Chapter-19

99 3 0
                                    

“Kerjaan. Kamu tahu sendiri kan manager itu pasti sibuk banget.” kata Moza beralasan.

Triska percaya saya, dia juga pernah kerja kantoran sab hal itu pernah dialami apalagi ketika dirinya dipromosikan naik jabatan. Meskipun dulu jabatannya di kantor tidak setinggi Moza, tetap saja setiap jam pasti ada laporan masuk untuk diteliti. Jadi Triska memaklumi semuanya karena Triska tahu saat ini dia menggantungkan hidupnya pada Moza.

“Yah … Naufal laper nih, kita cari makan yuk.” kata Naufal mengusap perutnya yang berbunyi.

Moza dan Triska tertawa kecil, dia begitu bahagia masuk ke kebun binatang sampai makan saja Naufal lupakan. Padahal Triska sudah menawari minum dan juga cemilan yang dibeli untuk jaga-jaga kalau Naufal atau Moza merasa lapar. Tapi yang ada mereka memilih berpuasa ketika masuk sampai akhir masuk di kebun binatang.

“Tadi udah Bunda tawarin loh ya.” goda Triska.

“Naufal mana sempat makan sih Bun, keburu senang melihat banyak hewan.”

Tidak hanya Naufal, anak yang lainnya pun juga akan melakukan hal yang sama seperti Naufal yang meng skip makan mereka hanya demi melihat banyak hewan di kebun binatang ini. Meskipun di tempat ini juga menyediakan outlet makanan dan minuman, Triska jarang sekarang melihat orang-orang pada mampir ke outlet itu hanya sekedar membeli minum. Mereka lebih memilih meneruskan jalan mereka sampai akhir dan barulah mereka membeli minum maupun makan, karena sudah merasa lelah.

Pada akhirnya Moza dan yang lain pun meninggalkan kebun binatang ini sore hari. Mereka keluar lebih dulu sebelum mobil yang mereka kendarai macet karena kendaraan lain yang ingin keluar juga. Disini Triska meminta Naufal untuk makan cemilan dulu sebagai pengantar perut. Sampai mereka menemukan tempat makan yang strategis dan juga aman untuk parkir. Apalagi banyak sekali makanan di dekat sini yang tidak memiliki lahan parkir, sehingga membuat macet jalanan ibukota karena banyaknya orang yang pergi berlibur atau pulang kerja.

Sampai akhirnya, Moza pun menghentikan mobilnya di depan tempat makan yang memiliki lahan parkir lumayan luas. Untung hanya beberapa menit saja sehingga Moza tidak lagi mendengar rengekan Naufal. Apalagi bocah itu tidak bisa menahan rasa lapar, dan bagi Naufal kalau belum makan nasi itu tandanya belum makan apapun.

“Mau pesen apa Mas?” tanya Triska pada Moza.

“Samain aja sama Naufal. Minumnya es jeruk ya aku.” kata Moza yang kembali fokus pada ponselnya.

Triska mendengus, sepenting apa sih ponselnya sampai meninggalkannya saja Moza enggan? Ini kan hari libur, dan biasanya kalau quality time bareng keluarga Moza paling anti diganggu. Tapi kali ini …

Perempuan itu memesan dua ekor gurame bakar manis dengan sambal mangga muda. Dia juga memesan satu potong ayam panggang dan juga sayur kangkung sebagai pelengkap. Apalagi Triska tidak akan ikan, bukannya tidak doyan tapi Triska tidak begitu suka. Jika ada menu lainnya dia pasti akan memesan lainnya yang dia inginkan.

Sambil menunggu makanan mereka datang, Triska lebih sibuk dengan Naufal yang mulai bercerita tentang hewan apa saja yang dia lihat. Maklum saja Triska ketinggalan jauh ketika di kebun binatang karena gampang capek. Berbeda dengan Naufal yang masih muda dan hiperaktif, dia bisa lari kesana kemari sesuka hatinya dengan rasa penasarannya. Jika Triska lebih sibuk dengan rasa lelahnya, Naufal lebih antusiasnya menceritakan monyet yang melompat-lompat di atas pohon dan mendekati pengunjung. Monyet itu meminta kacang atau buah yang sudah disediakan untuk memberi makan monyet. Pengunjung hanya perlu membeli makanan itu dengan harga yang terjangkau, tidak begitu mahal karena memang isinya pun sesuai dengan harga yang mereka jual.

“Monyetnya ambil semua kacang punya Naufal, Bun. Untung saja tangan Naufal nggak sampai ke cakar udah deg-degan tadi itu.” cerita Naufal.

Triska cekikikan, dia meminta Naufal untuk berhati-hati. Hewan yang kelihatannya tenang dan tidak berbahaya bukan berarti tidak membahayakan. Takutnya ketika Naufal tidak fokus hewan itu bisa menyakiti Naufal hingga fatal. Banyak sekali kejadian seperti itu, bahkan  ada juga yang orangnya sampai tewas hanya karena cakaran saja.

Terlalu sibuk mendengarkan cerita Naufal, minum yang mereka pesan pun datang begitu juga dengan nasi putihnya. Triska mencoba membantu mereka menatap makannya agar cukup di meja kotak ini yang tidak begitu besar. Tapi yang ada Triska malah fokus pada Moza yang masih sibuk dengan ponselnya. Pria itu seolah tangan membalas pesan masuk dengan tangan yang menari-nari di layar ponselnya. Kalau balas pesan mama itu tidak mungkin, pasti Moza memberitahu Triska lebih dulu. Itu … pesan siapa yang sedang Moza balas dengan cepat sambil tersenyum begitu?

Rasa ingin menegur Moza, dan meminta pria itu untuk meletakkan ponselnya. Makanan yang mereka pesan pun datang, Naufal bersorak gembira melihat ilang gurame bakar kecap kesukaannya. Dan disitulah Triska bisa melihat Moza yang sudah lebih dulu menaruh ponselnya di samping minumannya. Belum sempat mereka berdoa bersama untuk makan, ponsel itu kembali menyala dan menunjukkan pesan masuk dari Nico. Apa mungkin mereka sedang membahas tentang bayi tabung yang dijalani oleh Triska? Tapi kan kata Nico harus tunggu satu minggu dulu sampai suplemen dan juga suntikan yang Nico berikan habis, barulah Nico bisa mengambil sel telur milik Triska untuk dibuahi.

“Makan dulu Mas, balas pesannya bisa nanti kan? Itu juga kayaknya nggak penting banget.” kata Triska akhirnya.

Moza mengalah, lebih baik dia mengalah ketimbang Triska curiga dengan gelagatnya. Dia belum siap berkata jujur pada Triska dengan apa yang terjadi antara dirinya dan juga Elena. Takut hati menyakiti Triska, tapi tak selamanya Moza menyembunyikan kebenaran ini. Jika Moza dan juga Elena sudah sah menikah secara agama.

Menikmati makanan mereka dengan tenang, sesekali Triska menatap lapar ponsel Moza yang terus menyala. Menunjukkan pesan masuk dari Nico kembali yang mengirim pesan berulang-ulang. Belum lagi tiba-tiba saja Moza yang membalik ponselnya agar Triska tak lagi melihat ponselnya.

“Kenapa Mas?” tanya Triska aneh.

Moza menatap sejenak. “Apanya yang kenapa?”

“Kenapa di balik hpnya, kan cuma pengen lihat.” ucap Triska.

Moza tersenyum, itu tidak begitu penting. Triska juga sudah tau pesan masuk dari Nico dan mereka hanya membahas tentang bayi tabung saja tidak lebih. Nico tanya mengingatkan Triska untuk meminum suplemen yang dia berikan dengan teratur, karena itu sangat berpengaruh pada sel telur Triska dan juga pembuatannya. Makanya Nico terus mengingatkan Moza agar Triska tidak lupa step by step yang akan mereka lakukan setelah ini.

“Oh, aku nggak lupa kok Mas. Minum suplemen nya rutin, suntikan nya juga rutin meskipun nyakitin.” jelas Triska.

“Yang sabar ya, setelah ini sudah kok, kamu nggak akan ngerasain sakit lagi.” kata Moza menenangkan.

Triska hanya mengangguk, sejujurnya dia tidak suka seperti ini. Selain membuang banyak uang, hal ini juga menyakiti Triska. Dia tidak bisa makan bebas seperti dulu, karena Nico memiliki aturan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh Triska makan. Tapi mau bagaimana lagi, kalau menolak yang jelas Moza akan marah dengan alasan dia ingin punya anak lagi dari Triska biar pas dua. Kalau hanya begitu-begitu saja sudah pasti belum tentu dapat juga. Entahlah, dengan situasi seperti ini Triska memilih untuk pasrah. Semoga saja apa yang mereka inginkan, apa yang Moza lakukan mendapatkan hasil yang semestinya.


To be continued

Dua Cincin Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang