41. Behind the Door

7.6K 815 20
                                        

Carlos

Aku lagi-lagi dipaksa menunggu. Kali ini di depan ruang operasi, sementara di dalam sana Stephanie berjuang melahirkan anakku. Semula dokter memberitahu Stephanie kemungkinan bisa melahirkan secara normal, tapi begitu kontraksi semakin hebat dan belum ada tanda-tanda, dokter mengambil tindakan untuk operasi Caesar agar tidak membahayakan Stephanie dan anakku.

Tadinya aku sudah bertekad akan menemani Stephanie saat melahirkan. Bagi sebagian orang, hal tersebut bisa menjadi pengalaman traumatis. Aku yakin, pengalaman itu akan membuatku semakin mencintai Stephanie.

Namun, yang bisa kulakukan hanya menatap ruang operasi yang tertutup, menunggu pintu tersebut terbuka.

Menunggu anakku lahir ke dunia.

Aku teringat ucapan Pierre. Dia satu-satunya yang percaya aku pantas memiliki sebuah keluarga. Aku menertawakan Pierre, bagiku itu terlalu mengada-ada. Aku orang yang terbuang, bagaimana mungkin aku pantas memiliki keluarga?

Stephanie mengubah semuanya. Juga anakku. Mungkin orang sepertiku masih layak memiliki keluarga.

Meski aku mencintai Stephanie, aku tidak berharap banyak. Stephanie tidak akan balas mencintaiku, itu sangat mustahil. Aku rela jika suatu hari nanti Stephanie jatuh cinta pada pria lain, dan jika hal itu terjadi, aku berharap pria itu bisa mencintai anakku selayaknya anak sendiri.

Mungkin hanya seperti ini, tapi bagiku ini sudah cukup.

Getar handphone membuyarkan lamunan. Aku mengecek pesan dari Daisy.

Daisy: Dita sudah boleh pulang. Kata Max, Dita ikut dia.

Carlos: Dita setuju?

Daisy: Max maksa. Aku mendukung Max. Kalau Dita di rumah, enggak ada yang jagain. Bli di mana?

Carlos: Rumah sakit. Fani masih dioperasi.

Daisy: Please kirimin foto keponakanku. Aku mau lihat.

Daisy begitu antusias ingin bertemu keponakannya. Mungkin suatu hari nanti aku bisa membawanya ke Jakarta dan memperkenalkannya kepada anakku.

Carlos: Terima kasih sudah jagain Dita. Kamu juga jaga diri baik-baik, ya.

Daisy: Tenang Bli. Aku di sini baik-baik saja.

Aku ingin percaya padanya, tapi ada bagian hatiku yang tidak yakin dia baik-baik saja.

Seharusnya aku yang menjaga Dita. Mungkin aku bisa pulang, jika anakku sudah cukup besar dan Stephanie sudah terbiasa dengan rutinitas baru. Aku rasa, dua hari saja sudah cukup.

Untuk sementara, aku kembali berutang budi pada Max.

Carlos: Max, thank you. Tolong jaga Dita.

Max: No problems. Btw, Daisy bilang lo punya anak? What the fuck, man? Anak siapa?

Aku tidak pernah berniat merahasiakannya, hanya saja aku tidak merasa memiliki keharusan memberitahu Max.

Carlos: Anak gue.

Max: Are you insane? Enggak pakai kondom lo?

Carlos: Ya gitulah.

Max: Lo serius? Gue pikir Daisy bercanda.

Carlos: Daisy enggak bercanda.

Max: Kenapa bisa?

Carlos: Ceritanya panjang.

Max: You fucked up.

Seharusnya aku setuju dengan Max. Siapa pun yang berada di posisiku akan merasa seperti itu. Karena aku tidak berada dalam kondisi siap memiliki seorang anak. Seharusnya aku bisa mencegah hal ini terjadi, tapi kenyataan terasa begitu indah. Sangat sempurna. Tanpa kusadari, aku justru menginginkan anak ini.

Yes, DarlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang