Chapter-21

137 4 0
                                    

Foto tangan dengan jam tangan yang tak asing untuk Triska. Foto punggung yang tak asing juga bagi Triska. Tapi apa?

Triska terus mengamati foto itu tapi tidak menemukan jawaban sama sekali. Hingga akhirnya Moza dan juga Naufal pun datang secara bersamaan dan duduk di kursi mereka masing-masing. Triska kembali sibuk mengambilkan makanan untuk mereka, sampai akhirnya Triska menatap jam tangan yang saat ini dipakai oleh Moza. Jam tangan itu sama seperti di foto. Tapi … bukannya jam tangan itu banyak? Tidak hanya Moza saja yang punya tapi orang lain juga. Pabrik tidak mungkin hanya mengeluarkan satu jam tangan saja di dunia ini apalagi banyak peminatnya.

“Kenapa Tris? Ada yang aneh sama penampilan aku?” tanya Moza yang merasa aneh dengan pandangan Triska pada dirinya.

Triska menggeleng, “Enggak kok Mas. Ayo sarapan dulu.”

Moza duduk lebih dulu, begitu juga dengan Naufal. Mereka pun memilih untuk sarapan bersama. Pagi ini cukup berbeda, kadang ada obrolan yang lucu agar suasana tidak canggung dan kaku. Tapi kali ini mereka semua pada sibuk dengan makanan mereka masing-masing. Begitu juga dengan Triska yang masih penasaran dengan jam tangan Moza yang dipakai hari ini sama seperti di foto yang dikirim oleh orang tidak dikenal.

“Mas … boleh tanya nggak?” kata Triska akhirnya. Dia sudah tidak tahan lagi dengan apa yang terjadi, setidaknya dia harus mendapatkan jawaban yang pasti.

“Apa?”

“Kemarin kamu pergi nggak Mas? Atau beberapa hari yang lalu deh.”

Tubuh Moza menegang seketika, dia pun menatap Triska yang menatapnya penuh dengan selidik. Berdehem sejenak untuk menetralkan rasa gugupnya, Moza pun tersenyum manis.

“Pergi kemana sih Tris selain kantor? Aku pergi palingan cuma nongkrong sama Niko.”

“Begitu ya.” jawab Triska ragu.

“Iya. Kenapa emangnya?”

Triska menggeleng, mungkin benar jika jam tangan itu tidak hanya Moza saja yang punya. Tapi orang lain pun juga bisa memiliki jam tangan yang mirip punya Moza. Lagian pabrik tidak mungkin mengeluarkan satu biji saja, melainkan beberapa biji dalam satu produk. Triska saja yang berlebihan menanggapi soal jam tangan yang Moza kenakan.

Usai sarapan, Triska mengangkat kepalanya mengikuti gerakan Moza yang langsung berdiri dari duduknya. Lalu menatap Naufal yang ikut berdiri juga sambil mengambil tas punggungnya berwarna hitam. Dia seolah sudah siap untuk pergi ke sekolah bersama dengan Moza.

“Kalian mau pergi sekarang?” tanya Triska aneh.

Pertanyaan macam apa ini! Pikir Moza.

Menunjukkan jam tangannya pada Triska, Moza berharap kalaupun dia tidak menjelaskan pun seharusnya Triska tahu jika ini sudah jam setengah tujuh waktunya Moza dan juga Naufal berangkat kerja dan suka sekolah. Dan dengan gampangnya Triska malah bertanya seperti itu?

Seketika itu juga Triska nyenggir sambil memukul lengan Moza, dia sampai tidak memperhatikan jam dinding rumahnya karena terlalu sibuk memikirkan jam tangan Moza yang mirip dengan gambar yang dikirim oleh seseorang. Menyalami Moza dan mengangkat suami dan juga anaknya sampai depan, Triska pun segera masuk ke dalam rumah dan meneruskan sarapannya yang sempat tertunda dan belum habis. Tapi yang ada lagi-lagi ponsel itu kembali berdering dan menunjukkan nomer rahasia menelponnya. Alis Triska tertumpu, tangannya menyentuh layar ponselnya hingga panggilan itu terhubung.

“Hallo … .”

“Triska Putri Wardani … .”

Triska tersentak, dia pun menjauhkan layar ponselnya dan menatapnya penuh curiga. Siapa pria yang baru saja menelponnya dan mengetahui namanya?

Dua Cincin Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang