“Kamu nuduh aku selingkuh Mas?” ucap Triska lantang.
“Aku nggak nuduh, aku cuma bilang. Kamu sendiri yang bilang kan?”
Sialan!!
Itulah kata yang ingin sekali Triska katakan pada Moza. Tapi sebisa mungkin wanita itu menahannya. Agar kata kotor itu tidak terdengar sampai ke telinga suaminya. Triska meminta Moza untuk menjelaskan tuduhannya itu, tuduhan yang tidak memiliki bukti sama sekali. Moza hanya tidak pulang sehari bukan berarti Triska mau main gila dengan pria lain. Dia punya Moza saja sudah pusing apalagi punya yang lain, yang ada Triska bisa mati muda karena punya dua pria sialan yang ada dalam hidupnya.
“Bilang apa? Orang bodoh juga tau Mas arah ucapan kamu itu ke sana!!” seru Triska.
Moza melihat pelipisnya, menaruh satu tangannya dipinggang dan satu tangannya yang nganggur menunjuk ke arah pintu rumah yang masih terbuka lebar. “Terus itu mobil punya siapa kalau bukan dari selingkuhan kamu!! Kamu aja nggak kerja, nggak mungkin sanggup beli mobil semahal itu Triska. Pakai duit aku? Minimal ngomong jangan diem bae tiba-tiba beli mobil mahal!!”
Dengan kesabaran yang masih bisa dia tahan, Triska pun menjelaskan jika mobil yang dia tumpangi adalah milik dirinya sendiri. Ibunya yang membelikan mobil itu untuk hadiah ulang tahunnya. Triska tidak menggunakan uang Moza sepeserpun untuk kepentingan pribadi, apalagi sampai beli mobil pakai uang Moza. Itu tidak pernah!! Membeli satu potong celana pendek saja Triska harus minta izin apalagi beli mobil.
“Aku juga sadar diri Mas, kalau aku ini nggak kerja, aku nggak lagi ngasilin duit. Tapi nggak gitu juga kalau bilang, nyakitin banget loh Mas. Tau aku cuma beban kamu setelah resign dari kerjaan, tapi aku begini juga sesuai permintaan kamu Mas, kamu sendiri yang bilang apapun yang aku ingin kan kamu akan penuhi. Tapi apa yang terjadi? Beli daster aja harus bilang dulu ke kamu, seolah aku nggak punya hak penuh atas semua uangmu Mas!!”
Dengan air mata yang berlinang, dada Triska terasa sesak. Dia itu sadar diri dan sadar posisi, sekarang yang cari uang hanya Moza saja. Dia juga tau batasan kalau untuk menghabiskan uang Moza. Bahkan setiap bulan Moza juga tahu kok uang itu larinya kemana. Triska sendiri saja jarang menggunakan uang itu dan memilih untuk menabung nya, bukan berarti ketika Moza memberinya uang dia langsung pergi foya-foya kan?
Dia tahu kok, yang meminta Triska berhenti kerja juga Moza. Yang meminta Triska lebih mementingkan keluarga juga Moza. Yang meminta Triska memiliki banyak waktu di rumah juga Moza. Sekarang hanya karena benda baru masuk ke rumah saja Moza langsung menuduh Triska menghabiskan uang Moza. Dan yang lebih parah lagi suaminya itu sampai menuduh Triska berselingkuh hanya karena mobil tanpa mau bertanya lebih dulu dari mana datangnya mobil baru ke rumah mereka.
“Bukan gitu Tris, aku nggak pulang, banyak kerjaan terus pulang liat mobil baru yang bukan aku sendiri yang beli. Aku minta maaf udah nuduh kamu begitu, aku minta maaf banget Triska.”
Triska menepis tangan Moza yang hendak ingin menyentuhnya, hatinya sangat sakit mendengar ucapan Moza barusan. Dia tahu, dia tidak bisa berbuat banyak hal tapi bukan begini caranya. Memilih untuk pergi, Triska memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Menumpahkan semua air matanya disana yang terus saja mengalir mengingat ucapan Moza. Sesakit ini ya ternyata jika tidak memiliki penghasilan, dulu waktu Triska ingin membuka usaha sendiri Moza selalu saja melarangnya. Tapi sekarang … kurang apa coba Triska untuk Moza, apa selama ini dia tidak menyadari jika akan yang dia katakan, akan yang dia lakukan itu juga termasuk menyakiti hati Triska. Bertahan dengan sikap yang egois membuat batin Triska tersiksa, tapi mau bagaimana lagi dia bertahan juga untuk Naufal bukan yang lain.
***
Tepat jam tujuh malam, Triska memutuskan untuk keluar kamar. Entah sudah berapa jam dia berada di dalam kamar mengurung dirinya sendiri, tanpa memikirkan semua orang di rumah ini sudah makan atau belum. Menurunkan egonya Triska pun memilih masuk ke dapur, untuk pertama kalinya Triska melihat dapur yang awalnya rapi bersih sekarang menjadi kapal pecah. Kulit telur yang berserakan, beras yang tumpah lantai, sayur yang berada di atas tumpukan piring bersih, begitu juga dengan kulit buah yang entah kenapa bisa sampai di ruang tengah juga. Sungguh, rumahnya sudah seperti tempat sampah pada umumnya.
“Ini … .”
“Sayang, maaf … dapur kamu jadi kayak begini, aku sama Naufal–”
“Pergi aja deh … .” potong Triska cepat.
Moza membuka mulutnya hendak menjawab ucapan Triska, tapi dia urungkan ketika Naufal menarik tangannya untuk pergi dari dapur. Duduk santai di ruang tengah, Moza pun melepas celemek yang penuh dengan tepung dan menaruhnya di atas meja.
“Ayah … bunda lagi marah ya, kok mukanya serem.” tanya Naufal dengan nada rendah. Takut jika ibunya itu tahu dan marah padanya saat mendengar ucapannya.
Moza hanya mengedikkan bahunya, tanpa dijelaskan pun harusnya Naufal tahu jika ibunya itu sedang marah. Dan yang membuat marah adalah Moza sendiri, kalau saja siang tadi dia tidak menaruh curiga atau menuduh Triska mungkin hal ini tidak akan terjadi. Rasa lapar yang dia rasa bersama Naufal tidak mungkin mereka rasakan kalau Moza mau bertanya baik pada Triska. Entah apa yang membuat Moza semarah itu sampai menuduh Triska hanya karena mobil. Padahal dia bisa bertanya baik-baik pada Triska dari mana dia mendapatkan mobil itu. Tapi karena mulut Moza yang pedas, yang ada malah menyakiti Triska sampai saat ini.
Disini Moza lebih fokus mendengarkan suara Naufal yang bercerita tentang Triska. Ibunya itu jarang sekali marah, sekalipun marah ibunya tidak pernah tidak menyiapkan makanan untuk mereka. Apapun yang ibunya rasakan semuanya dia pendam sendiri, mungkin Naufal cukup kecil untuk mengetahui masalah orang dewasa. Tapi dengan setiap hari dia bersama dengan ibunya, Naufal berpikir jika ayahnya lebih sibuk bekerja ketimbang menghabiskan waktu dengan mereka. Tidak seperti dulu, entah rasanya Naufal kangen sekali momen bersama dengan ayahnya.
“Kamu kan tau Ayah sibuk kerja biar kamu dan Bunda nggak kekurangan. Apa yang kamu inginkan bisa dibeli, ya memang Ayah nggak punya banyak waktu tapi kan Ayah begini juga demi kalian.” Sungut Moza.
Naufal yang mendengar pun hanya mampu mengangguk kecil. Sepertinya Naufal salah ambil topik pembicaraan ketika bersama dengan ayahnya. Seharusnya Naufal tidak membicarakan tentang waktu, tapi tentang rasa bahagia yang dimana Naufal bangga memiliki kedua orang tua yang memiliki peran masing-masing.
“Naufal itu masih kecil, kamu marahnya sama aku. Masalahnya ada di aku, nggak usah marah-marah sama Naufal!!” seru Triska yang tiba-tiba saja datang dengan raut wajah marahnya.
Moza yang dari awal sudah emosi pun bangkit dari duduknya dan berdiri tepat di hadapan Triska. “Aku cuma bilang bukan marah. Biar anak kamu itu tahu, Ayahnya pergi pagi sampai malem begini kerja cari duit biar apa yang dia mau bisa kebeli. Paham!!!”
To be continued
![](https://img.wattpad.com/cover/300673928-288-k978686.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Cincin Pernikahan
Romance🚫21+ (Revisi TOTAL!! Judul sebelumnya Dua Cincin) Dalam bayangan Triska Putri Wardani, pernikahan adalah hal yang paling sakral dalam hidupnya. Dia memiliki impian menikah sekali seumur hidupnya dengan orang yang dia cintai. dan hal itu benar terj...