitu menggiurkan, dan aku ingin menikmatinya selamanya.
Namun, aku malah tertidur.
Dari balik gorden yang tertutup, aku melihat di luar sudah gelap. Sepertinya aku tertidur cukup lama.
Aku sendirian di kamar, tidak ada tanda-tanda kehadiran Stephanie. Buru-buru aku menyibak selimut dan mencari pakaianku, tapi tidak menemukannya. Sepertinya pakaianku tertinggal di ruang tamu, ketika Stephanie menelanjangiku. Aku harus mencari Stephanie, sehingga aku mengabaikan ketelanjanganku. Lagipula, dia tinggal sendiri. Jadi tidak ada yang keberatan melihatku berkeliaran di rumahnya dalam keadaan telanjang seperti ini.
Rumahnya begitu sepi. Aku tidak bisa membayangkan tinggal sendiri di rumah sebesar ini. Sekarang aku mengerti dari mana asal sendu di matanya. Aku akan merasa yang sama jika tinggal sendirian.
Stephanie tidak ada di dapur, juga di ruang tamu. Ada banyak ruangan dengan pintu tertutup. Aku mencoba mengingat-ingat saat Stephanie memperkenalkan rumahnya. Aku tidak berkonsentrasi karena Stephanie membuatku kesulitan menahan diri dari godaan.
Aku membuka sebuah pintu dan langsung menarik napas lega saat melihat Stephanie. Mataku menyisir setiap sudut ruangan. Sepertinya ini ruangan kerja.
Stephanie mengangkat wajah dari laptop. Wajahnya memerah saat melihatku. Dia langsung membuang muka dengan kembali menatap laptop.
Aku tidak bisa menahan tawa. Baru beberapa jam yang lalu dia memintaku untuk menyetubuhinya dengan kasar. Dia tidak malu-malu ketika memintaku memuaskan dirinya. Juga ketika Stephanie berada di atas tubuhku, bergerak dengan sangat liar. Namun sekarang, dia malah terlihat malu-malu.
"Kamu... kerja?" tanyaku saat sampai di dekatnya.
Stephanie melirikku sekilas, dan wajahnya semakin memerah. Hal itu malah membuatku semakin terpanggil untuk menggodanya.
"Come on, Fani. Ini masih minggu. Kamu ngapain udah kerja segala," godaku. Aku sengaja berdiri di dekatnya.
"Aku ada weekly meeting setiap Senin pagi. Jadi, aku harus mastiin semua data yang kubutuhkan sudah siap, biar enggak ditelanjangi."
"Fan, satu-satunya yang akan menelanjangimu itu aku," balasku.
Stephanie kembali melirikku. "Mana bajumu?"
"Enggak tahu. Lagian, apa gunanya? Sebentar lagi kamu juga minta aku buat telanjang lagi." Aku semakin terpacu untuk menggodanya.
Suara tawanya terdengar renyah. "Jangan kepedean."
"Siapa yang kepedean?" Aku bersedekap di depannya. Aku sengaja mengusap penisku di depan matanya. Wajahnya yang memerah membuatku semakin menggila. "Aku yakin putingmu sudah keras."
"Sok tahu," semburnya.
Aku mengulurkan tangan dan menyentuhnya. Dari balik blus yang dipakainya, aku bisa merasakan putingnya yang keras.
"Terus, ini apa?"
"Karena AC," jawabnya santai.
Aku terkekeh. Bukannya menjauh, aku sengaja mempermainkan payudaranya, membuatnya putingnya semakin keras.
"Carlos, aku harus memeriksa data ini," protesnya. Namun wajahnya berkata lain. Dia begitu menikmati sentuhanku.
"Aku cuma megang susumu, jadi tanganmu masih bisa dipakai buat mengecek data."

KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Darling
RomanceSetelah sepuluh tahun menikah tanpa cinta akibat dijodohkan, Stephanie memutuskan untuk bercerai. Tak ada waktu untuk masalah hati, karena posisi sebagai CEO Kawilarang Group menyita semua waktu. Untuk merayakan kebebasannya, Stephanie menghabiskan...