Stephanie
Dering telepon membangunkanku. Aku menyikut Carlos untuk membangunkannya.
Carlos mengerang pelan sebelum menyalakan lampu di atas nakas dan mengangkat telepon. Dari balik cahaya yang masuk melalui celah gorden, aku menyadari sudah pagi.
Semalaman Carlos menguras tenagaku. Dia berubah menjadi monster yang tak pernah bisa berhenti menyetubuhiku. Tubuhku menerimanya dengan gairah menggebu. Berkali-kali aku mencapai puncak kenikmatan bersama Carlos. Menjelang pagi, ketika tubuhku menyerah, aku terlelap dengan senyum yang tak hilang dari bibirku.
Carlos refleks terduduk. Tubuhnya menegang. Aku ikut terduduk dan mengintip dari balik pundak, mencari tahu siapa yang menelepon.
Daisy.
Seketika, aku ikut panik.
"Bebe..."
"Bli, tolong..." Aku mendengar rintihan Daisy.
Carlos tidak membuang waktu. Dia memutus telepon dan bangkit berdiri. Dengan tergesa-gesa, dia memasang pakaiannya. Aku terkesiap dan langsung menyambar pakaian.
"Kamu mau ke mana?" tanyanya.
"Ikut kamu," jawabku tegas.
"Fani, aku enggak tahu apa yang terjadi di sana."
Aku berdiri sambil berkacak pinggang di hadapannya. "Justru karena itu. Aku enggak mau kamu ke sana sendirian."
"Fani..."
"Aku ikut. Kalau kamu enggak ngizinin, aku tetap akan ikut." Aku membantah. Aku bisa jauh lebih keras kepala dibanding dirinya.
Carlos menyerah. Setelah berpakaian, aku menghampiri Jihane. Dia sedang yoga ketika melihatku terburu-buru.
"Titip Alba. Gue sama Carlos mau pergi dulu."
Jihane tidak bertanya. Dia hanya mengangguk dan menyudahi yoga. Aku segera menghampiri Carlos dan menyerahkan kunci mobil kepadanya.
Masih pagi, tapi waktu yang dimiliki sangat sempit. Daisy tidak berkesempatan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, isak tangis juga nada mendesak di balik suaranya cukup menjadi bukti dia tidak baik-baik saja.
Carlos menghentikan mobil di depan sebuah rumah. Dia menghambur keluar, membuatku ikut berlari menyusulnya.
Rumah dalam keadaan kacau. Keadaan begitu ribut. Di sudut ruangan, aku melihat perempuan baya yang menangis tanpa henti. Sementara itu, seorang pria meringkuk babak belur di lantai. Di dekatnya ada dua orang berwajah bengis dan bertubuh besar yang menghajarnya, sekalipun dia sudah tergeletak tak berdaya.
Dia pasti ayah tiri Carlos. Laki-laki kurang ajar yang membuatnya menderita.
Kedua preman itu menghadap Carlos. Carlos refleks menarikku hingga tersembunyi di belakang tubuhnya.
"Kami ke sini untuk menagih utang yang sudah jatuh tempo. Jadi jangan ikut campur," ujar salah seorang di antara mereka.
"Dia yang harus bayar." Pria yang sudah babak belur di lantai menunjuk Carlos. "Dia yang berutang."
"What the fuck," umpatku. Baru kali ini aku bertemu manusia tidak tahu diri seperti dia.
Di mataku, dia jauh lebih hina dibanding binatang.
"Bayar utangmu atau adikmu yang harus membayarnya."
Aku tersentak. Mataku refleks menatap ke sekeliling untuk mencari Daisy. Rumah itu tidak besar, dan aku bisa menemukannya bersembunyi di kamar. Aku menghampirinya. Mataku terbelalak saat melihat kamarnya berantakan, seolah ada angin topan yang memporak porandakan kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Darling
RomanceSetelah sepuluh tahun menikah tanpa cinta akibat dijodohkan, Stephanie memutuskan untuk bercerai. Tak ada waktu untuk masalah hati, karena posisi sebagai CEO Kawilarang Group menyita semua waktu. Untuk merayakan kebebasannya, Stephanie menghabiskan...
