Chapter-56

141 6 0
                                    

“Triska tadi kesini manjat pagar.” cerita Elena.

Moza yang tertarik pun langsung menatap Elena dengan curiga. “Maksudnya?” 

Wanita itu menunjukkan video CCTV pada Moza, jika Triska datang ke rumah dengan tidak permisi. Dia masuk lewat pagar samping untuk bertemu dengan Naufal. Padahal wanita itu bisa saja masuk lewat pagar depan jika hanya bertemu dengan Naufal. Elena tidak akan keberatan jika memang datang ke rumah untuk bertemu dengan anaknya. Tapi kenapa Triska malah lebih memilih lewat pagar samping rumah yang langsung tertuju pada kamar Naufal? 

Melihat hal itu rahang Moza mengeras, tangannya mengepal dengan sempurna. Padahal waktu itu sudah jelas jika Moza melarang Triska bertemu dengan Naufal karena tidak mau dimadu. Jika wanita itu mau menerima Elena menjadi istri kedua Moza, jelas saja Triska tidak akan jauh dari putranya sendiri. Tapi yang ada Triska malah menolak dan memilih pergi dari rumah. Tapi disini yang lebih menarik perhatian Moza adalah sebuah mobil hitam yang terparkir di samping rumah Moza, mobil hitam yang sama sekali tidak pernah Moza lihat sebelumnya. Jika mobil Triska yang jelas itu bilang mobil Triska yang besar, mobil itu lebih kecil dengan warna yang mengkilap. seolah mobil itu memiliki harga milyaran rupiah. Mobil siapa yang terparkir indah di samping rumahnya? 

“Dia datang kesini sendiri?” tanya Moza memastikan, mengembalikan ponselnya sambil menunjukkan  mobil hitam itu pada Elena. “Itu mobil siapa? Bukan mobil Triska, Elena.” ujarnya lagi.

Elena mengerutkan keningnya, yang masuk ke rumah ini cuma Triska saja tidak ada orang lain yang datang ke rumah ini kecuali Triska. Tidak ada mobil apapun yang terparkir disana, mungkin saja mobil tetangga yang prakiraan disana. Hanya saja … melihat Triska yang masuk ke mobil itu membuat Elena tersenyum kecil.

“Mungkin dia datang kesini sama pacarnya.” kata Elena memulai.

“Pacar?” 

Elena mengangguk ragu. Dia tidak tahu benar atau tidak, tapi jika dilihat dari mobilnya pemiliknya pasti bukan orang sembarangan. Elena tidak tahu apapun, dia hanya menduga saja. Mungkin karena sakit hati oleh sikap Moza, wanita itu memilih menjalin hubungan dengan orang lain. Atau mungkin untuk balas dendam pada Moza apa yang telah pria itu lakukan. Makanya Triska menunjukkan pada Moza jika wanita itu bisa seperti pria itu.

Moza mendengus, dia pun menggeleng kecil. Kalau dipikir, Triska bukan tipe orang yang gampang jatuh cinta. Tidak mungkin rasanya jika Triska gampang berpaling ke orang baru hanya karena masalah ini. Mungkin beberapa bulan yang lalu, Moza gampang melabui Triska untuk tetap percaya dengannya meskipun banyak orang yang bilang kalau Moza selingkuh. Itu Moza lakukan untuk menyelamatkan Jabatannya, satu kantor tidak boleh tahu jika Moza meninggalkan Triska dan memilih Elena. Yang ada dia akan dianggap sebagai pemimpin yang tidak benar dan tidak setia dengan istrinya. Setidaknya Moza harus mencari cara agar semua ini seolah Triska yang disalahkan bukan dirinya.

“Iya. Siapa tahu aja dia balas dendam sama kamu, karena dia nggak Terima kamu nikah sama aku. Keluarga kamu nggak tahu, satu kantor juga nggak tau kalau kita sudah menikah. Makanya dia melakukan itu agar kamu marah-marah dan mengakui kesalahanmu pada semua orang.” 

Moza tersenyum licik, dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Bukan Moza yang akan mengakui tapi Triska sendiri yang mengakui jika dirinya berselingkuh dan tidak bersyukur memiliki Moza selama menikah dengannya. Yang jelas kehidupan Moza akan jauh lebih menguntungkan ketimbang Triska.

“Nggak akan terjadi.” kata Moza memastikan.

Elena tersenyum. “Kita harus gerak cepat sayang, kamu bisa gunakan hal ini untuk memutar bukti. Kalau yang berselingkuh lebih dulu itu Triska, kamu bisa menggunakan alasan itu untuk pisah cepat. Dan setelah itu kita bisa menikah dengan sah, dan mengurus Naufal dan juga anak-anak kita berdua.” 

Moza tersenyum manis, mengusap pipi Elena dengan lembut sesekali mencubit hidungnya yang mancung. “Iya sayang, gampang.” 

“Jangan gampangin, aku dan calon anak kita butuh kepastian dari Bapaknya ini.” 

“Semua yang kamu inginkan akan terjadi setelah ini.” 

Mengambil ponselnya Moza pun segera menghubungi seseorang, meminta orang itu untuk datang ke rumahnya sore ini juga. Jika hidup dengan Triska dulu jarang sekarang makan diluar rumah karena Triska pintar memasak. Tapi ketika tinggal dengan Elena, Moza malah lebih betah dirumah karena menurut dia tidak ada lebih penting dari apapun kecuali Elena. 



***


Duduk di sebuah kursi yang sudah disediakan, Triska menatap ke arah matahari mulai tenggelam dibalik bukit yang hijau. Tempat ini sangat indah pemandangannya, seolah Triska benar-benar diatas awan. Keluar dari kabin lewat pintu belakang susah disuguhi pemandangan yang luar biasa ini. Sedangkan dari depan disuguhi pemandangan yang dimana semua orang termasuk Triska akan menganggap jika mereka tengah hidup di negeri dongeng. Tamannya juga indah, ala-ala princess di film kartun yang sering Triska lihat dulu waktu kecil.

Menarik nafasnya wanita itu menatap satu titik di langit yang dimana awan itu berjalan dengan pelan membentuk sesuatu yang indah disana. Triska tersenyum kecil, dia ingat betul waktu sore Triska sering menghabiskan waktu bersama dengan Moza di teras rumah dengan segelas teh dan juga cemilan. Hal itu terjadi waktu awal mereka menikah dan Triska belum mengandung anak mereka. Semuanya terlihat indah dan Triska berpikir kehidupan yang sesungguhnya, kebahagiaan dan juga tujuan hidup telah dia dapatkan setelah menikah dengan Moza. Tapi Triska buta akan cinta, dia begitu mencintai Moza sehingga dia dibodohi pun masih percaya juga. Benar kata orang, semua wanita akan mengutamakan perasaannya ketimbang dengan logikanya. Jika Triska melibatkan logikanya mungkin hal ini tidak mungkin terjadi dalam hidup Triska. Dia bisa pergi lebih dulu, sebelum rasa sakit ini dia rasakan.

Dada Triska mendadak sesak, air matanya luruh begitu saja tanpa permisi. Sesakit itu ya mencintai orang yang tidak pernah mencintai kita kembali, Triska pikir masa depan adalah pemenangnya. Ternyata wanita itu salah, masa lalu yang menjadi pemenangnya. Secinta-cinta pria dengan wanita sekarang, percayalah, pasti ada cinta yang habis di masa lalu. 

“Hey … .” sapaan itu membuat Triska menoleh kaget, dia menatap Bagas yang datang kesini bersama dengan seseorang. Wanita itu mengerutkan keningnya, membalas jabatan tangan itu dengan ragu dan bingung. “Dia Riko teman aku, mungkin dia bisa membantu kamu yang ingin menggugat cerai Moza.” ujar Bagas.

Mata Triska berbinar, dia mempersilahkan Riko untuk duduk di hadapannya. Matanya sangat satu, seolah Triska ingin hal ini segera selesai. Tapi perasaannya pada Moza masih sama seperti dulu, jika diteruskan Triska sendiri yang akan tersakiti. 

“Aku nggak punya banyak bukti untuk membuktikan mereka menikah. Tapi aku punya banyak bukti waktu mereka selingkuh, waktu Moza membelikan rumah, sebuah foto mereka bersama dan juga semua kebutuhan Elena, suami saya yang menanggungnya. Apakah itu bisa digunakan untuk menggugat Moza?” 



To be continued 

Dua Cincin Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang