Chapter-52

93 7 0
                                    

“Aku istri kamu Mas bukan tamu!!” Elena tersinggung dengan ucapan tamu dia disini adalah istri Moza meskipun hanya istri siri bukan berarti Moza bisa menganggap Elena tamu di rumahnya. Secara agama mereka sah menjadi suami istri, hanya dengan negara saja yang belum. Lagian Elena sedang mengupayakan hal itu, agar Moza dan juga Triska bisa berpisah dengan cepat.

Membalik badannya hendak pergi, suara pintu terbuka membuat atensi Moza dan juga Elena teralihkan. Apalagi ketika Naufal tiba-tiba saja keluar kamar dengan wajah tanpa ekspresinya. “Aku bilang apa kalau laper dia pasti keluar sendiri.” ucap Moza remeh.

Naufal tidak menjawab, sampai Elena menarik tangan bocah itu dan menatap tatapan tajam dari Naufal. Dia tidak suka disentuh kecuali oleh ibunya. Sampai akhirnya Naufal pun menarik tangannya dengan cepat dan berjalan mendahului Elena. Tentu, hal itu membuat Elena geram, sebisa mungkin dia pun menahan emosinya untuk mendapat perhatian baik dari Moza. 

Mengikuti langkah kaki Naufal yang ternyata pergi ke meja makan. Elena pun tersenyum, dengan sigap dia pun mengambilkan makanan untuk Naufal dan ditolak mentah-mentah oleh bocah itu, sehingga membuat mata Elena melebar dengan sempurna. 

“Ini udah Tante ambilin loh.” pekik Elena.

“Aku bisa sendiri. Bunda selalu ngajarin aku untuk mandiri, ini hanya masalah kecil. Kedua tanganku masih berfungsi dengan baik!!” cetus Naufal.

Mendengar hal itu amarah Elena tidak bisa terbendung lagi, dia pun mencubit tangan Naufal dengan kencang sehingga membuat bocah itu meringis kesakitan. “Sayang banget ya kamu gak diperhatiin Ibu kamu. Itu bukan mandiri, Ibu kamu nggak mau kerepotan ngurus kamu makanya dia mengatakan hal itu. Kamu sudah besar, kamu sudah tahu banyak hal setidaknya sikap seperti ini harusnya kamu tahu. Kalau Ibu kamu nggak lagi sayang sama kamu, karena yang Tante tahu jika orang tua sayang pada anaknya dia akan peduli.” jelas Elena dengan mantap.

Naufal mengerutkan keningnya. “Ibuku sayang aku ya.” protesnya 

“Sayang? Membiarkan anaknya begini? Hidup tanpa kepedulian dan kasih sayang?” ejek Elena dan tertawa 

Dia menaruh sepiring nasi dan juga beberapa lauk tepat di hadapan Naufal. “Ini yang namanya kasih sayang, memperhatikan anaknya dan peduli dengan anaknya. Bukan malah membiarkan anaknya melakukan sesuatu dengan sendiri, selain membiarkan apa yang ibunya ajarkan padamu?” 

Banyak hal yang Triska ajarkan padamu Naufal, yang lebih utama ibunya selalu meminta Naufal untuk lebih mandiri lagi. Karena menurut Trisak apa yang terjadi dimasa depan belum tentu ibunya bisa menemani Naufal sampai tua nanti. Itu sebabnya apa yang bisa dilakukan sendiri, maka dia akan melakukannya sendiri. Tapi disini Elena bilang jika Triska tidak peduli dengannya karena membiarkan Naufal? Apa iya itu benar?

Menggeleng kecil, Naufal memilih untuk makan. Lebih baik dia menikmati makannya dan cepat pergi, ketimbang harus berbicara dengan Elena yang tidak di mengerti sama sekali oleh Naufal. Itu urusan orang dewasa bukan bocah kecil macam Naufal.

“Ingat ya Naufal, ibu kamu tidak sebaik apa yang kamu kira. Dia bukan orang yang baik dan menjadi panutan. Kalau pun jadi panutan minimal dia nggak ninggalin kamu sama ayah kamu.”  kata Elena mem provokator, dan alhasil Naufal pun memilih untuk diam seribu bahasa. Seharusnya Naufal ingin tahu alasan apa ibunya meninggalkan dirinya dengan ayahnya? Bukankah itu hal yang mencurigakan? 



***


Beberapa hari setelah pergi dari rumah Moza, kehidupan Triska berubah total. Meskipun di sekitarnya selalu berisik dan ramai tapi menurut Triska semuanya terasa sepi. Tidak ada teriakan Naufal, tidak ada yang berisik dalam hidupnya yang selalu membuat Triska berteriak memanggil dirinya untuk membuatkan bola-bola keju kesukaan Naufal dan juga Moza. Bahkan hampir setiap hari Triska membuatnya dan dia makan sendiri, sebagian ada yang dia simpan dengan harapan bisa bertemu dengan Naufal dan memberikan semua ini pada Naufal.

Menarik nafasnya panjang, Triska pun melihat pelipisnya. Dia pun langsung menatap sekeliling kantor yang ternyata sudah sepi. Ini sudah jam empat sore, yang dimana semua orang yang bekerja di kantor ini sudah pulang semua tinggal Triska yang masih setia duduk di kursinya dengan nafas yang panjang sekali.

“Lembur?” tanya Bagas tiba-tiba.

Triska terkejut sampai mundur beberapa langkah mendapati kedatangan Bagas yang tiba-tiba saja datang berdiri di depannya dengan cepat. “Enggak kok Pak, ini udah mau pulang. Tadi cuma kebanyakan ngelamun aja.” jelas Triska jujur.

“Masih mikirin suami kamu ya?” 

Triska diam, setelah dicecar banyak pertanyaan dari Bagas yang melihat Triska berjalan dengan keadaan menangis. Akhirnya wanita itu berkata jujur jika suaminya telah mengusir dirinya dari rumah demi wanita sialan macam Elena. Dia pulang ke rumah ibunya untuk menumpang hidup sementara sampai dia memiliki rumah sendiri. Dengan begitu dia bisa menjemput Naufal dan membawanya pulang ke rumah sederhana yang dia miliki sendiri. Setidaknya dia harus menunjukkan pada banyak orang jika Naufal tinggal dengan Triska hidupnya tidak akan menderita. Yang ada Naufal akan mendapatkan apa yang bocah itu inginkan dari Triska. Itu sebabnya Triska harus berusaha lebih keras lagi untuk dua mimpi yang harian dia wujudkan cepat, agar Naufal tidak tinggal dengan ular berbisa dan mendapatkan racun mematikan. Yang dimana racun itu bisa membuat orang membenci orang lain tanpa sebab.

“Saya cuma rindu sama anak saya, Pak.” jawab Triska sedih.

“Aku tau apa yang kamu rasakan. Tapi … kalau mau menggugat cerai kamu harus punya bukti sah dan paten untuk bukti gugatan itu.” 

Bukti yang konkrit? Tentu saja hal itu akan membuat Triska kesulitan. Moza tidak akan memberitahu apapun pada Triska tentang Elena. Dan Rizky juga tidak memberitahu lebih dari perselingkuhan Moza dan juga Elena. Bukti itu hanya sebagian, video pengakuan Maya bukanlah bukti yang kuat. Dia harus memergoki sendiri Elena dan juga Moza sedang berduaan bersama dengan para warga seperti dulu. Bodohnya, Triska malah tidak menggunakan benda modern yang tersimpan rapi di dalam tasnya dan memilih menangis seperti orang gila. 

“Sulit. Moza kan maunya dimadu bukan dicerai. Bakalan sulit sih, bukti yang aku punya belum sepenuhnya sempurna.” kata Triska khawatir.

“Mau aku bantu? Kalau aku yang bantu biasanya sampai ke akarnya.” kekeh Bagas.

Triska ikut tertawa kecil sambil keluar dari lift, mereka baru saja sampai di lantai dasar kantor ini. Berhubung Triska tidak membawa mobil, wanita itu memutuskan untuk memesan taksi online untuk dirinya pulang. Dia memang sengaja tidak membawa mobil, berharap ketika dia pulang dari kantor Triska bisa mampir sebentar ke sekolah Naufal. Tapi karena terlalu asyik melamun, sehingga Triska lupa dengan keberadaan Naufal.

“Mau aku anter pulang?” tawar Bagas. 

“Jangan Pak, saya masih istri orang takut terjadi sesuatu nantinya.” 

Moza mengangguk kecil. “Sebenarnya saya nggak maksa, tapi sekarang udah mau malam. Kalaupun pulang dengan saya orang akan menganggap kamu pulang sama taksi online.” jelas pria itu. 

Triska menghela nafasnya panjang, tidak ada salahnya juga ini sudah hampir malam. Semua orang tidak akan tahu dengan siapa Triska pulang ke rumah. Mengangguk kecil, Triska pun segera masuk ke mobil Bagas lumayan tumpangan gratis sampai ke rumah.

“Terimakasih ya Pak sudah mau saya repotkan.” 

“Tidak masalah, saya begini juga demi kamu.” jawab Bagas penuh arti.



To be continued

Dua Cincin Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang