Chapter-06

126 3 0
                                    

Pukul tujuh malam Moza berniat ingin bertemu dengan Niko. Dia ingin membahas tentang bayi tabung, yang sudah dia pikirkan matang-matang bersama dengan Triska tadi. Ya, akhirnya wanita itu mengalah dan menyetujui ide gila Moza yang ingin melakukan bayi tabung. Mengingat sudah sepuluh tahun mereka bersama dan hanya dikaruniai satu anak saja. Moza sangat tidak sabar untuk menimang bayi kembali. Dia ingin seperti Naufal dulu, yang harus bangun tengah malam hanya untuk membuatkan susu Naufal. Moza yang harus menggendong dan juga mengajak berbicara Naufal di tengah malam, ketika Triska terlelah dan tidur. Dia juga ingin mendengar tangisan bayi yang khas di telinga pria itu. Itu sebabnya Moza ingin sekali memiliki anak kembali, dan kalau nanti anaknya perempuan, agar Triska memiliki teman di rumah.

Sesampainya di tempat yang sudah dikatakan Niko, Moza pun langsung masuk ke ruang privasi. Ruangan yang sudah dipesan oleh Niko sebelum Moza datang. Dan benar saja di sana sudah ada Niko juga Reno. Padahal Moza berpikir jika dia akan datang sendiri ditempat ini.

"Gue pikir lo datang sendiri." kata Moza dan duduk di hadapan mereka.

"Maunya. Lo tau sendiri kan, Reno nggak bisa jauh dari gue. Maunya nempel mulu deh sama gue." ucap Niko dan tertawa.

Reno yang tak terima pun langsung menjitak kepala Niko dengan sayang. Untuk bertemu dengan mereka berdua saja, Niko harus menutup jadwal prakteknya malam ini. Jika tidak seperti ini mana mungkin mereka bisa bertemu. Lagian mereka juga merindukan jaman dulu sebelum mereka menikah. Yang kemanapun selalu bersama.

"Za lo udah denger kabar Elena belum sih? Gue denger dari anak lain, dia janda sekarang. Belum punya anak." kata Niko.

Moza hanya mengangguk. Kalau masalah itu tentu saja Moza sudah tahu. Beberapa hari yang lalu, setelah mereka bertiga bertemu. Moza tak sengaja bertemu dengan Elena. Dia melihat penampilan wanita itu yang begitu kacau. Dia juga bercerita panjang lebar tentang hidupnya. Dimana suaminya meninggalkan dia setelah dia keguguran. Dan saat ini dia tinggal di rumah petak, dekat dengan tempat kerjanya. Dia bekerja di klinik dekat cafe Moskov, dan tadi siang Triska baru saja bertemu dengan Elena.

"Wih … Gila ya. Triska tau belum perasaan lo dulu ke Elena kayak apa? Bagaimanapun dulu lo juga pernah punya perasaan ke itu cewek Za." sahut Reno.

Kalau masalah itu sampai saat ini Triska tidak tahu. Dia hanya tahu jika Elena adalah temannya, begitu juga dengan Elena yang dulu memperkenalkan dirinya sebagai teman Moza. Hanya sebatas teman tanpa memiliki perasaan. Hanya Moza saja yang memiliki perasaan waktu itu pada Elena. Dan tidak untuk wanita itu.

Tapi yang namanya perasaan tetap saja akan muncul jika ada sebuah kenangan yang mengingatkan mereka. Belum lagi Tuhan itu adil dalam segala hal. Jika dia bisa memberi maka Tuhan juga bisa mengembalikan bukan? Jika dulu rasa suka itu bisa dihilangkan, bukan berarti saat ini rasa suka itu bisa hilang kembali.

Moza memutuskan untuk tidak membahas hal itu kembali. Dia tidak ingin membahas masa lalunya, dia juga tidak mau Triska tersakiti dengan kebenaran yang sudah di sembunyikan sedemikian rupa. Biarkan hanya mereka berdua saja yang menjadi saksi bisu perasaan Moza pada Elena dulu. Sedangkan sekarang, Moza bisa menyakinkan dirinya, jika rasa itu sudah hilang dalam lubuk hatinya.

"Jadi lo udah mantap mau bayi tabung?" tanya Niko menyakinkan.

"Sayang duit Za, sumpah deh. Dia mahal kalau harga teman." sahut Reno yang seolah tidak setuju dengan ide gila Moza. Bukan tidak setuju mau bayi tabung, tapi Reno tidak setuju jika dia harus bayi tabung pada Niko. Yang perawatannya saja pasti sudah mahal.

"Apa sih lo!! Gue kasih diskon lima belas persen, kalau dia bayi tabung di tempat gue." protes Niko tidak terima.

"Gue yang tiap bulan ke tempat lo nggak pernah lo kasih diskon deh, Nik." kata Reno menatap Niko heran.

"Beda bego!! Udah deh anak kantoran diem! Lo nggak akan tahu soal bayi dan tabungnya." dengus Niko kesal.

Reno hanya memilih diam dan menyaksikan mereka berdua yang membahas sesuatu dengan serius. Apalagi Niko yang menjelaskan jika proses bayi tabungnya cukup panjang dan rumit. Yang terpenting Moza dan Triska  sabar aja hingga membuahkan hasil. Dan bodohnya Moza malah mengiyakan ucapan Niko tanpa berpikir dua kali. Hingga mampu membuat Reno geleng kepala dengan sikap Moza.


****

Sudah hampir tengah malem, dan Moza memutuskan untuk pulang ke rumah. Tapi ditengah jalan, pria itu malah melihat satu wanita yang hampir saja dipukuli oleh seorang pria di pinggiran jalan. Tentu saja Moza langsung menepikan mobilnya dan mencoba membantu wanita itu. Dia berpikir jika wanita itu sedang dirampok hingga penampilan nya saja sudah seperti gembel pinggiran jalan.

"Hei lepasin!!" teriak Moza dan turun dari mobil.

Pria itulah langsung menoleh, begitu juga dengan wanita yang sama iki ada di hadapannya dengan penampilan yang kacau. Tentu saja hal itu langsung membuat Moza terkejut.

"Elena. " pekiknya. Dia pun segera menghampiri mereka, dan menarik tangan wanita itu untuk berlindung di balik punggung Moza. "Jangan kasar dong jadi cowok!!" ujarnya mengejek.

"Bukan urusan lo!! Ini urusan gue sama istri gue!!"

Moza tertawa. "Urusan Elena urusan gue juga. Kalau lo lupa, sebelum lo menikah dengan dia, lo bahkan sampai sujud di kaki gue buat dapat restu gue!!"

Cih!! Pria itu langsung meludah di hadapan Mosa. Benar bukan dugaan dia selama ini, jika Moza dan juga Elena ada hubungan spesial sejak mereka masih sekolah. Hanya saja mereka menutupi hubungan mereka dengan status pertemanan mereka.

Mendengar hal itu, Moza pun tersenyum kecil mau ada hubungan atau tidak, itu bukan urusan dia. Bukannya dia dulu berjanji jika dia tidak akan menyakiti Elena. Tapi kenapa, pria itu malah tega meninggalkan Elena demi wanita lain. Dan sekarang mau apalagi dia menemui Elena?

"Mau ketemu atau nggak, itu terserah gue, bukan urusan lo, Moza!!" cetus pria itu.

"Rizky, gue udah cukup sabar sama sikap lo. Dan sekarang gue tahu kalau lo nggak pernah ada pantasnya buat Elena."  Dan lihat …Wanita itu bahkan sampai terluka karena ulah pria itu.

Moza mengancam, jika dia berani menyakiti Elena. Dia akan melaporkan hal ini pada polisi, dan juga warga sekitar. Agar semua orang berkumpul dan juga menghajar Rizky dengan membabi buta. Tentu saja hal itu langsung membuat Rizky pergi dari hadapan Moza dan juga Elena dengan umpatan khas mereka.

Memastikan pria itu pergi, Moza pun pun langsung menatap Elena yang terluka di hadapannya. Wanita itu mengalami luka di bagian sudut bibirnya dan juga lengan wanita itu karena luka sayatan. Tentu saja Moza langsung melepas jaketnya dan menelungkupkan di bahu Elena.

"Kamu nggak papa?" tanya Moza memastikan.

"Aku-aku-- aku-- tidak. Aku tidak apa-apa." jawab Elena terbata sambil menatap kepergian Rizky.

Moza langsung memeluk wanita itu agar terlihat sangat tenang. Dirasa sudah, barulah Moza meminta wanita itu untuk masuk ke mobilnya. Dia akan mengantar Elena pulang ke rumahnya untuk istirahat.

"Nggak. Aku nggak mau pulang, Za. Aku takut kalau dia balik lagi terus nyakitin aku." kata Elena kembali panik.

"Terus kamu mau kemana? Aku juga nggak tau mau antar kamu kemana?" ucap Moza bingung.

Elena mendadak diam, dia tidak tahu apa yang sudah dia lakukan. Yang jelas Elena tidak mau pulang ke rumahnya. Dia sudah merasa tidak aman lagi, setelah mantan suaminya tahu rumah barunya. Dan ini bukan lagi kali pertama, bahkan Elena juga sudah beberapa kali pergi dari rumah dan berpindah-pindah tempat tinggal hanya karena menjauhi Rizky.

"Ya sudah, karena aku juga nggak tau mau bawa kamu kemana. Lebih baik kamu ikut aku ke rumah aku saja. Kita bahas besok lagi, kamu mau pergi kemana." kata Moza akhirnya dan membuat Elena mengangguk patuh.



To be continued

Dua Cincin Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang