Chapter-47

90 4 0
                                    

Membalik badannya menatap seseorang di belakang sana Triska cukup terkejut. Dia pun menatap pria di depannya dengan raut wajah bingung. Rizky, dia datang ketempat ini untuk mengikuti Triska? 

“Kamu ngapain sampai disini? Ngikutin aku?” tanya Triska penuh curiga.

Rizky pun tersenyum miring, memperhatikan penampilan Triska yang berantakan. “Prihatin!!” lirihnya. “Aku kesini cuma pas lewat aja, mampir bentar mau numpang ke toilet, eee malah lihat kamu. Kenapa ada di tempat begini? Aku pikir tempat ini jauh dari rumah kamu, Triska.” 

Triska menggeleng dan mendesah pelan. Sekarang tidak tahu harus berbuat apa. Tempat ini memang jauh dari rumahnya, kalau Rizky lupa Triska datang ke tempat ini juga karena ulahnya. Bertemu di supermarket niat hati ingin membeli minuman dan cemilan tapi yang ada Rizky memberikan kabar yang menggemparkan. Sehingga Triska bisa sampai di sini juga karena perintah Rizky, awalnya Triska curiga dan tidak percaya dengan apa yang Rizky ucapan. Tapi sekarang Triska seolah pasrah dan menyesali hidupnya, ternyata banyak orang yang peduli dengannya. Banyak orang yang sudah memperingatkan dirinya agar tidak begitu bodoh dalam segala hal. Dan sekarang, semua ucapan orang-orang yang peduli dengan wanita itu terbukti. Jika pria yang dia bela, yang dia percaya, yang dia lindungi dan dia banggakan dalam hidupnya adalah pria yang menyakitinya dengan begitu dalam sehingga membuat pikiran Triska terguncang. Kalau saja bukan tempat umum, mungkin Triska sudah seperti orang gila, duduk di pojokan dan terus menerus menangis di sana.

Menarik nafasnya panjang Triska pun menyandarkan pantatnya di depan mobil putih itu dan tersenyum kecut. “Begitu ya? Padahal kamu sendiri yang menyuruhku datang ketempat ini, masa iya lupa?” 

Alis Rizky mengerut, dia pun menghembuskan asap rokok ke udara dengan santai. “Masa sih? Lupa deh.” 

“Nisa mana? Nggak ikut kamu?” 

Rizky memutar kepalanya pelan, menatap Triska dengan tatapan bingung.  “Nisa?” seolah teringat sesuatu Rizky pun tersenyum miring. “Dia nggak tau aku kesini.” ujarnya kembali.  

Triska menggeleng kecil, setelah itu memutuskan untuk pergi. Lagian tidak enak kita berada di tempat sepi hanya berdua saja dengan Rizky yang jelas-jelas tidak memiliki hubungan apapun dengan Triska. Tempat ini termasuk pinggiran kota, Triska takut jika mereka memiliki prasangka buruk tentang Triska belum lagi setelah kejadian beberapa jam tadi. Bertengkar hebat dengan dua orang yang menjijikkan menurut Triska. 

Dengan cepat dan tanggap Rizky pun memberi tumpangan pada Triska ketimbang wanita itu berjalan cukup jauh hanya untuk mencari taksi. Ini juga sudah lumayan malam, dan yang jelas Triska akan kesulitan mencari taksi. Kalaupun di kota jika bukan jam operatornya juga akan kesulitan mencari taksi.

“Nggak ngerepotin?” ujar Triska tidak enak hati. 

“Enggak sih. Tapi aku mau ke toilet dulu.” 

Wanita itu mempersilahkan. Kembali duduk di kap mobil bagian depan, bayangan akan dirinya dan Moza terlintas begitu saja dipikiran Triska. Sampai saat ini Triska masih bingung, kalau tidak bisa membalas cinta Triska minimal bilang, minimal memberi tahu Triska dari awal jika masih ada cinta yang lain yang dia simpan. Bukan malah berbuat seperti ini. Belum lagi selama bersama dengan Triska, sifat Moza tidak mencerminkan jika pria itu tidak mencintai Triska. sehingga dengan bangganya Triska selalu bilang kalau dia bersyukur memiliki Moza yang selalu pengertian. Meskipun pria itu lebih sering menghabiskan waktu bersama dengan temannya, tapi Triska menganggap dirinya adalah wanita paling beruntung di dunia karena berhasil menikah dengan Moza. Taunya ….

Mengusap air matanya, wanita itu tersenyum pedih. Bodoh!! Satu hal yang terus Triska dapatkan di hatinya. Kata yang memang pantas dan tergambar jelas untuk dirinya. Semua orang peduli dengannya, semua orang sayang padanya, semua orang memberitahu tentang hal ini. Tapi Triska dengan kekeh menganggap jika semua orang salah orang dan Moza adalah orang paling benar dalam hidupnya. Dia terlalu cinta dengan Moza, sehingga dibohongi dan dimanfaatkan pun Triska tidak merasa. 

“Bodoh!!” gumam Triska pelan. 

“Apanya yang bodoh?” tanya Rizky ketika dia baru saja datang dan berdiri di samping Triska sambil membenarkan letak bajunya. 

Wanita itu mencoba untuk tersenyum, dia pun mengusap kedua lengannya yang terasa dingin. “Enggak ada. ayo pulang, tolong antarkan aku ke rumah sakit ya.” 

“Siapa yang sakit? Kok nggak bilang?” 

“Naufal kemarin dia demam tinggi tapi sekarang sudah membaik kok.” 

“Kalau begitu ayo pulang.” ajak Rizky dan membuat Triska mengangguk kecil. Masuk ke mobil putih itu, Triska memejamkan matanya perlahan. Berbeda dengan Rizky yang tersenyum licik di samping Elena. Memang ini kan yang dia inginkan, kehancuran Triska karena ulah Moza. Coba saja Moza tidak ikut campur, hal ini tidak akan terjadi dalam kehidupan Triska. Dan akan Rizky Pastikan hidup kebahagian palsu itu akan Triska dan Moza rasakan sampai tua nanti.




****



“Terima kasih.” ucap Triska membungkuk. 

Rizky hanya mengangguk menatap gedung di belakang tubuh Triska dengan sedih. Dia tidak bisa mampir untuk melihat keadaan Naufal, jam besuk sudah habis kalaupun iya mungkin besok atau lusa jika Rizky memiliki waktu senggang dia akan datang untuk melihat keadaan Naufal.

Dan hal itu tidak membuat Triska keberatan, dia malah berterima kasih pada Rizky karena mau direpotkan oleh dirinya. Kalau bukan karena bantuan Rizky, Triska tidak akan tahu hal ini dan mereka akan hidup bahagia diatas kebohongan yang mereka ciptakan. Tujuan Triska saat ini bukan lagi sakit hati atau kehidupan yang terpuruk. Dia punya Naufal yang harus mendapatkan hak bahagianya. Meskipun tidak ada Moza, setidaknya Triska bisa menjadi ibu dan juga ayah untuk Naufal. Sudah dipastikan Moza tidak akan ada lagi waktu untuk mengasuh Naufal dengan baik, apalagi jika bayi dalam kandungan Elena sudah lahir. Naufal tidak akan terurus dengan baik, lebih baik mereka tinggal berdua saja tanpa adanya yang mengganggu. 

Masuk ke lingkup rumah sakit, Triska pun langsung pergi ke ruang inap. Dia berharap malam ini ibu dan mertuanya tidak akan ada yang tahu, kalau Triska habis menangis habis-habisan karena Moza. Wanita itu ingin kedua orang tua itu tahunya Triska dan juga Moza baik-baik saja.

“Kamu ini kok lama banget to Tris, Naufal nungguin  loh.” kata Muji.

Triska tersenyum kecil. Dia pun langsung masuk ke ruang inap dan melihat Naufal yang tersenyum manis di hadapannya. “Budha … ayah mana? Kata Nenek, Budha lagi jemput Ayah kok nggak ikut masuk Ayah?” 

Tubuh Triska menegang dengan sempurna. Sekarang apa yang harus dia katakan pada Naufal dan semua orang. Jika orang yang mereka cari tidak lagi bersama dengan Triska. Pria yang berstatus suaminya itu tengah asik bersama dengan cinta pertamanya dan menemani istri keduanya hamil muda. Sedangkan dulu … tak sekalipun Moza menemani Triska waktu wanita itu hamil hingga melahirkan. Bukannya itu tidak adil? Tapi … apakah Triska memiliki kesempatan untuk berontak? 

Tidak!!! 

Triska tidak memiliki hak itu!!! 



To be continued 

Dua Cincin Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang