Aku mengusap perut yang kekenyangan, sekalipun Risotto sedikit gosong karena perhitungan Carlos yang melesat. Dia tengah menggauliku ketika Risotto tersebut matang. Aku hanya bisa tertawa saat Carlos mengumpat. Aku menahannya, sampai dia selesai denganku, dan mengurus Risotto tersebut.
"Kenapa, sih, kamu mau jadi pelayan. Maksudku, harusnya kamu yang masak." Aku kembali mempertanyakan hal yang sama, karena sampai sekarang, aku tidak habis pikir dengan pekerjaannya.
Carlos menghempaskan tubuhnya di sampingku. Dia begitu menggoda, hanya mengenakan bokser ketat yang memeluk tubuhnya dengan pas. Penisnya yang besar begitu menonjol. Juga bokong bulatnya yang menggiurkan. Rasanya ingin menarik bokser tersebut hingga lepas.
He's a walking feromone. Bahkan dalam pakaian lengkap saja, dia bisa membuat nafsuku terpanggil. Belum pernah ada pria mana pun yang membuatku jadi seperti ini. Bahkan Erick, yang sempat disebut sebagai salah satu bujangan paling tampan versi majalah dewasa sebelum menikah denganku, tidak memiliki aura seperti yang dipancarkan Carlos.
Dia memiliki side profile yang sempurna. Dari samping, hidungnya yang mancung tampak begitu tinggi. Juga rahangnya yang tajam. Bibirnya yang tebal begitu menggoda. Dia memiliki kulit cokelat yang membuatnya jadi semakin seksi. Juga facial hair yang membingkai wajahnya. Serta rambut tebalnya yang terlihat begitu lembut. Sepuluh tahun hidup bersama Erick, aku terbiasa dengan pria bersih. Carlos berbeda. Sekilas, dia terlihat kasar dan intens.
Dia sangat intens, terutama saat bersenggama denganku. Tubuhku seperti dicambuk dan terbangun dari tidur panjang. Aku tidak akan bisa lupa rasanya saat penisnya menghantamku. Bahkan saat mengingatnya saja sudah membuat nafsuku terpanggil.
"Aku maunya juga jadi chef, tapi kesempatan itu bukan untuk semua orang." Jawabannya terdengar mengambang.
"Kamu belajar masak di mana?"
"Magdalene. Aku bekerja di sana sejak SMP. Pierre sudah seperti ayahku sendiri, dia yang mengajariku memasak. Dia asli Parma, jadi dia bisa memasak makanan Italia otentik. Dia memberikan resep rahasianya kepadaku," jawabnya.
"Pantas. Aku pikir kamu punya darah Italia."
Carlos tersenyum. "I'm Spanish."
"Namamu pasti panjang," tebakku asal.
"Just Carlos."
Aku menegakkan tubuh agar bisa menghadapnya. "Bohong."
Carlos meraih bantal kursi dan memeluknya. "Ayahku pelaut. Suatu waktu, dia mendarat di Bali dan tinggal cukup lama di sana. Dia berkenalan dengan ibuku, lalu ibuku hamil. Sebelum aku lahir, ayahku pergi. Enggak ada yang tahu dia di mana, bahkan ibuku juga enggak tahu. Begitu aku lahir, dia memberiku nama Carlos, sesuai nama ayahku. Ibuku telanjur sakit hati, jadi tidak memberiku nama seperti anak-anak Bali pada umumnya. Dia juga enggak memberiku nama belakang ayahku, dia bilangnya enggak tahu. Namanya panjang dan ribet, dan ibuku terlalu sakit hati makanya enggak peduli. So, here I am. Just Carlos. Aku bukan orang Bali, juga bukan orang Spanyol."
Penjelasannya membuatku terpana. Carlos berusaha terlihat santai, tapi suaranya sarat akan emosi. Aku bisa mendengar getar di balik ucapannya. Sejenak, aku bisa mengerti perasaannya. Sama sepertiku, dia juga dikecewakan oleh orang-orang yang seharusnya menyayanginya.
"Waktu masih di Magdalene, aku belajar masakan Spanyol. Alasannya klise, aku habis berantem dengan ayah tiriku dan diusir dari rumah. Jadi, aku tinggal di rumah Pierre. Aku memanfaatkan dapurnya dan belajar, dengan harapan mungkin suatu hari nanti aku bisa mencari tahu siapa ayahku," lanjutnya.
"Kamu pernah mencari?"
Carlos menggeleng. "Setelah dewasa, aku sadar. Enggak ada gunanya mencari tahu siapa dia. Enggak akan mengubah kehidupanku juga."
![](https://img.wattpad.com/cover/331590522-288-k208865.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Darling
RomansSetelah sepuluh tahun menikah tanpa cinta akibat dijodohkan, Stephanie memutuskan untuk bercerai. Tak ada waktu untuk masalah hati, karena posisi sebagai CEO Kawilarang Group menyita semua waktu. Untuk merayakan kebebasannya, Stephanie menghabiskan...