Triska memutuskan untuk datang ke klinik kecantikan yang dibilang oleh Moza. Dia ingin melihat keadaan Elena yang katanya sangat mengenaskan itu. Bagaimanapun mereka dulu juga pernah menjadi seorang teman. Masuk ke klinik, Triska langsung menuju ke ruang pendaftaran. Dia juga akan melakukan perawatan sambil bertemu dengan Elena. Tapi yang ada Triska sama sekali tidak melihat Elena berada di klinik kecantikan ini. Bahkan setelah namanya dipanggil dan juga melakukan perawatan, Triska sama sekali tidak menemukan Elena. Apa mungkin wanita itu berbohong pada Moza?
Menuju ke apotek untuk mengambil cream, Triska benar-benar terkejut ketika melihat Elena yang datang dengan wajah cerianya.
"Hai … " sapa Elena tertawa kecil. Dia pun memberikan resep cream itu pada Triska. "Aku tau itu kamu." katanya kembali.
Triska menatap Elena tidak percaya. Bahkan Elena juga meminta Triska untuk menunggunya sebentar. Dia akan meminta izin kepada temannya untuk menemui dan mengajak Triska untuk makan siang atau minum kopi sebentar.
"Kamu nggak papa, keluar bentar sama aku?" tanya Triska merasa tidak enak hati.
Elena tersenyum kecil. "Nggak papa. Kan ada jam istirahat satu jam."
Triska langsung memeluk Elena dengan hangat, dia tidak menyangka wanita yang dulu pernah menjadi temannya memiliki nasib yang begitu buruk. Suaminya pergi, begitu juga anaknya. Kalau saja tahu dari awal akan seperti itu, mungkin Triska maupun Moza masih bisa menyelamatkan Elena. Tapi … hati kecilnya belum bisa menerima sepenuhnya takutnya itu hanya bualan semata untuk menarik perhatian banyak orang. Sekarang orang mau melakukan apapun untuk menarik simpati orang.
"Sudah takdirnya, Tris. Lagian mungkin memang jalannya begini." kata Elena.
Tapi tetap saja jika Triska dan Moza tahu lebih dulu, mungkin hal itu tidak akan terjadi pada Elena. Entah kenapa hal itu langsung membuat hati Elena menghangat. Dia sangat beruntung jika memiliki teman seperti Moza dan juga Triska. Lain kali, kalau dia memiliki kesulitan Elena berjanji jika dia akan mengabari Moza dan juga Triska.
Ngobrol banyak hal tentang kehidupan Elena yang memprihatinkan. Triska memutuskan untuk pulang, dia juga tidak enak jika harus berbicara panjang lebar dengan Elena apalagi masih jam kerja wanita itu. Mungkin, jika wanita itu memiliki waktu senggang, mereka bisa kembali bertemu dan banyak bercerita. Atau mungkin mereka bisa mengulang masa lalu seperti dulu lagi, sebelum dunia api menyerang mereka.
Elena tertawa, dia pun memeluk Triska dengan erat. "Aku akan merindukan masa itu. Percaya deh, kita harus mengulang kayak dulu lagi. Tapi … jangan ajak Moza. Dia pasti bawel banget!!"
"Itu pasti. Sekarang aja udah apa-apa paling gede masalahnya."
Berjalan berdampingan sambil berbicara, akhirnya Elena pun berpisah di depan klinik tempat dimana dia bekerja. Menaiki taksi online, Triska melambaikan tangannya sebelum kaca mobil ini dia tutup rapat-rapat. Dia harus pulang sebelum Moza sampai di rumah, walaupun mustahil nyatanya suaminya itu baru saja mengabarinya jika dia akan pulang, hanya untuk makan siang bersama dengan Triska. Meskipun wanita itu sejak pagi sudah keluar rumah dan belum masak apapun.
"Haduh … Perasaanku nggak enak. Tapi tetap hari positif thinking aja sih." gumam Triska.
Membutuhkan waktu empat puluh lima menit, akhirnya Triska pun sampai di rumah. Dia sudah melihat mobil putih terparkir indah di halaman rumahnya. Mobil siapa lagi jika bukan mobil Moza. Dengan jalan mengendap Triska pun masuk lewat pintu samping. Meskipun ini rugi, karena Moza sudah pasti tau jika Triska pergi keluar tapi tetap saja Triska masih memiliki rasa takut jika dia pergi dari rumah tanpa minta izin lebih dulu.
Membelakangi dapur dan menutup pintu dapur, wanita itu terkejut ketika membalik badannya. Dimana Moza yang sudah berkacak pinggang di hadapannya dengan tatapan yang langsung mengarah pada tangan Triska. Dimana ada dua paper bag yang bisa dikatakan sedang. Tidak besar, dan juga tidak kecil. Intinya cukup lah ya.
"Dari mana?" kata Moza mengintrogasi.
Triska nyengir, dia pun mendekat ke arah Moza dan memberikan satu paper bag hitam pada suaminya itu. "Waktu anniv aku kan nggak beliin kamu apapun. Tadi aku keluar beliin kamu hadiah, sekalian ketemu sama Elena." jelas Triska.
Berbohong juga rugi, karena Triska sendiri juga tidak pernah berbohong.
Alis Moza terangkat setelah, tadi Elena sempat bilang jika dia baru sama minum kopi dengan Triska. Tapi karena waktu ini Elena kerja, dan juga Triska harus kembali pulang. Dia masih belum puas untuk berbicara dengan Triska. Mungkin lain kali jika ada waktu senggang mereka akan berbicara kembali jika mereka bertemu.
"Pasti gosipin aku." tuduh Moza.
"Mulai nih percaya dirinya kambuh. Orang kita bahas suami Elena kok. Aku soalnya kepo banget sama rumah tangga mereka, sayang." jelas Triska cemberut
Dan rasa penasarannya saat ini berubah penyesalan ketika Triska bertanya seperti itu pada Elena.
"Urusan orang sayang, jangan gitu ah."
"Udah terlanjur loh ini."
"Terus itu apa?" tanya Moza yang fokus pada paper bag pink di tangan Triska.
Langsung saja wanita itu menjelaskan jika tadi dia sempat mampir di klinik kecantikan tempat Elena bekerja. Tidak masalah bukan jika wanita itu kembali satu paket cream kecantikan di sama. Siapa tahu saja creamnya cocok dengan kulitnya. Harganya juga tidak begitu mahal, bisa dibilang pas di kantong ibu-ibu macam Triska, yang mengatur perekonomian keluarga.
"Ya udah nggak papa. Lain kali kalau mau keluar tolong kasih tau aku dulu, biar aku nggak khawatir kayak gini." kata Moza dan membuat Triska mengangguk patuh. “Terus urusan kamu sendiri gimana? Udah kelar?” ujarnya.
Sejujurnya Triska tidak ada urusan apapun, dia hanya beralasan karena tidak mau bertemu dengan Elena. Tapi melihat Moza yang sepertinya mengamuk membuat Triska tidak enak hati. Dia berusaha menjadi dirinya yang dulu, yang seolah bisa menerima kehadiran Elena. Meskipun dalam hati Triska begitu berat dan tidak ingin bertemu dengan wanita itu, bagaimanapun hubungan Moza dan juga Elena cukup dekat sehingga membuat Triska kadang merasa cemburu. Tapi apa boleh buat, sekali lagi Triska menyakinkan dirinya jika Moza memiliki sifat yang berbeda dan lebih mementingkan orang lain ketimbang Triska.
“Hmm, begitu lah. Urusan arisan kok Mas, habis itu langsung ketemu sama Elena. Kita ngobrol sampai lupa waktu.” ucap Triska.
Moza seolah antusias dengan hal itu dan meminta Triska untuk menceritakan apa yang terjadi dan apa yang mereka obrolan. Hanya saja Triska tidak terpancing dan memilih untuk menutupi, jika mereka hanya membahas masalah rumah tangga Elena saja tidak lebih. Memprihatinkan, tapi apa boleh buat kehidupan setelah lulus sekolah atau kuliah sangat berbeda. Dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lain, apalagi pasangan sudah jelas berbeda dan itu pilihan. Elena sudah memilih bersama dengan orang yang dia cintai, dan sepanjang cerita Triska bisa menyimpulkan jika hanya Elena saja yang jatuh cinta sedangkan prianya tidak. Jika saling mencintai mana mungkin pria itu bermain menyakiti Elena sampai segitunya? Dalam hati Triska berharap jika setelah ini Elena akan mendapatkan jodoh yang sepadan, yang baik dan juga yang tulus menyayangi Elena. Sehingga pria itu bisa membawa Elena pergi jauh dari tempat ini. Bukannya apa, Triska hanya merasa tidak enak hati saja setelah kedatangan Elena.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Cincin Pernikahan
Romance🚫21+ (Revisi TOTAL!! Judul sebelumnya Dua Cincin) Dalam bayangan Triska Putri Wardani, pernikahan adalah hal yang paling sakral dalam hidupnya. Dia memiliki impian menikah sekali seumur hidupnya dengan orang yang dia cintai. dan hal itu benar terj...