Tepat jam duabelas siang, Moza memilih untuk meninggalkan kantor. Dia akan makan siang di luar kantor ketimbang di kantor. Hari ini Triska juga tidak membawakan Moza bekal karena harus berkunjung ke rumah nenek Moza. Bukannya mampir di salah satu restoran atau mungkin cafe di sekitar kantor, Moza lebih memilih pergi ke rumah Elena. Dia ingin tahu apa yang wanita itu lakukan di siang hari ketika dirinya tak datang untuk berkunjung.
Turun dari mobil, alis Moza mengerut seketika. Dia pun menatap gerobak kecil yang ramai sekali dengan banyak orang yang antri membeli sesuatu. Moza pun mendekat melihat apa yang Elena buat sehingga orang-orang mengerumuninya seperti ini.
“Lagi bikin apa?” tanya Moza heran.
“Moza … kok kamu kesini jam segini?”
“Nggak boleh ya? Tadi niatnya mau cari makan, sekalian aku mampir.”
Elena meminta Moza untuk menunggunya di dalam rumah. Makanan dan minuman yang Elena buat sudah hampir jadi, dan mereka tinggal mengambilnya saja. Bukannya menurut apa yang Elena bilang, Moza malah membantu Elena membungkus semua makanan yang ada di depannya dan memberikan pada tuannya. Dengan begitu semua orang yang tadinya berkerumun, satu persatu sudah pergi dengan membawa pesanan mereka.
Elena mengusap peluhnya dengan kasar, ketimbang dia tidak ada kegiatan apapun dan hanya menunggu jatah bulanan dari Moza. Alangkah baiknya jika jatah bulanan yang Moza berikan bisa dijadikan modal untuk berjualan, meskipun untungnya tidak seberapa tapi bisa untuk menambah uang belanja Elena.
Wanita itu mengajak Moza masuk ke dalam rumah, dan menyiapkan makan siang untuk pria itu. Hari ini Elena hanya masak sayur asem merah, goreng tempe dan tahu, lalu ada sambal. Menu masakan yang sederhana bisa dua atau tiga kali makan dalam satu hari.
“Maaf ya Za cuma ada ini. Nggak kayak di rumah kamu, Triska masakan hanya banyak.” celetuk Elena tidak enak hati.
Moza tersenyum. “Nggak papa, ini juga sama aja.”
Elena tersenyum, dia pun meminta Moza untuk segera menghabiskan makannya. Jam istirahat kantor cuma sebentar, dan Elena tidak ingin Moza terlambat kembali ke kantor hanya karena jarak rumah Elena dan juga kantor Moza berlawanan arah.
“Itu gerobak kamu baru beli?” tanya Moza mengusap sudut bibirnya.
“Tiga hari yang lalu aku belinya, minta orang yang jual buat ngecat ulang.” jelas Elena.
Moza mengangguk, dia tahu kenapa Elena melakukan hal itu. Karena dia sudah terbiasa bekerja, jadi rasanya akan aneh jika dia hanya berdiam diri di rumah saja. Begitu juga dengan Triska, dulu dia paling sibuk dengan pekerjaannya. Sekarang setelah keluar dari kerjanya, wanita itu bahkan menyibukkan diri di dapur untuk memasak atau mungkin membuat cemilan untuk Moza dan juga Naufal. Dia tidak suka berdiam diam dan hanya menikmati televisi. Itu sebabnya meskipun Moza libur di rumah pun, Triska akan selalu sibuk dari pagi hari sampai malam hari hingga menutup mata.
Usai makan, Moza langsung kembali ke kantor. Rumah Elena ini bisa dikatakan di perkampungan, apalagi hampir setiap hari Moza selalu menyempatkan diri mampir ke rumah Elena. Hanya memastikan jika wanita itu baik-baik saja dan Rizky tidak mengganggunya kembali.
Sedangkan tanpa sepengetahuan Moza dan juga Elena, Rizky kembali berhasil menemukan keberadaan Elena. Kali ini Rizky tidak akan menyiksa Elena seperti dulu, tapi dia akan membalas dendam pada pria itu. Agar pria itu tahu bagaimana rasanya rumah tangga yang hancur dan berantakan.
***
Nisa memakan apapun yang Triska hidangkan, jujur saja Nisa akui semua masakan Triska sangat enak. Sayang sekali jika semua masakan ini hanya dinikmati beberapa orang saja.
“Kenapa nggak buka rumah makan kecil-kecilan saja sih? Sayang banget loh masakan kamu soalnya enak.” puji Nisa.
“Mas Moza nggak ngizinin aku kerja lagi, apalagi sampai buka usaha sendiri. Ribet, aku harus bangun jam berapa untuk masak? Belum lagi aku harus ngurus mas Moza sama Naufal.” jelas Triska.
Dulu, sebelum Triska memilih untuk tidak bekerja. Dia adalah wanita pekerja keras, dia tidak mengenal waktu saat wanita itu bekerja. Dia bisa mengurangi jam tidurnya untuk bekerja terus menerus, sehingga kantor yang mendapat surat resign dari Triska merasa kecewa. Bosnya dulu meminta Triska untuk memikirkan kembali, memiliki karyawan seperti Triska bukan hal yang gampang. Apalagi selama bekerja tak ada satupun kerjaan Triska yang mengecewakan. Meeting proyek besar yang awalnya ragu dan kalah, bisa menang ditangan Triska. Itu sebabnya ketika Triska resign, bosnya tidak mengizinkan dan memberi waktu pada Triska untuk memikirkan kembali.
Tapi karena tekad Triska sudah bulat dan dia ingin menjadi ibu rumah tangga yang sesungguhnya. Triska dengan berat hati meninggalkan kantor yang sudah lima tahun dia naungi. Belum lagi Moza yang selalu protes jika Triska tidak memiliki banyak waktu untuknya dan juga Naufal. Bahkan selama Triska bekerja mereka juga sering bertengkar hanya karena hal kecil. Makanya Triska lebih baik mengalah dan meninggalkan dunia kerjanya. Ketimbang dia terus menerus bertengkar dengan Moza.
“Sayang banget sumpah!! Tapi nggak masalah sih, ibu rumah tangga juga pekerjaan yang mulai. Secara nggak langsung kamu menyelamatkan rumah tangga kamu. Asalkan semua kebutuhan kamu terpenuhi dan tidak kurang satupun.” jelas Nisa.
Triska tersenyum kecil. “Syukur sih mas Moza selalu ngasih duit belanja lebih. Jadi aku bisa gunakan duitnya buat beli baju sama skincare.”
Nisa mengangguk, Triska adalah wanita beruntung. Tidak seperti dirinya yang selalu gagal dalam hal cinta. Satu tahun yang lalu Nisa hampir saja menikah dengan kekasihnya. Hari H pernikahan mereka sudah ditentukan, tapi yang ada kekasih Nisa malah memilih untuk berselingkuh. Sudah dikasih spec cantik, mandiri, punya usaha sendiri. Malah memilih wanita yang manja dan tidak bisa berbuat banyak hal kecuali di ranjang. Langsung saja tanpa banyak bicara Nisa meninggalkan kekasihnya yang kurang Terima itu.
“Belum jodohnya Nis, masih banyak laki-laki lain yang mau menerima kamu kok tenang aja.”
Kalau itu sudah pasti, siapa sih yang tidak suka orang yang bisa mandiri? Hanya saja kadang banyak pria yang minder jika mendekati Nisa yang susah sukses ini. Mereka selalu membandingkan kekayaan Nisa dengan pria itu, sehingga membuat pria itu mundur. Padahal Nisa tidak masalah jika kekasihnya atau calon suaminya itu pekerja kantoran atau pekerja lainnya. Yang penting saling melengkapi dan bertanggung jawab, yang bisa hidup dengan satu wanita saja tidak mencari wanita sempurna lainnya diluar sana. Itu sudah lebih dari cukup untuk Nisa. Tapi kenyataannya sampai detik ini Nisa belum juga menemukan dambaan hatinya yang tulus mencintainya.
Teringat akan suatu hal, Nisa pun menatap Triska yang sibuk dengan cemilan di tangannya. Dia mau bilang tapi tidak tega dengan Triska. Tapi kalau tidak bilang Nisa malah kasihan dengan Triska. Lebih baik dia bilang saja ketimbang membuat Nisa kepikiran terus menerus.
“Tris aku mau ngomong, tapi kamu jangan marah ya.” kata Nisa ragu.
Triska menoleh dan setelah itu kembali menatap televisi yang menyala di hadapannya. “Apa Nis ngomong aja. Kamu butuh apa?”
“Beberapa waktu lalu, aku melihat suamimu sama perempuan lain ke toko perabotan rumah.” cerita Nisa.
Seketika itu juga Triska menghentikan aktivitasnya dan menatap Nisa dengan nanar. Moza pergi ke toko perabotan rumah untuk apa? Sedangkan setiap kali Moza pulang ke rumah tidak membawa apapun kecuali makanan pesanan Triska dan juga Naufal. Selebihnya Moza hanya membawa tas kerja dan juga jas yang dia kenakan dari pagi. Belum lagi Moza juga sering lembur di kantor karena pekerjaannya yang belum selesai.
“Salah orang kali Nis, suami aku kalau pulang nggak bawa perabotan rumah deh.” kata Triska menyakinkan dirinya.
“Aku pikir juga begitu, setelah melihat foto suami kamu barusan, aku yakin kalau aku tidak salah orang. Aku lihat suami kamu sama perempuan lain di toko perabotan rumah.” jelas Nisa sekali lagi dengan yakin.
Triska memilih diam. Moza pergi ke toko perabotan rumah bersama dengan wanita lain? Siapa?
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Cincin Pernikahan
Romance🚫21+ (Revisi TOTAL!! Judul sebelumnya Dua Cincin) Dalam bayangan Triska Putri Wardani, pernikahan adalah hal yang paling sakral dalam hidupnya. Dia memiliki impian menikah sekali seumur hidupnya dengan orang yang dia cintai. dan hal itu benar terj...